Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Foto Video Infografis
Laporan PBB

Konflik di Myanmar Berisiko Jadi Perang Saudara

Foto : AFP/FABRICE COFFRINI

Ketua HAM PBB, Michelle Bachelet

A   A   A   Pengaturan Font

JENEWA - Konflik di Myanmar berisiko akan meningkat jadi perang saudara setelah pemberontakan terhadap junta militer meluas. Peringatan itu dilontarkan oleh ketua hak asasi manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Kamis (23/9).

"Waktu sudah hampir habis bagi negara-negara lain untuk meningkatkan upaya memulihkan demokrasi dan mencegah konflik yang lebih luas," ucap Michelle Bachelet kepada Dewan HAM PBB.

Myanmar berada dalam kekacauan sejak pemerintah Aung San Suu Kyi dikudeta oleh militer pada Februari. Penggulingan kekuasaan itu kemudian memicu pemberontakan nasional yang coba dihancurkan oleh junta secara brutal.

Serangan terhadap tentara telah meningkat sejak anggota parlemen yang digulingkan oleh para jenderal, menyerukan perang defensif rakyat pada awal bulan ini.

"Kondisi HAM telah memburuk secara signifikan sebagai dampak dari kudeta yang menghancurkan kehidupan dan harapan di seluruh negeri," kata Bachelet. "Konflik, kemiskinan, dan dampak pandemi meningkat secara tajam, dan negara menghadapi pusaran penindasan, kekerasan, dan keruntuhan ekonomi," imbuh dia.

Dalam keterangannya, Bachelet mengatakan bahwa akibat dihadapkan dengan terjadinya penindasan luar biasa terhadap hak-hak dasar, maka gerakan perlawanan bersenjata tumbuh pesat di Myanmar.

"Tren yang menggusarkan ini menunjukkan kemungkinan yang mengkhawatirkan yang bakal meningkat jadi perang saudara yang," kata dia.

Oleh karena itu Bachelet mendesak negara-negara untuk mendukung proses politik yang akan melibatkan semua pihak, dengan mengatakan blok regional Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (Association of Southeast Asian Nations/Asean) dan kekuatan berpengaruh harus menggunakan insentif dan disinsentif untuk membalikkan kudeta militer dan pusaran aksi kekerasan dengan sekuat tenaga.

Konsekuensi Mengerikan

Dalam pernyataannya, Bachelet juga mengatakan bahwa stabilitas Myanmar dan jalan menuju demokrasi dan kemakmuran telah dikorbankan selama beberapa bulan terakhir ini dan semua itu hanya untuk memajukan ambisi elite militer yang memiliki hak istimewa dan mengakar.

"Konsekuensi nasionalnya mengerikan dan tragis dan konsekuensi regional juga bisa sangat besar. Komunitas internasional harus melipatgandakan upayanya untuk memulihkan demokrasi dan mencegah konflik yang lebih luas sebelum terlambat," ucap Bachelet.

Bachelet mengatakan lebih dari 1.100 orang kini dilaporkan tewas di tangan pasukan keamanan sejak kudeta, sementara lebih dari 8.000 lainnya, termasuk anak-anak, telah ditangkap dan lebih dari 4.700 masih ditahan.

Bachelet yang adalah mantan Presiden Cile itu, lalu mendesak semua pihak, terutama militer, untuk mengizinkan akses tak terbatas ke bantuan kemanusiaan dan menyerukan pembebasan semua tahanan politik dengan segera.

Bachelet pun menyerukan semua angkatan bersenjata untuk melindungi warga sipil dan mengatakan penggunaan serangan udara dan artileri di daerah pemukiman harus segera dihentikan. AFP/I


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : AFP

Komentar

Komentar
()

Top