Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Foto Video Infografis
Teknolog vaksin Covid-19 bisa mengalami masalah saling klaim kekayaan intelektual yang rumit. Sebab dasar penelitiannya dikembangkan beberapa pihak, kemudian disublisensikan ke banyak perusahaan.

Kompleksitas Paten Vaksin Covid-19 Halangi Penelitian

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Sejak penemuan dan publikasi genom virus Covid-19 pada Januari 2020, para ilmuwan bergegas dalam pengembangan vaksin, metode terapi, dan diagnostik. Sampai kini terdapat sedikitnya 80 vaksin dalam uji klinis dan 70 lainnya dalam pengembangan klinis.
"Terlepas dari pencapaian ilmiah yang mengesankan, berbagai bentuk perlindungan kekayaan intelektual menghalangi akses yang sama dan alokasi yang adil," tulis sebuah laporan oleh Peneliti dari Departemen Kimia, Universitas Michigan, Ann Arbor, MI, Amerika Serikat (AS) Mario Gaviria dan Direktur Public Citizen's Access to Medicines Burcu Kilic dalam jurnal Nature.
Jaringan klaim kekayaan intelektual sebenarnya berguna dalam melancarkan pengembangan dan pemasaran vaksin. Teknologi dasar untuk mengembangkan vaksin dapat dilindungi oleh paten. Sedangkan metode dan teknik produksi dapat dilindungi rahasia dagang.
Namun, selama ini program pengembangan terapeutik melibatkan banyak penemu dengan inovator. Teknologi dasar pengembangan vaksin bisa saja ditemukan di laboratorium akademis atau lembaga riset yang dilindungi paten.
Selanjutnya, teknologi dilisensikan ke entitas perusahaan untuk komersialisasi. Entitas yang lebih besar ini ditunjuk sebagai inovator karena mengubah teknologi dasar menjadi produk akhir.
Penulis mengidentifikasi, paten yang relevan dengan berbagai platform teknologi vaksin mengajukan ke US Securities and Exchange Commission (SEC) yang menyoroti kesepakatan lisensi terkait teknologi vaksin. Ini terutama teknologi nanopartikel lipid dan messenger ribonucleic acid (mRNA)
Sejauh ini teknologi mRNA dipakai oleh perusahaan farmasi Moderna, Pfizer serta dikembangkan oleh perusahaan riset BioNTech, CureVac dan Arcturus. Inti teknologi tersebut adalah nanopartikel lipid dan teknologi sistem pengiriman untuk mencapai respons biologis yang diinginkan.
Nanopartikel lipid digunakan untuk mengirimkan mRNA ke sel guna menghindari degradasi mRNA sebagai aspek kunci. Setelah mRNA dikirim ke sel, akan menginstruksikan sel untuk menghasilkan protein lonjakan SARS-CoV-2, demi menghasilkan respons imun.
Sebuah laporan oleh Public Citizen Access to Medicines mengidentifikasi permohonan paten dari beberapa lembaga. "Matriks paten, lisensi, dan perjanjian yang kompleks, entitas ini menyoroti kerumitan yang terlibat dalam pengembangan biofarmasi," kata penulis.
Karena nomor paten disunting di semua pengajuan oleh US SEC, selanjutnya diputuskan untuk mengembangkan lanskap paten sendiri untuk tiap-tiap entitas. Paten dan aplikasi paten yang relevan dengan platform teknologi vaksin masing-masing yang dimiliki salah satu entitas yang diidentifikasi.
Keberhasilan kandidat vaksin berbasis mRNA dalam uji klinis cukup potensial untuk masa depan pengobatan. Perkembangan pesat dan keberhasilan klinis vaksin mRNA untuk Covid-19 juga menyangkut hubungan antara penemu dan inovator.
"Sebagaimana dibuktikan oleh analisis jaringan kami, kemajuan teknologi utama ditemukan di laboratorium akademis atau perusahaan bioteknologi kecil, kemudian dilisensikan kepada perusahaan besar untuk pengembangan produk," ungkap penulis.
Terlepas dari keberhasilan ini, paten, rahasia dagang, dan pengetahuan yang dimiliki oleh atau diberikan kepada perusahaan besar dapat menghalangi penelitian dan pengembangan teknologi mRNA di masa mendatang. "Hal ini karena mereka akan menciptakan batasan hukum yang membatasi akses ke teknologi ini," tulis laporan tersebut. hay/G-1


Redaktur : Aloysius Widiyatmaka
Penulis : Haryo Brono

Komentar

Komentar
()

Top