Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Foto Video Infografis
Transisi Energi

Kontrak PLTU Batu Bara Dihentikan Lebih Dini

Foto : ISTIMEWA

SUAHASIL NAZARA Wakil Menteri Keuangan - Kita mengatakan pembangkit listrik berbasis batu bara dilakukan early retirement (pensiun dini), jadi dihentikan lebih cepat dengan kontraknya yang ada.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pemerintah memutuskan memberhentikan lebih dini kontrak Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batu bara mulai 2030 mendatang. Pemutusan kontrak itu sebagai bentuk kepedulian akan pentingnya mengurangi emisi karbon penyumbang gas rumah kaca (GRK) yang menyebabkan pemanasan global.

Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara, dalam sebuah webinar di Jakarta, Kamis (21/10), mengatakan ke depan penggunaan energi baru terbarukan (EBT) bukan lagi pilihan, melainkan keharusan untuk mencapai target net zero emission pada 2060 mendatang.

"Kita mengatakan pembangkit listrik berbasis batu bara dilakukan early retirement (pensiun dini), jadi dihentikan lebih cepat dengan kontraknya yang ada maka harus ada kompensasi, sebagai penghormatan atas kontrak PLTU dan PLN yang biasanya berjangka panjang," kata Suahasil.

Untuk itu, pemerintah menyiapkan skema energy transition mechanism (ETM) guna peralihan dari PLTU ke pembangkit listrik ramah lingkungan.

"Kita memerlukan uang untuk mengompensasi penggantian pembangkit yang ada dan pembangkit baru yang termasuk EBT. Dua prinsip ini kita sebut energy transition mechanism," kata Suahasil.

Dalam skema tersebut, pemerintah akan memberikan kompensasi atas aktivitas PLTU berbasis batu bara yang diminta berhenti tersebut. Setelah itu, baru membangun pembangkit listrik EBT.

Pemerintah, kata Wamenkeu, akan menggunakan pembiayaan campuran untuk mengompensasi PLTU berbasis batu bara yang pensiun dini dan membangun pembangkit listrik EBT. "Kita mesti mendesain berapa yang ditanggung oleh APBN dan berapa dana dari internasional," katanya.

Sementara itu, Peneliti Madya Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu, Joko Tri Haryanto, mengatakan pada tahap awal ETM, PLTU, dan PLN akan ikut dalam sistem invest and trade dalam perdagangan karbon. "Kemudian tahap berikutnya 2022 ikut carbon tax, baru kemudian ikut skema early retirement (pensiun dini)," katanya.

Setelah PLTU pensiun dini dan mendapatkan kompensasi, melalui skema ETM pula pemerintah akan menggunakan pembiayaan campuran salah satunya dengan memanfaatkan carbon recycling fund (CRF) untuk membeli aset PLTU tersebut.

"Kemudian, ETM akan mengeluarkan karbon kredit di pasar karbon untuk mendanai transaksi PLTU berbasis karbon menuju transisi pembangkit listrik berbasis EBT," jelas Joko.

Tolak Proyek Baru

Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Rida Mulyana, mengatakan pemerintah sudah tidak menerima usulan proyek baru PLTU batu bara karena arah kebijakan energi nasional ke depan bertumpu pada EBT. "Proyek yang ada Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listik PLN sekarang adalah on going project," kata Rida.

Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa, mengapresiasi langkah pemerintah yang mempensiundinikan PLTU dalam rangka peaking emission 2030 dan dekarbonisasi 2050.

Dia menyebut ada potensi 12-16 GW (gigawatt) PLTU yang bisa pensiun dini, terutama yang sub-critical, efisiensi rendah, dan emisinya tinggi. "Pemerintah harus memastikan dana kompensasi PLTU digunakan investor berinvestasi ke pembangkit EBT," kata Fabby.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top