Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Neraca Perdagangan

Kinerja Ekspor Bakal Terganggu

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) harus memperkuat sinergi untuk mengantisipasi dampak dari ancaman resesi global. KSSK diminta menyiapkan road map atau peta jalan yang jelas agar Indonesia terhindar dari tekanan ekonomi global.

Anggota Komisi XI DPR RI, Kamrussamad, menegaskan menghadapi situasi yang makin tak pasti ini, KSSK harus memperkuat sinergi dan ada road map yang jelas untuk mengantisipasi berbagai dampak buruk. Perekonomian Amerika Serikat (AS) telah masuk dalam resesi teknis sepanjang semester pertama tahun ini.

Sebagai catatan, ekonomi AS pada kuartal II-2022 kembali tumbuh negatif 0,9 persen, lebih baik dibandingkan kontraksi pertumbuhan pada kuartal I-2022 sebesar 1,6 persen. Dalam teori ekonomi, negara mengalami resesi secara teknis apabila pertumbuhan ekonominya terkontraksi dalam dua kuartal berturut-turut.

Menurut Kamrussamad, kondisi tersebut makin menambah tekanan bagi perekonomian global, selain resesi Tiongkok, serta perang Ukraina-Russia yang terus berkepanjangan. Dia memperingatkan resesi AS bisa berdampak bagi Indonesia.

"Ekspor RI akan tertekan karena AS bakal berhemat dan mengurangi impor," ujarnya di Jakarta, Selasa (2/8).

Ancaman Lain

Selain itu, lanjut dia, ancaman krisis lainnya adalah kontraksi pertumbuhan ekonomi Tiongkok. Hal ini diperparah dengan konflik geopolitik antara Russia-Ukraina yang belum reda. Hal tersebut akan berdampak pada kinerja ekspor Indonesia. "Masalah ini krusial, terutama bagi kinerja ekspor kita," terang Kamrussamad.

Negara seperti AS, Tiongkok, dan Eropa, menurutnya, adalah negara-negara tujuan ekspor Indonesia. "Jadi, kalau mereka melemah, permintaan ekspor turun dan harga komoditas turun. Hal itu diperparah dengan kenaikan suku bunga The Fed. Kenaikan suku bunga ini akan direspons dengan investor beramai-ramai menarik dananya dalam jumlah besar," jelasnya.

Hal itu terjadi sejak Mei 2022. Investasi sebanyak 32,12 triliun rupiah pada Mei, lalu turun menjadi 15,51 triliun rupiah pada Juni 2022, dan kembali naik menjadi 29,15 triliun rupiah pada Juli 2022.

Meskipun Menteri Keuangan, Sri Mulyani, menilai kondisi tersebut tidak membuat rupiah melemah secara signifikan, tetapi ancaman krisis yang datang dari tiga penjuru akan membuat dampak lebih besar dari sebelumnya.


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top