Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kebijakan Transportasi - Perlu Dibangun Budaya Kesadaran Keselamatan Nasional

Korban Kecelakaan Meningkat, Tekan Pertumbuhan Ekonomi

Foto : Sumber: Korlantas Polri, KNKT – Litbang KJ/and -
A   A   A   Pengaturan Font

>>Seperti pada industri, sektor transportasi nasional juga perlu canangkan zero accident.


>>Kelalaian harus dihadapi dengan kejujuran dan transparansi agar masalah tak menumpuk.

JAKARTA - Pertumbuhan yang pesat pada mobilitas masyarakat dengan menggunakan moda transportasi modern harus diimbangi dengan membangun budaya kesadaran keselamatan nasional di seluruh transportasi umum,

baik darat, laut, maupun udara. Budaya keselamatan tersebut harus ditumbuhkan dari semua kalangan masyarakat, transporter, dan regulator.

Hal ini terutama bertujuan untuk menekan angka kecelakaan dan korban manusia baik yang luka-luka maupun meninggal dunia. Sebab, musibah kecelakaan itu tidak hanya merugikan keluarga korban, tapi juga satu bangsa.


Menanggapi hal itu, pengamat transportasi dari Unika Soegijapranata Semarang, Djoko Setijowarno, mengatakan Indonesia harus menekan serendah mungkin jumlah korban kecelakaan yang justru terjadi pada masyarakat yang produktif dan bermobilitas tinggi.


"Hal ini secara proporsional berpotensi menekan pertumbuhan ekonomi nasional, karena yang meninggal adalah warga yang produktif. Pertumbuhan ekonomi lima persen itu didukung oleh jumlah penduduk.

Jadi, jangan biarkan warga produktif jadi korban kecelakaan," papar dia, ketika dihubungi, Kamis (28/11).


Data menunjukkan pertumbuhan pengguna transportasi terus meningkat, contohnya pada transportasi udara.

Tahun ini, Bandara Soekarno-Hatta mengalami kelebihan penumpang hingga 20 juta orang. Angka ini mengacu pada prediksi pertumbuhan penumpang sebesar 7 persen menjadi 68 juta orang. Di sisi lain, kapasitas terminal di bandara sekitar 43 juta penumpang.


Sementara itu, jumlah korban meninggal pada kecelakaan transportasi darat tercatat paling tinggi, yakni sekitar 117 ribu orang dalam lima tahun terakhir.


Menurut, pakar transportasi, Sony Sulaksono, pertumbuhan jumlah pengguna transportasi dan tingginya korban kecelakaan tersebut mesti diantisipasi dengan menambah infrastruktur transportasi yang lebih efisien dan aman.


"Kesadaran untuk keselamatan itu belum sepenuhnya kita lindungi. Kita masih menomorduakan keselamatan. Padahal seharusnya, infrastruktur dibangun, kesadaran, keselamatan itu harus mengikuti," jelas Sony.


Djoko juga menilai bahwa faktor keselamatan masih akan menjadi persoalan utama pada sektor transportasi di Tanah Air, baik angkutan udara, darat, laut, maupun kereta api. Hal ini dapat dilihat dari mulai seringnya terjadi kecelakaan transportasi.


"Semua pihak harus bertanggung jawab untuk menciptakan transportasi yang aman. Tidak hanya pemerintah, tapi juga para operator transportasi, dan tidak ketinggalan masyarakat yang menjadi penggunanya," kata dia.


Djoko meminta para operator transportasi di Tanah Air menjadikan keselamatan menjadi harga mati dan hal yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. "Jika di sektor industri ada target zero accident, maka di sektor transportasi juga perlu dicanangkan target seperti itu,"


Momentum Berbenah


Sejumlah kalangan juga mengingatkan agar musibah kecelakaan Lion Air akhir bulan lalu, bisa menjadi momentum bagi seluruh pemangku kepentingan transportasi nasional untuk berbenah.


Masalah kelalaian harus dihadapi dengan kejujuran dan transparansi agar masalah tidak menumpuk seperti api dalam sekam, tapi ditindaklanjuti dengan perbaikan dan perubahan sikap, serta menghilangkan kebiasaan buruk dalam keselamatan.


"Evaluasi dan audit kepatuhan proses dan prosedur keselamatan tidak cukup dan tidak memadai hanya secara administratif, tetapi juga harus berdasarkan fakta lapangan," ujar pakar kebijakan dari Universitas Brawijaya Malang, Fadillah Amin.


Menurut dia, untuk membangun budaya kesadaran keselamatan nasional tidak mudah dan memerlukan waktu. SB/ahm/mza/WP

Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S, Mohammad Zaki Alatas

Komentar

Komentar
()

Top