Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pendidikan Nasional - Mendikbud Mesti Fokus Pada Pembenahan Kualitas Pembelajaran

Konsep 3 Hari Belajar tak Cocok

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Memotong jam belajar tidak secara otomatis membuat siswa memiliki daya saing tinggi.

JAKARTA - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan diminta menindaklanjuti hasil survei Programme for International Student Assessment (PISA). Hal ini lebih penting dibandingkan membahas wacana tiga hari sekolah per minggu seperti yang diwacanakan Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), Seto Mulyadi.

"Kemendikbud hendaknya menindaklanjuti hasil PISA 2018 ini, karena kemampuan anak-anak kita masih di bawah rata-rata Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD)," kata pemerhati pendidikan dari Center for Education Regulations and Development Analysis (CERDAS), Indra Charismiadji, di Jakarta, Kamis (5/11).

Dia mengatakan membangun sumber daya manusia (SDM) membutuhkan keseriusan dibandingkan wacana yang diusulkan oleh Kak Seto tersebut. Pembenahan pendidikan, bukan hanya kuantitas atau jam belajar, melainkan juga kualitas pembelajaran, sehingga menghasilkan lulusan yang memiliki daya saing.

"Memotong jam belajar tidak secara otomatis membuat anak-anak kita memiliki daya saing tinggi," kata dia.

Indra meminta agar Kemendikbud fokus pada pembenahan kualitas pembelajaran, yang harus dilakukan secara holistik. Tidak hanya di sekolah tetapi juga di rumah.

Secara terpisah, pemerhati pendidikan, Doni Koesoema, berpendapat konsep tiga hari belajar tidak cocok diterapkan pada saat ini. Menurutnya, jika anak hanya sekolah selama tiga hari, maka apa kegiatan anak dua hari lainnya. "Pembenahan pendidikan bukan dengan mengurangi waktu sekolah, dari lima hari menjadi tiga hari," kata Doni.

Sebelumnya, Kak Seto mengusulkan kepada Mendikbud, Nadiem Makarim, agar waktu sekolah dipersingkat dari lima hari menjadi tiga hari. Kak Seto mencontohkan homeschooling miliknya, yang hanya belajar selama tiga hari. Pemotongan jam belajar disinyalir akan meningkatkan prestasi akademik dan nonakademik anak.

Tak Bisa Sesaat

Kepala bidang Penelitian dan Pengembangan Kemendikbud, Totok Suprayitno, mengatakan peningkatan kemampuan nalar atau berpikir tingkat tinggi siswa tidak bisa dilakukan sesaat, melainkan harus mengubah budaya.

"Sejak 2015, kami sudah melakukan pengenalan tipologi soal-soal yang berdaya nalar tingkat tinggi pada soal-soal Ujian Nasional (UN). Tapi ternyata tidak bisa dilakukan secara sesaat, harus dengan perubahan budaya," ujar dia.

Totok memberi contoh harus dimulai dari siswa tersebut, karena siswa yang terbiasa membaca kemampuan berpikir tingkat tingginya lebih tinggi dari siswa yang tidak terbiasa membaca.

"Jadi, ketika kita ekspansi dengan mengenalkan tipologi soal seperti itu, ternyata tidak begitu berdampak. Ini tidak cukup dengan aturan, pola pikir, tapi harus dilakukan secara holistik," terang dia.

ruf/Ant/E-3

Penulis : Muhamad Ma'rup, Antara

Komentar

Komentar
()

Top