Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Kiprah Dokter yang Melawan Kekerasan Senjata Api di AS

Foto : AFP/WG DUNLOP

KAMPANYE SAKRAN l Dokter Joseph Sakran memperlihatkan bekas luka dilehernya akibat terkena tembakan senjata api pada 1994. Saat ini dokter Sakran mengkampanyekan bahwa kekerasan akibat senjata api sebagai krisis kesehatan di AS.

A   A   A   Pengaturan Font

Ketika masih berusia 17 tahun, Joseph Sakran, tertembak di bagian lehernya saat terjadi perkelahian usai pertandingan sepak bola gaya Amerika antar-SMU yang digelar di Kota Burke, Virginia, Amerika Serikat (AS). Namun ia berhasil diselamatkan walau luka tembaknya yang diterima menyebabkan ia hampir kehilangan nyawanya.

Mukjizat bahwa ia bisa selamat dari malapetaka itu justru membulatkan tekad Joseph untuk berprofesi menjadi seorang dokter. Saat ini Sakran jadi ahli bedah yang menangani korban penembakkan di Johns Hopkins Hospital, Baltimore, Maryland, AS. Di rumah sakit ini, Joseph, 41 tahun, menjabat pula sebagai direktur bedah umum darurat.

"Kekerasan akibat senjata api di AS merupakan sebuah krisis kesehatan dimana profesi medis bisa menangani sekaligus membantu untuk melawannya," kata Sakran pada awal Januari lalu.

Berkat keteguhannya menyuarakan kampanye melawan kekerasan dengan senjata api, Sakran berhasil menyatukan dokter, perawat, dan orang-orang lain untuk menentang pelobi dari National Rifle Association (NRA), sebuah organisasi di AS yang membela hak penggunaan senjata api.

"Saat kita memperhatikan terjadinya kekerasan akibat senjata api, tak diragukan lagi hal itu merupakan sebuah krisis kesehatan publik yang dihadapi negeri ini," ucap Sakran. "Kematian akibat senjata api harus mendapat pendekatan seperti halnya pada ancaman kesehatan utama seperti merokok dan obesitas," imbuh dia.

Ditambahkan oleh Sakran bahwa luka akibat tembakan senjata api bisa dihindari dan sebagai petugas medis serta ilmuwan, sudah jadi tanggung jawab profesinya untuk mencegah terjadinya korban akibat kekerasan senjata api.

Menurut pandangan Sakran pelarangan tak akan bisa mengakhiri jatuhnya korban jiwa akibat kekerasan oleh senjata api.

"Pada era '60-an hingga '70-an, banyak orang tewas akibat kecelakaan lalu lintas dan kita sama sekali tak menyingkirkan kendaraan, namun berupaya bagaimana membuat kendaraan agar kian aman," kata dia.

Garis Depan

Walau isu ini amat kritis, upaya untuk mengangkat masalah ini melalui jalur legal, selalu mengalami kemandekan di level federal. Berdasarkan data yang dipegang Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit AS, sepanjang 2017 senjata api tercatat telah membunuh hampir 40 ribu orang di AS.

Menurut Sakran, saat ini terjadi kemarahan di AS, bukan semata-mata dari komunitas medis, namun juga dari warga AS yang memiliki maupun tak memiliki senjata api, karena mereka sama sekali tak dilibatkan dalam upaya mencari solusi bagi mengakhiri kekerasan dengan senjata api.

Karena kebuntuan itu, Sakran pun mulai berkampanye di media sosial untuk memperjuangkan idealismenya yang intinya bahwa profesi medis berada pada jalurnya dalam diskusi yang membahas kekerasan akibat senjata api.

"Upaya ini merupakan sebuah kerja sama yang melibatkan banyak warga AS dengan tujuan mewujudkan agar masyarakat kita tetap aman," kata Sakran.

"Kita berada di garis depan dalam merawat pasien korban kekerasan senjata api dan kami pula yang menyaksikan masa-masa kritis dan kesulitan dari para korban maupun keluarganya,"pungkas Sakran.AFP/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : AFP

Komentar

Komentar
()

Top