Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Kini Bola Hukuman Koruptor Kelas Mafia yang Lari ke Singapura, Ada di Tangan DPR

Foto : Istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Sebagaimana diketahui, perjanjian yang membuat Singapura tak bisa jadi tempat berlindung koruptor kelas kakap atau mafia sudah ditandatangani antara Presiden Jokowi dan Presiden Singapura.

Namun, melalui rilis Kementerian Komunikasi, Menkumham Yasonna menjelaskan, Perjanjian Ekstradisi yang ditandatangani kembali pekan lalu di Bintan itu, "Meski Perjanjian Ekstradisi itu sudah ditandatangani, namun kita semua masih harus menunggu perjanjian itu diratifikasi oleh DPR-RI."

Berikut keterangan jelas mengenai perjanjian ektradisi tersebut.

Ya, pemerintah tak pernah kendor dalam memberantas tindak pidana yang bersifat lintas batas negara seperti korupsi, narkotika, dan terorisme.

Setidaknya itu tercermin dari substansi perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura yang ditandatangani oleh Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) RI, Yasonna H. Laoly, dan Menteri Hukum Singapura, K. Shanmugam, di The Sanchaya Resort Bintan, Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan Riau, Selasa(25/1) lalu.

Penandatanganan itu, disaksikan Presiden RI Joko Widodo dan Perdana Menteri (PM) Singapura Lee Hsien Loong.

"Untuk perjanjian ekstradisi yang baru, masa retroaktif diperpanjang (dari) yang semula 15 tahun, menjadi 18 tahun sesuai dengan pasal 78 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)," tutur Presiden RI Jokowi dalam konferensi pers yang disiarkan kanal YouTube Sekretariat Presiden, Selasa (25/1).

Perpanjangan masa retroaktif, artinya perjanjian ini berlaku surut terhitung tanggal diundangkannya) selama 18 tahun ke belakang. "Selain masa retroaktif, Perjanjian Ekstradisi ini juga menyepakati bahwa penentuan kewarganegaraan pelaku tindak pidana ditentukan pada saat tindak pidana dilakukan. Hal ini untuk mencegahprivilegeyang mungkin timbul akibat pergantian kewarganegaraan dari pelaku tindak pidana guna menghindari proses hukum," ujar Menteri Yasonna usai penandatanganan.

Penjelasan dalam hukum internasional, ekstradisi merupakan sebuah proses satu negara - seperti halnya Indonesia - dapat meminta orang yang menurut hukumnya, dinilai melakukan kejahatan meskipun yang bersangkutan berada di luar negeri - seperti di Singapura misalnya. Maka, kesepakatan dalam Perjanjian Ekstradisi biasanya menjadi dasar bagi suatu negara meminta pemulangan seorang tersangka yang berada atau tengah ditahan di negara lain.

Orang yang diekstradisi termasuk yang telah didakwa atas kejahatan, tetapi belum diadili. Orang yang diadili tetapi berhasil melarikan diri dari penahanan, pun juga yang dihukum secarain absentiajuga masuk dalam kategori yang bisa diekstradisi.

Selain perjanjian ekstradisi dengan Singapura, RI telah lebih dulu juga memiliki perjanjian ekstradisi dengan beberapa negara jiran lainnya yakni Malaysia, Filipina, Vietnam, Thailand, Australia, Republik Rakyat Tiongkok, Hong Kong, dan Korea Selatan.

Lebih jauh, Menkumham Yasonna juga menjelaskan bahwa perjanjian ini mencakup 31 jenis tindak pidana yang pelakunya dapat diekstradisi, seperti di antaranya tindak pidana korupsi, pencucian uang, suap, perbankan, narkotika, terorisme, dan pendanaan kegiatan yang terkait dengan terorisme.

"Perjanjian ekstradisi ini akan menciptakan efek gentar bagi pelaku tindak pidana di Indonesia dan Singapura," katanya lagi.

Dalam pertemuan di Bintan itu, Presiden Jokowi dan PM Lee juga menyaksikan penandatanganan 15 dokumen lainnya dalam bidang kerja sama strategis kedua negara di bidang politik, hukum, keamanan, ekonomi dan sosial budaya. (YK/N-3)


Redaktur : Eko S
Penulis : -

Komentar

Komentar
()

Top