Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Foto Video Infografis
Legalitas Pertanahan

Klaim Kawasan Hutan Hambat Peremajaan Sawit Rakyat

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Klaim kawasan hutan dinilai kontraproduktif dengan upaya pemerintah dalam upaya peningkatan produktivitas lahan dan kesejahteraan masyarakat melalui Peremajaan Sawit Rakyat (PSR). Hal ini karena banyak regulasi yang terbit melalui SK Menteri KLHK di berbagai provinsi kerap menabrak hak legalitas sah kepemilikan lahan masyarakat dan pelaku usaha.

"Di sisi lain, penetapan kawasan hutan versi KLHK tidak punya kekuatan karena merupakan domain pemerintah dalam hal ini Presiden," kata Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB, Sudarsono Soedomo dalam keterangan tertulis, di Bogor, Jawa Barat, Sabtu (28/7).

Dia menjelaskan, salah satu putusan Menteri KLHK yang membuat kegaduhan adalah SK Menhut No.579 tahun 2014. Keberadaan beleid ini dinilai menghambat percepatan program PSR khususnya di Sumatera Utara.

Banyak perkebunan sawit masyarakat yang telah memiliki HGU dan izin lain dianggap ilegal karena 'dicap' berada di kawasan hutan. Akibatnya, banyak petani sawit tidak bisa mendapat bantuan pemerintah.

Seharusnya, hak-hak atas tanah masyarakat yang telah punya legalitas dan telah diupayakan puluhan tahun, dikeluarkan terlebih dulu, baru setelahnya dilakukan penetapan kawasan hutan. "Hal ini mengakibatkan energi dan uang masyarakat habis untuk berperkara di pengadilan akibat arogansi satu instansi pemerintah. Presiden perlu kita ingatkan," kata Sudarsono.

Beri Penjelasan

Dia menambahkan pelaku usaha perlu serius mendekati Presiden, jadi tidak sekedar seremonial, namun perlu memberikan penjelasan serius agar Presiden paham masalah yang terjadi. Dia juga mengingatkan, Kementerian ATR/ BPN lebih berani mempertahankan produknya seperti sertifikat kepemilikan, HGU dan sebagainya sebagai bukti kepemilikan sah dan diakui negara.

"Keragu-raguan Kementerian ATR/BPN dalam mempertahankan produknya kerap membuat masyarakat gamang sehingga selalu diperhadapkan pada persoalan sulit terkait legalitas kepemilikan," kata Sudarsono.

Sementara itu, Direktur Pengaturan dan Penetapan Hak Atas Tanah Ruang, Kementerian ATR/BPN Husaini mengatakan pemerintah masih menganggap sertifikat tanah itu sebagai legalitas kepemilikan sah yang sepanjang tidak perubahan berdasarkan keputusan pengadilan. "Semua ini berlaku bagi semua sertifikat, apalagi sertifikat yang telah berumur lama hingga 35 tahun," kata Husaini.

Sementara itu, Dewan Pakar Persaki, Petrus Gunarso mengingatkan, tanpa perubahan sistem dalam penetapan kawasan hutan, maka kepastian berusaha dan kepastian hak akan tanah akan selamanya terpasung. Dalam hal ini, Kementerian LHK seharusnya berperan sebagai pengayom bagi seluruh sektor karena fungsi jamak dari hutan.


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top