Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Konflik LTS, Tiongkok Klaim Karang Ren'ai Jiao Wilayah Kedaulatannya

Foto : Antara/Central Intelligence Agency via Wikipedia.

"Sembilan Garis Putus-putus" (berwarna hijau) yang menandakan klaim Republik Rakyat Tiongkok di Laut Tiongkok Selatan, berdasarkan peta yang dibuat CIA pada 1988.

A   A   A   Pengaturan Font

BEIJING - Tiongkok mengklaim terumbu karang "Ren'ai Jiao", Filipina menyebutnya beting Ayungin, adalah wilayah kedaulatan negaranya dan meminta Filipina tidak melakukan pelanggaran di kawasan itu.

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok menegaskan pernyataan tersebut yang tertuang dalam lima butir respons atas pernyataan juru bicara Angkatan Bersenjata Filipina pada 7 Oktober 2023 yang mengatakan bahwa klaim Tiongkok atas "Laut Filipina Barat" tidak berdasar dan tidak bertanggung jawab.

"Pertama, Ren'ai Jiao telah menjadi wilayah Tiongkok sejak zaman kuno. Hal ini telah ditetapkan sebagai pandangan umum internasional yang diterapkan secara luas dan sepenuhnya sesuai dengan ketentuan Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS). China memiliki kedaulatan yang tak terbantahkan atas Nansha Qundao dan perairan sekitarnya, termasuk Ren'ai Jiao," demikian disampaikan dalam pernyataan yang diterima Antara di Beijing, Selasa (10/10).

Pulau karang yang dikenal sebagai "Ren'ai Jiao" oleh Tiongkok dan disebut "Beting Ayungin" dalam sebutan Filipina merupakan bagian dari Kepulauan Spratly yang disengketakan kedua negara. Kepulauan Spartly adalah sebuah kepulauan besar yang diklaim oleh Tiongkok dan beberapa negara Asia lain di Laut Tiongkok Selatan.

Filipina sendiri telah menempatkan kapal perang angkatan laut, BRP Sierra Madre, sebagai "markas terapung" bagi penjaga pantai Filipina di terumbu karang tersebut sejak 1999.

"Kedua, Ren'ai Jiao tidak pernah menjadi wilayah Filipina. Nansha Qundao, termasuk Ren'ai Jiao, sepenuhnya berada di luar batas wilayah Filipina. Filipina tidak memiliki dasar hukum sama sekali untuk mengklaim kedaulatan atas Ren'ai Jiao karena kedekatannya dengan wilayah Filipina," demikian tertulis.

Menurut Kementerian Luar Negeri Tiongkok, wilayah Filipina ditentukan oleh serangkaian perjanjian internasional, termasuk Perjanjian Perdamaian antara Amerika Serikat dan Kerajaan Spanyol pada 1898 (Perjanjian Paris), Perjanjian 1900 antara Amerika Serikat dan Kerajaan Spanyol Spanyol untuk Penyerahan Pulau-Pulau Terluar Filipina (Perjanjian Washington) dan Konvensi tahun 1930 antara Kerajaan Inggris dan Presiden Amerika Serikat mengenai Batas antara Negara Bagian Kalimantan Utara dan Kepulauan Filipina.

"Ketiga, apa yang disebut sebagai putusan arbitrase Laut Tiongkok Selatan (LTS) adalah ilegal, batal demi hukum. Arbitrase yang diprakarsai Filipina secara langsung berkaitan dengan masalah kedaulatan wilayah dan batasan maritim sedangkan masalah teritorial tidak tunduk pada UNCLOS," kata Kementerian Luar Negeri Tiongkok.

Selain itu, pada 2006, berdasarkan Pasal 298 UNCLOS, Tiongkok mengecualikan isu-isu yang berkaitan dengan penetapan batas laut dari yurisdiksi pengadilan atau tribunal. Dengan memulai arbitrase Laut Tiongkok Selatan secara sepihak, menurut Tiongkok, Filipina melanggar ketentuan UNCLOS.

"Keempat, dengan 'mengandalkan' sebuah kapal militer di Ren'ai Jiao, Filipina telah melanggar kedaulatan teritorial Tiongkok. Pada Mei 1999, Filipina 'mendaratkan' kapal angkut tank BRP Sierra Madre (LT-57) di Ren'ai Jiao. Tiongkok segera mengajukan protes serius, meminta Filipina untuk segera menarik kapal tersebut. Filipina berulang kali berjanji akan melakukan hal tersebut sesegera mungkin. Namun, 24 tahun telah berlalu, dan kapal angkut Filipina tersebut masih ada," ungkap Kementerian Luar Negeri Tiongkok.

Poin kelima, ketegangan yang terjadi di Ren'ai Jiao sepenuhnya tanggung jawab Filipina karena Filipina selama beberapa saat mengabaikan niat baik Tiongkok dengan terus mengirimkan kapal resmi dan kapal perang untuk menyusup ke perairan Ren'ai Jiao upaya mengirim material demi memperbaiki dan memperkuat kapal militer yang "dikandangkan" di perairan tersebut.

"Tiongkok sekali lagi mendesak Filipina untuk menanggapi kekhawatiran Tiongkok dengan serius, berhenti melakukan provokasi dan menciptakan masalah di perairan, serta menghentikan serangan dan pencemaran nama baik yang tidak berdasar, agar tidak merusak perdamaian dan stabilitas di Laut Tiongkok Selatan dan merugikan kepentingan bersama negara-negara di kawasan," tutup pernyataan tersebut.

Sejumlah insiden terjadi beberapa pekan terakhir, termasuk pelepasan tali-temali berpelampung buatan Tiongkok oleh Filipina. Isu terbaru, tiga nelayan Filipina tewas dalam insiden tabrakan kapal walau penyebab tabrakan belum diketahui dengan jelas.


Redaktur : Lili Lestari
Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top