Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Produk Legislasi | RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Mampu Beri Jalan Keluar

Kowani Desak RUU PKS Disahkan

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Keberadaan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (UU PKS) akan memberikan perlindungan lebih terhadap korban. Sebab, keberadaan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) atau regulasi lainnya belum mewadahi poin-poin penting terkait kasus kekerasan seksual.

Terkait hal tersebut, pemerintah (Presiden) diminta segera mengesah Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) yang diyakini akan memberi perlindungan lebih terhadap korban. "Keberadaan UU PKS bisa menjadi aturan khusus dalam kasus kekerasan seksual," kata Ketua Umum Kongres Wanita Indonesi (Kowan), Giwo Rubianto, kepada Koran Jakarta, Minggu (1/9).

Menurutnya, regulasi yang ada saat ini tidak merumuskan kebutuhan dan hak korban secara utuh. Dampaknya, proses hukum masih belum memberikan keadilan bagi korban untuk menerima hak atas pemulihan dan hak atas restitusi.

Giwo mengungkapkan dalam regulasi yang ada saat ini kekerasan seksual hanya ada tindak pidana perkosaan, pencabulan, eksploitasi seksual, dan perdagangan orang. Padahal, bentuk-bentuk kekerasan seksual masih terdapat ragam bentuk lain, seperti pelecehan seksual, hatespeech atau ujaran kebencian berbau seksual, penyiksaan seksual, mengintip memakai alat elektronik, dan masih banyak lagi.

Selain itu, lanjutnya, regulasi ada saat juga belum bisa mengintegrasikan penanganan korban antara penegak hukum dengan layanan untuk korban.

Sementara itu, menurut Giwo, dalam RUU PKS bisa memfasilitasi adanya layanan konseling, bantuan hukum, dan psiko sosial.

Dihungi terpisah, Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Sodik Mudjahid, mengatakan RUU PKS masih dibahas dengan matang. Ini dilakukan agar kejahatan seksual tidak meningkat seperti yang dikhawatiran masyarakat.

"Panja memahami dan sangat setuju pasal-pasal tentang tindak pidana terhadap sembilan jenis kekerasan seksual. Panja juga berusaha untuk segera mengesahkannya jika konten dan masalah hukum lainnya sudah tepat dan sempurna," ujarnya.

Sebelumnya, Ketua Komnas Perempuan, Azriana, mengkhawatir RUU PKS hanya mengatur hal-hal yang bersifat administratif. Berdasar pantauan pembahasan di DPR, RUU ini cenderung tidak memuat aturan pidana kekerasan seksual.

Menurut Azriana, jika RUU PKS tidak mengatur hukum pidana, payung hukum tindak kekerasan seksual hanya bergantung dari RKUHP. Padahal, RKUHP itu sendiri tidak mengatur keseluruhan tindak kekerasan seksual. "Pasal RKUHP hanya mengatur tentang perkosaan dan perbuatan cabul. Sementara tindak kekerasan seksual lain yang bukan berupa tindakan fisik tak dimuat dalam aturan itu," ungkap dia.

Jalan Keluar

Sementara itu, Ketua Umum PP Fatayat NU, Anggia Ermarini, mengharapkan RUU PKS mampu memberikan jalan keluar untuk perlindungan perempuan dan menjawab rasa keadilan di masyarakat.

Anggia mengaku optimistis karena ada sejumlah unsur dalam RUU PKS, yakni pertama, perluasan definisi kekerasan seksual yang bukan hanya terjadinya hubungan intim, melainkan perbuatan merendahkan, menghina, menyerang, dan/atau perbuatan lainnya terhadap tubuh, hasrat seksual seseorang.

Kedua, perluasan bentuk dan jenis kekerasan seksual yang mengalami perkembangan luar biasa, dari bentuk-bentuk kekerasan seksual yang dulu hanya dipahami sebagai paksaan hubungan intim, kini berkembang menjadi pelecehan seksual, eksploitasi seksual, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan aborsi, perkosaan, pemaksaan perkawinan, pemaksaan pelacuran, perbudakan seksual, dan penyiksaan seksual.

Ketiga, pentingnya penanganan dan pemulihan serta rehabilitasi pada korban secara optimal dan penindakan pada pelaku. "Dalam nilai-nilai Islam sudah meletakkan definisi korban harus mendapat dan layak mendapat pendampingan dan tidak boleh mem-bully korban," ujarnya. ruf/E-3

Penulis : Muhamad Ma'rup

Komentar

Komentar
()

Top