Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kesejahteraan Rakyat - 40 Persen Masyarakat Lapisan Bawah Harus Diberi Perhatian

Ketimpangan di Perdesaan Naik, Perkuat Sektor Pertanian

Foto : koran jakarta/ones
A   A   A   Pengaturan Font

>>Selama ekonomi nasional tak berpihak pada pertanian, perdesaan sulit berkembang.

>>Kinerja pertumbuhan ekonomi harus lebih berkualitas guna mengatasi ketimpangan.

JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat ketimpangan di Indonesia yang diukur menggunakan rasio Gini pada Maret 2018 turun menjadi 0,389. Ini merupakan posisi terendah sejak September 2011.

Meskipun secara nasional rasio Gini menurun, tetapi berdasarkan jenis daerah belum merata. Sebab, rasio Gini di perdesaan justru meningkat dari 0,320 pada September 2017 menjadi 0,324 pada Maret 2018,

sedangkan di perkotaan rasio Gini turun dari 0,404 menjadi 0,401 pada periode yang sama. Menanggapi hal itu, peneliti Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) UGM, Sukamdi, mengemukakan penurunan rasio Gini nasional tidak paralel dengan indeks Gini antarwilayah, desa dan kota.

"Karena ketimpangan desa dan kota sejatinya adalah ketimpangan antarsektor ekonomi, yakni kota dengan sektor perdagangan dan sektor pertanian desa yang sama sekali tidak berkembang bahkan terus menurun," ungkap dia, ketika dihubungi, Senin (16/7).

Koefisien Gini atau rasio Gini berkisar antara nol hingga satu. Koefisien Gini bernilai nol menunjukkan adanya pemerataan pendapatan yang sempurna. Sedangkan semakin tidak merata distribusi pendapatan maka nilai rasio Gini makin mendekati satu.

Menurut Sukamdi, selama ekonomi nasional tidak berpihak pada pertanian yang basisnya adalah perdesaan maka tidak mungkin ekonomi desa akan meningkat.

Bahkan, desa akan terus menyumbang angka kemiskinan dan pengangguran. Kota pun tidak akan bisa menanggung beban urban karena desa tidak menawarkan apa-apa bagi pemuda desa.

"Jadi, membicarakan ketimpangan desa tidak akan pernah bisa dilepaskan dari kebijakan pertanian, keduanya satu paket," tukas dia.

Sayangnya, imbuh dia, sektor pertanian selama ini dibiarkan merana dan jauh dari sentuhan komprehensif dari kebijakan pembangunan negara. Padahal, pertanian tidak akan berjalan sendiri tanpa kebijakan ekonomi dan industri secara luas.

Sedangkan Kepala BPS, Suhariyanto, menyatakan meningkatnya tingkat ketimpangan di perdesaan memberikan warning bahwa 40 persen masyarakat lapisan bawah harus diberi perhatian.

Menurut dia, kenaikan rasio Gini di perdesaan lantaran kenaikan pengeluaran per kapita kelompok bawah lebih cepat dibandingkan kelompok menengah. Namun, kenaikan tersebut masih lebih lambat dari kenaikan pengeluaran kelompok atas.

Suhariyanto mengingatkan ke depannya pemerintah perlu lebih memperhatikan kinerja pertumbuhan ekonomi agar lebih berkualitas, khususnya pertumbuhan ekonomi yang bisa meningkatkan sektor padat karya, industri, dan pertanian. "Karena ini bisa menciptakan lapangan kerja, sehingga bisa memberikan upah bagi mereka," jelas dia, Senin.

Tidak Seimbang

Ekonom UMY, Ahmad Ma'ruf, mengatakan ketimpangan antarkelompok memang membaik. Namun, fenomena klasik desa versus kota yang tidak balance masih masih saja terjadi hingga kini.

Tak bisa dimungkiri, kata Ma'ruf, hal itu disebabkan urbanisasi. Apalagi, lapangan kerja di kota lebih menjanjikan ketimbang di desa. "Banyak bisnis di desa itu official-nya bukan di perdesaan, tapi di perkotaan.

Sehingga secara statistik perusahaan yang meskipun punya basis produksi di desa, tapi tercatat di perkotaan. Implikasinya ketimpangannya menjadi biasa atau terjadi deviasi," jelas dia.

Ma'ruf menambahkan infrastruktur menjadi faktor yang paling berpengaruh dalam persoalan ketimpangan. Sebanyak 40 persen desa terletak di pantai yang menyisakan masalah.

"Istilah teman-teman itu near poor, dekat dengan kemiskinan. Anda bisa lihat problema kemiskinan di nelayan. Jadi itu, cara nerobosnya ya dengan aksesnya diperluas," papar dia.

Terkait dengan efektivitas dana desa untuk menekan ketimpangan, Sukamdi menilai bahwa dana desa hanya menambah putaran dana di desa.

Namun, karena pertanian tidak berkembang uang yang ada kembali ke kota berupa pembelian barang-barang produksi kota yang didistribusikan sampai ke pelosok desa.

"Jadi, ada uangnya pun percuma kalau pertanian tidak bisa menghasilkan produk yang bisa dibeli. Produk desa tidak bisa bersaing dengan industri kota," jelas Sukamdi. ahm/YK/WP

Penulis : Eko S

Komentar

Komentar
()

Top