Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Revisi Ekonomi AS - Pemerintah Harus Lakukan Antisipasi melalui Diversifikasi Produk

Kinerja Ekspor Sedikit Terganggu

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA- Direktur CORE, M Faisal, di Jakarta, pekan lalu, mengatakan revisi pertumbuhan AS akan memengaruhi ekonomi global karena AS merupakan negara dengan skala ekonomi terbesar di dunia. Dampak langsung dari pelambatan ekonomi negara Paman Sam itu terhadap Indonesia terutama pada ekspor karena negara tersebut merupakan salah satu mitra dagang utama Indonesia, terutama ekspor produk alas kaki dan tekstil.

"Dari perdagangan memang ada, tetapi tidak sebesar pengaruhnya ketika terjadi pelambatan ekonomi Tiongkok," kata Faisal. Sementara itu, dampak tidak langsung ke Indonesia berkaitan dengan arus portofolio di pasar keuangan dan sedikit memengaruhi investasi. Para pelaku pasar domestik selama ini cenderung mencermati kebijakan Bank Sentral AS, Federal Reserve menaikkan suku bunga acuannya Fed Fund Rate/FFR yang terlalu tinggi bisa memicu capital outflow atau pelarian modal asing dari emerging market ke AS.

Dengan revisi tersebut, maka kekahawtiran akan kenaikan FFR yang lebih cepat bakal sirna, sehingga pelaku pasar di emerging market cenderung tidak merealokasi portofolionya ke pasar yang lebih menjanjikan yield atau imbal hasil yang lebih tinggi. "Pemulihan ekonomi yang tadinya diharapkan terjadi sejalan dengan Trump, tidak secepat yang diperkirakan.

Jadi arus modal, keluar dari emerging market juga tidak sebesar yang diperkirakan sebelumnya," katanya. Secara umum, dia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesian akan bergerak di rentang 5,1-5,2 persen dengan penopang utamanya konsumsi masyarakat dan investasi yang diperkirakan tumbuh 5 persen dan ekspor yang bakal tumbuh 8 persen.

Diversifikasi Pasar

Sementara itu, ekonom Indef, Abra Talattov, mengatakan ada dampak positif dan negatif dari revisi proyeksi IMF karena menunjukan penurunan keyakinan terhadap ekonomi AS. "Dampaknya secara tidak langsung, AS kan jadi salah satu pasar ekspor kita sehingga tentu akan berpengaruh signifikan," kata Abra.

Selain itu, proyeksi tersebut juga menunjukkan AS kesulitan memperbaiki perekonomianya, sehingga menjadi sinyal untuk The Fed apakah akan menaikkan suku bunga acuan mereka atau pelonggaran. "Kalau prediksi terjadi penurunan The Fed tidak akan mengikuti turun atau minimal tetap atau kenaikan pun tidak seperti yang diekspektasikan. Itu sebenarnya dampaknya positif," kata Abra.

Ketika The Fed tidak menaikkan suku bunga acuan maka capital outflow tidak akan terjadi. Selain itu, BI Rate juga akan mengikuti juga dengan tetap menahan suku bunga acuan di 4,75 persen. "Dampaknya ke perbankan kita tidak menaikan suku bunga kredit. Ini ya satu sisi, ada dampak negatif, dari sisi moneternya ada dampak positif," kata Abra.

Untuk mengantisipasi pelambatan ekonomi AS, yang berdampak pada ekspor, cara klasik yang bisa dilakukan adalah diversifikasi pasar. Antisipasi lain, kebijakan Trump yang cenderung proteksionis harus meningkatkan daya saing dan harga. "Kalau pertumbuhan Indonesia tetap seperti yang diproyeksi pemerintah. Rasanya belum ada revisi.

Malah ada optimisme," katanya. Abra mengingatkan, meski tidak ada perubahan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia, tetapi seyogyanya diarahkan kepada pertumbuhan ekonomi yang berkualitas terutama pengentasan kemiskinan dan mengurangi pengangguran.

Baca Juga :
Menanti Rapat The Fed

ach/E-9


Redaktur : Vitto Budi

Komentar

Komentar
()

Top