Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Kota Kecil dengan Lanskap Instagenik

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Nama Singkawang berasal dari bahasa Hakka, san khew jong yang mengacu pada sebuah kota di bukit dekat laut dan estuari. Estuari diartikan sebagai badan air setengah tertutup di wilayah pesisir, dengan satu sungai atau lebih yang mengalir masuk ke dalamnya, serta terhubung bebas dengan laut terbuka.
Kota Singkawang yang kaya tempat wisata dikelilingi oleh beberapa pegunungan yang kini masuk dalam kawasan Cagar Alam Gunung Raya Pasi dengan luas 3.700 hektare. Total ada 10 puncak dengan yang memiliki ketinggian yang beragam mulai dari Gunung Bengkayang dengan tinggi 947 mdpl, Gunung Pasi (770 mdpl), Gunung Poteng (725 mdpl).
Pegunungan lainnya adalah Gunung Ibu dengan tinggi 720 mdpl, Gunung Beor (710 mdpl), Gunung Mancar Silat (590 mdpl), Gunung Gambar (504 mdpl), Gunung Dek Pading (500 mdpl), Gunung Tinjau Laut (440 mdpl), dan Gunung Sebayun (332 mdpl).
Selain pegunungan yang menciptakan keindahan bentang alam, Singkawang memiliki banyak pantai berpasir putih, salah satunya adalah Pantai Sedau. Berada tidak jauh dari Tanjung Sedau, tepatnya di Desa Sedau, Kecamatan Sedau, pantai tersebut mempunyai hamparan pasir putih yang bersih, yang cocok dinikmati pada saat liburan.
Kelebihan dari Pantai Sedau dengan pantai lain di Singkawang adalah dihiasi dengan banyak batuan granit yang menyembul di permukaan air. Pantai ini mengingatkan akan pantai-pantai di Belitung dan juga Kepulauan Natuna yang juga memiliki batuan sama, meski ukurannya lebih kecil.
Di pantai ini juga tumbuh pepohonan yang rindang, sehingga menjadi tempat yang nyaman untuk bersantai setelah bermain air. Pada sore hari, pantai yang menghadap ke barat menjadi pilihan pas untuk menikmati siluet senja kala sang surya beranjak ke peraduan.
Tempat indah lainnya di Singkawang yang sedang hit adalah Hutan Mangrove Setapuk. Tempat ini merupakan cara warga pesisir melindungi garis pantai Singkawang dari abrasi karena terjangan gelombang dari Selat Karimata. Hutan mangrove ini merupakan hasil jerih payah Kelompok Peduli Mangrove Surya Perdana Mandiri yang diketuai Jumadi.
Penanaman mangrove di Kelurahan Setapuk, Kecamatan Singkawang Utara itu dimulai pada 2007. Kepedulian warga menanam mangrove mendapat simpati dari berbagai pihak sehingga banyak bantuan diberikan. Hasilnya dengan relatif cepat luas hutan tersebut bertambah dengan pesat menjadi 26,1 hektare saat ini.
Luasnya hutan tersebut mulai menarik perhatian wisatawan untuk berkunjung dan mulai dibuka untuk umum pada 2019. Cara menikmati kawasan hutan mangrove tersebut dengan menyusuri hutan dengan dengan menyewa perahu.
Aktivitas yang bisa dilakukan wisatawan adalah seperti berkemah, outbond, dan berburu foto. Wisata air yang ditawarkan berupa memancing, sedangkan wisata konservasi berupa kegiatan penanaman mangrove secara bersama.
Selain itu ada destinasi Danau Biru yang menjadi salah satu yang wajib dikunjungi untuk berfoto-foto. Panoramanya membuat yang sangat menarik dan bisa membuat wisatawan terkagum. Beralamat di Jalan Wonosari, Desa Rona, Kecamatan Singkawang Tengah dengan jarak 7 kilometer dari pusat kota telah menjadi ikon wisata favorit Kota Seribu Kuil.
Seperti namanya danau ini memiliki air berwarna biru. Ditambah dengan latar belakang pegunungan dan juga hamparan rumput liar di sekitarnya, menciptakan pemandangan alam yang epik. Pantulan pemandangan langit yang bercermin menjadi latar belakang foto memukau sebagai oleh-oleh.
Meski Danau Biru sangat menarik sayangnya air danau cukup beracun tidak boleh untuk berenang atau dikonsumsi. Hal ini dikarenakan danau ini bekas galian tambang emas mengandung bahan kimia berbahaya seperti logam berat berupa merkuri, yang membahayakan kesehatan.
Rumah Keluarga Tjhia menjadi salah satu destinasi di Singkawang yang perlu dikunjungi. Rumah ini yang memiliki arsitektur Tiongkok yang kental ini dibangun pada 1902. Penghuni rumah saat ini adalah generasi keenam dari keluarga Tjhia Hap Seng.
Berdiri di atas lahan 5.000 meter persegi, rumah Keluarga Tjhia dibangun dalam bentuk persegi dengan empat bangunan yang ada. Materi bangunan yang ikonik ini menggunakan kayu ulin atau kayu besi yang keras dan kuat, sebagai kayu khas Kalimantan.
Tempat yang pernah menjadi lokasi syuting film berjudul Aruna, tidak hanya menawarkan cerita sejarah yang unik. Di sini wisatawan dapat menikmati sajian khas Tionghoa yang sangat nikmat, berupa choi pan, yang di buat langsung oleh keluarga Tjhia.
Makanan choi pan tersebut terbuat dari irisan bengkoang atau kucai berbumbu ebi yang dibungkus kulit lembut. Di sini ada sebuah tempat lesehan yang bisa dimanfaatkan untuk menikmati sajian yang sangat nikmat ini. Resepnya memang tidak berbeda jauh dari apa yang sudah ada sejak dulu. hay/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : Haryo Brono

Komentar

Komentar
()

Top