Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2024 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Jum'at, 27 Mar 2020, 06:30 WIB

Kita Bukan Tidak Punya Ahli, tapi Terlalu Banyak 'Meeting'

Foto: KORAN JAKARTA/ SELOCAHYO

Jumlah negara yang mengonfirmasi kasus positif virus korona sampai Kamis (26/3) terus bertambah. Menurut data Worldometers, 198 negara telah mengonfirmasi kasus positif Covid-19. Pasien positif korona tercatat 467.520 orang. Sebanyak 21.174 orang meninggal dunia, dan 113.808 pasien sembuh.

Sementara di Indonesia, sejak Rabu (25/3) pukul 12.00 WIB hingga Kamis (26/3) pukul 12.00 ada penambahan 103 pasien positif baru. Total positif korona saat ini sebanyak 893 orang.

Berbagai kebijakan telah diambil pemerintah untuk mencegah penyebaran epidemi yang mematikan ini. Untuk membahas kebijakan pemerintah itu, Koran Jakarta mewawancarai penemu vaksin virus H5N1 (flu burung), sekaligus Guru Besar Ilmu Biokimia dan Biologi Molekular, Universitas Airlangga (Unair), Chairul Anwar Nidom. Berikut petikannya.

Apa komentar Anda terhadap kebijakan pemerintah dalam mengantisipasi virus korona?

Belum terlihat arah yang terstruktur. Walaupun ada gugus tugas, tapi masih banyak yang jalan sendiri-sendiri. Belum ada keseragaman tindakan atau pernyataan. Yang ada baru tata cara pencegahan, tinggal di rumah dan sebagainya. Namun, bagaimana membangkitkan solidaritas sosial belum ada, padahal ini yang penting dalam keadaam seperti ini.

Akhirnya, masyarakat panik sendiri terkena pengaruh medsos yang sangat kuat. Pemerintah tidak menjadi komando. Juru Bicara dan kepala daerah bisa beda bicaranya.

Bagaimana sebenarnya khasiat obat-obatan dengan chloroquine hydrochloride?

Obat-obat itu seperti yang diberitakan, semacam tidak ada rotan akar pun jadi. Sebenarnya hanya untuk mengendalikan gejala demamnya. Tapi masalahnya obat-obat ini bisa dibeli bebas. Kalau masyarakat yang tidak paham, terus diminum karena mengira bisa mencegah atau dosisnya berlebih, bahayanya bisa melebihi Covid-19. Bisa menimbulkan toksisitas (keracunan), bisa berlangsug lama pada beberapa bagian tubuh.

Langkah apa yang sebaiknya diambil, perlukah lockdown?

Saya agak berbeda dalam menyikapi lockdown. Kita jangan dicucuk hidungnya karena belum tentu rekomendasi WHO sesuai dengan karakter dan kondisi di sini. Apakah dengan tinggal di rumah, setiap anggota keluarga bisa tetap terpisah di kamar masing-masing? Kecepatan virus ini menyebar melebihi virus-virus lain. Berarti berdasarkan pergerakan orang yang membawa virus. Artinya, orang boleh bergerak, tapi pada titik pertemuan harus dikendalikan.

Jadi, di sini yang kurang adalah pemahaman. Virus menular lewat tetesan ludah (batuk) dan masuknya lewat hidung, mulut, dan mata. Jadi, sosialisasi ini saja yang digencarkan agar masyarakat paham. Kita juga perlu menyelamatkan ekonomi saat wabah meluas. Kalau kita memilih penanganan total, apakah ekonominya bisa pulih kembali.

Bagaimana dengan upaya rapid test?

Yang didatangkan adalah kit test serology, untuk mengukur orang yang sudah keluar antibodinya. Bagaimana dengan yang belum? Artinya, ini belum sepenuhnya akurat. Seharusnya kit test yang dipakai adalah yang antigen, untuk swap, lebih akurat. Tapi yang sekarang tetap bisa digunakan, setelah awalnya menggunakan yang antigen.

Ada pendapat yang mengatakan Indonesia diramalkan yang paling lama pulih dari pandemi ini?

Saya percaya itu. Kita bukan tidak punya ahli, tapi terlalu banyak meeting dan membuat kebijakan, tapi tidak pandai menjalankannya. Jadi, nomor satu membangun solidaritas menghadapi musuh tidak terlihat. Buat peta-peta merah, misalnya peta Jabodetabek, Surabaya plus Sidoarjo, dan seterusnya.

Perlu ketegasan kepemimpinan gugus tugas. Kepala daerah tidak boleh bicara, mereka jalankan kebijakan yang dibuat apa kata gugus tugas. n selocahyo/P-4

Redaktur: Khairil Huda

Penulis:

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.