Koperasi Petani Harus Diperkuat Melawan Korporatokrasi
Gangguan Pasokan
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Mei 2020 memperlihatkan petani merugi karena harga komoditas rendah dan gangguan rantai pasokan akibat pandemi Covid-19.
Nilai Tukar Petani (NTP), yang merupakan rasio pendapatan petani terhadap pengeluaran rumah tangga, turun 0,85 persen menjadi 99,47 pada Mei dari bulan sebelumnya. Nilai di bawah 100 itu menunjukkan, pengeluaran petani lebih tinggi dari pendapatan. NTP perkebunan rakyat turun paling tajam yakni 2,30 persen, diikuti petani hortikultura dan sayuran, yaitu 0,58 persen dan 0,54 persen.
Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI), Henry Saragih, baru-baru ini menyatakan, perkebunan rakyat terpukul karena aksesibilitas ke negara lain lebih ketat. Sektor pertanian yang mempekerjakan lebih dari seperempat penduduk Indonesia, telah terdampak oleh pembatasan sosial untuk mengantisipasi penyebaran Covid-19. Organisasi Perdagangan Dunia memperkirakan, perdagangan global akan turun 32 persen tahun ini.
SPI mencatat harga produk yang sangat bergantung pada ekspor, seperti minyak kelapa sawit, turut terpengaruh. Harga tandan buah segar di Riau, mencapai 1.170 rupiah atau 8,3 sen dollar AS per kg, sehingga sangat merugikan petani.
Halaman Selanjutnya....
Redaktur : Vitto Budi
Komentar
()Muat lainnya