Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2024 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Sabtu, 19 Sep 2020, 03:00 WIB

Ketua Satgas Penanganan Covid-19, Doni Monardo Penemuan Vaksin Tak Jamin Kehidupan Kembali Normal

Foto: ISTIMEWA

Wabah korona atau Covid-19 terus mengalami peningkatan yang semakin mengkhawatirkan. Kondisi itu semakin membuat upaya penanganan wabah yang mulai merebak di Indonesia sejak awal Maret lalu itu jelas kian berat.

Tugas berat harus dipikul oleh Doni Monardo, yang mendapatkan mandat untuk menanggulangi wabah Covid-19 sebagai Ketua Satgas Penanganan Covid-19.

Kondisi semakin mengkhawatirkan karena sejak Juli lalu terjadi gelombang kedua Covid-19 di wilayah DKI Jakarta dan Jawa Timur.

Kondisi itu membuat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kembali menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) mulai 14 September kemarin.

Mengenai penerapan PSBB yang kembali diterapkan oleh Pemprov DKI dan penanganan Covid-19 di Indonesia, berikut perbincangan wartawan Koran Jakarta, Mohammad Zaki Alatas, dengan Ketua Satgas Penanganan Covid-19, Doni Monardo, dalam beberapa kesempatan belum lama ini. Berikut petikan wawancaranya.

Yang banyak ditanyakan oleh netizen, apakah Satgas dilibatkah dalam penerapan PSBB di Jakarta?

Seperti yang diketahui bahwa kami selalu menjaga hubungan baik dan melakukan koordinasi dengan semua pemerintah provinsi dalam mencegah penyebaran virus, termasuk DKI Jakarta. Bahkan, Satgas Penanganan Covid-19 dilibatkan dalam perumusan Peraturan Gubernur Nomor 88 Tahun 2020 tentang Aturan Baru Penerapan PSBB di DKI Jakarta. Dan saat pergub Jakarta mau diterbitkan, Ketua Tim Pakar Satgas Covid-19, yakni Profesor Wiku, ikut dilibatkan.

Apakah koordinasi tersebut sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pemerintah pusat?

Tentu. Kami mengikuti arahan Menteri Koordinator Perekonomian, Bapak Airlangga Hartarto, dalam hal menjaga koordinasi dengan pemerintah daerah. Bahkan tidak hanya itu, ini sesuai arahan Presiden Jokowi, semua pengambil kebijakan terlebih dahulu harus melakukan koordinasi agar keputusan yang diambil memberikan manfaat yang besar kepada masyarakat secara luas.

Apakah ada pesan khusus dari Pak Presiden?

Ada penekanan dari Pak Presiden Jokowi terkait masalah pengambilan keputusan yang berdampak pada kepentingan masyarakat secara luas. Presiden meminta semua pengambil kebijakan agar bisa melakukan koordinasi sehingga keputusan yang dihasilkan betul-betul mampu memberikan manfaat yang besar kepada masyarakat, baik dari aspek kesehatan atau aspek-aspek lainnya.

Bagaimana dengan status PSBB di DKI Jakarta jilid kedua ini?

Jadi begini, saya katakan bahwa dari awal Pemerintah DKI Jakarta itu belum pernah mencabut status PSBB. Saya ulangi lagi, sejak awal pemberlakuan PSBB, Pemerintah DKI Jakarta belum pernah mencabut. Jadi sepanjang waktu sampai dengan sekarang ini adalah ya PSBB. Jadi, DKI Jakarta sekali lagi tidak pernah mengubah status, selalu PSBB.

Apakah hal ini sesuai dengan aturan yang ada?

Menurut saya, apa yang dilakukan oleh Pemerintah DKI Jakarta sudah tepat dengan mengambil langkah untuk mengeluarkan aturan PSBB melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 11 Tahun 2020 tanggal 13 Maret. Kendati pemerintah juga memiliki opsi untuk menerapkan Undang-Undang No 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Dalam hal ini, selama status kekarantinaan yang diambil tiap pemerintah daerah masih dalam koridor pada Perpres No 11/2020 tersebut, maka aturan itu harus ditaati oleh seluruh aspek.

Sebelum diterapan PSBB di DKI Jakarta, kondisi terkait kasus Covid-19 di Jakarta ini seperti apa?

Kondisi perkembangan kasus Covid-19 belakangan ini mengharuskan sejumlah daerah bertindak cepat mengantisipasi. DKI Jakarta, misalnya, diketahui selama lima minggu terakhir berada pada zona merah. Dan khusus PSBB di DKI Jakarta menjadi sorotan karena akhir-akhir ini terjadi peningkatan kasus.

Apakah kondisi tersebut sudah terjadi lama?

Selama lima minggu terakhir, DKI Jakarta memang dalam kondisi di mana kota-kotanya berada dalam zona merah. Kondisi ini relatif berlangsung tetap merah, kecuali beberapa ada yang pernah turun ke zona oranye dan kembali menjadi merah. Hal ini menunjukkan kondisi dengan tingkat penularan yang cukup tinggi, maka dari itu perlu pengetatan.

Jadi, apakah langkah PSBB di DKI Jakarta itu merupakan langkah tepat untuk diambil?

PSBB ini sudah harus kita lakukan sejak awal untuk menekan persebaran dan kematian, tetapi kondisi itu belum sempurna. Kita harus menerima kenyataan ini. Kita harus mundur satu langkah, untuk bisa melangkah kembali ke depan dengan lebih baik.

Apakah langkah Pemprov DKI itu Didukung oleh Satgas Penanganan Covid-19?

Sebelum ada keputusan yang diambil oleh Bapak Gubernur DKI Jakarta, beliau juga selalu konsultasi kepada saya. Dan dalam memberikan rekomendasi kepada setiap daerah, termasuk Pemerintah DKI Jakarta, kami juga secara tegas mengatakan bahwa implementasinya harus selalu melihat dari data valid sebagai acuan. Sehingga keputusan yang diambil tidak salah langkah dan justru memperburuk keadaan.

Lantas datanya seperti apa?

Data masih menunjukkan adanya peningkatan kasus, maka tiap daerah termasuk DKI Jakarta akan diminta untuk tidak melakukan pelonggaran aturan. Jadi, kalau kemarin implementasi dari aturan itu cenderung agak dilonggarkan nah sekarang agak diketatkan, tetapi ingat. Tidak ada perubahan status.

Tapi, pengetatan ini bukan lockdown?


Saya tegaskan bahwa PSBB bukan karantina wilayah, atau seperti yang lebih dikenal adalah lockdown ya. Kalau lockdown baru itu pelarangan (segala aktivitas). Presiden dari awal tidak memilih opsi itu, karena kalau itu diambil maka masyarakat kita yang bekerja harian tidak akan bisa mendapat penghasilan.

Apakah status tersebut dapat berubah?

Jadi, dalam konsep Satgas Penanganan Covid-19 atau Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 sebelumnya, seluruh pengambilan dan implementasi dari setiap kebijakan ada tahapan-tahapan yang harus dijalani. Adapun tahapan-tahapan tersebut, meliputi prakondisi seperti simulasi, timing, prioritas, koordinasi pusat, dan daerah yang dilanjutkan monitoring dan evaluasi. Jadi, kalau ada yang kira-kira perlu dievaluasi atau perlu diubah ya tahapan itu yang dilakukan. Selama konsep ini berjalan dengan baik, saya rasa tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

Bagaimana dengan keterbatasan tempat isolasi?

Kami telah menyiapkan lebih banyak tempat untuk isolasi mandiri agar tidak ada masyarakat yang melakukan isolasi mandiri di daerah atau rumah yang secara kesehatan tidak memadai. Ini semuanya kita fasilitasi, termasuk hotel bintang 2-3 yang telah kami koordinasikan.

Bagaimana dengan daya tampung rumah sakit?

Rumah Sakit darurat di Wisma Atlet masih banyak tersedia tempat tidur untuk pasien gejala ringan dan sedang sebanyak 3.000 tempat tidur di tower 6 dan tower 7. Jadi dari total bed untuk pasien sedang-ringan berjumlah 3.000 bed. Yang terisi baru sekitar 1.600 bed saja. Untuk flat isolasi mandiri tower 4-5, sudah beroperasi tower 5 dengan kapasitas 1.600 bed. Dan baru terisi sekitar 85 bed tadi malam. Dan ini bisa diikuti secara real time lewat data Puskes TNI dan siapa saja yang nanti diterima adalah mereka yang sudah dapat rekomendasi/rujukan dari puskesmas daerah masing-masing.

Apakah hal tersebut sudah disampaikan ke Pemprov DKI?

Sudah. Kami menyampaikan kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bahwa pemerintah telah menyiapkan hotel di wilayah terdekat jika flat di Wisma Atlet tidak mencukupi. Apabila flat 4 dan 5 ini tidak lagi mencukupi maka kita telah siapkan hotel di wilayah terdekat baik di Jakpus, Jaktim, Jakbar, dan Jaksel. Sehingga kekhawatiran masyarakat tentang penuhnya ruang isolasi ini bisa kita carikan solusinya.

Terkait rencana Pemprov DKI yang akan mengunakan GOR bagaimana?

Kami juga berpesan kepada Gubernur DKI Jakarta, Bapak Anies Baswedan, untuk tidak menggunakan GOR dan Balai yang kualitasnya tidak memungkinkan dalam perawatan untuk isolasi mandiri. Selain itu, jika dilakukan di GOR dapat mengganggu kenyamanan masyarakat sehingga yang mendapat perawatan bisa lebih maksimal.

Menurut Anda, seperti apa karakteristik penduduk DKI dalam menghadapi korona ini?

Iya, jadi dari survei yang kami lakukan, ada masyarakat menganggap dirinya kebal terhadap Covid-19. Sehingga merasa tidak akan terpapar. Parahnya, masyarakat yang memiliki kepercayaan tersebut paling banyak berada di Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Timur. Sehingga wajar bila akhirnya kasus positif Covid-19 banyak ditemukan di dua provinsi tersebut.

Lantas bagaimana dengan vaksin?


Pemerintah, Bapak Presiden dengan sejumlah menteri telah berusaha untuk bisa mendapatkan vaksin dalam jumlah yang cukup bagi masyarakat kita semuanya, termasuk upaya menemukan obat yang mujarab untuk Covid-19. Pemerintah terus berupaya menyediakan vaksin baik buatan luar negeri yang kini tengah uji klinis maupun vaksin dalam negeri yakni vaksin merah putih yang masih tahap awal.

Apakah dengan adanya vaksin kita akan kembali ke kehidupan normal?


Belum tentu. Walaupun nanti ada vaksin, walaupun nanti ditemukan, belum tentu serta-merta Covid ini akan berakhir, dan kita juga tentunya harus mempersiapkan diri untuk jangka waktu yang sangat panjang karena belum ada satu pun ahli dan pakar yang bisa menentukan wabah ini akan berakhir.

S-2

Redaktur: Sriyono

Penulis:

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.