Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Strategi Pertumbuhan - Industri Manufaktur Masih Minim Manfaatkan Teknologi Digital

Ketimpangan Antar wilayah Picu Stagnasi Laju Pertumbuhan

Foto : Sumber: BPS – Litbang KJ/and
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Ketimpangan ekonomi antarwilayah di Indonesia dinilai menjadi faktor utama stagnasi laju pertumbuhan ekonomi di level lima persen belakangan ini. Guna mempersempit disparitas ekonomi tersebut, pemerintah perlu mendorong produktivitas pada berbagai sektor yang berpotensi memberikan kontribusi tinggi pada pertumbuhan dan penyerapan tenaga kerja, seperti usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) serta koperasi.

Ekonom UGM, Awan Santoso, mengemukakan untuk memperbaiki kesenjangan ekonomi antarwilayah tersebut, program pembangunan mesti disebar secara merata, tidak hanya Jawa sentris. "Jadi itu kuncinya. Kalau mau pertumbuhan ekonomi meningkat, tapi juga diikuti dengan penyebaran yang semakin rata, maka driver atau pendorongnya adalah ekonomi kerakyatan terutama UMKM dan koperasi," papar dia, di Jakarta, Kamis (11/4).

Menurut Awan, saat ini 96 persen lapangan kerja ada di sektor UMKM, namun tingkat pendapatannya masih relatif rendah. Padahal, mereka punya punya potensi kontribusi yang tinggi, tapi sayangnya tidak diimbangi imbalan yang tinggi. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi yang diperoleh hanya kecil dan harus dibagi ke banyak orang.

"Jadi, halhal seperti itulah yang menjadi sumber ketimpangan," jelas dia. Hal senada diungkapkan oleh Direktur Eksekutif Core Indonesia, Mohammad Faisal. Menurut dia, ketimpangan ekonomi antarwilayah di Indonesia selama 20 tahun terakhir masih tetap lebar. Distribusi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa masih yang dominan dibandingkan pulau lainnya, yaitu mencapai 59 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional.

"Disusul Sumatera 21 persen, Kalimantan delapan persen, Sulawesi enam persen, Bali dan Nusa Tenggara tiga persen, Maluku dan Papua tiga persen. Jadi tidak ada perubahan, tidak ada shifting," ungkap Faisal, belum lama ini. Guna mengatasi ketimpangan tersebut, Awan menyatakan diperlukan upaya untuk meningkatkan produktivitas sehingga pendapatan meningkat.

Sayangnya, saat ini banyak kendala yang harus dihadapi, misalnya keterbatasan distribusi. Terkait gencarnya pembangunan infrastruktur di luar Jawa, Awan menilai infrastruktur itu memang memberikan kontribusi positif terhadap produktivitas. Namun persoalan ekonomi rakyat, terutama koperasi, tidak sekadar soal infrastruktur.

"Dia lebih ke bagaimana organisasi bisa memiliki kapasitas terkait dengan produksi. Artinya, penguasaan bahan baku, termasuk juga sarana produksi, dan teknologi serta distribusi," jelas Awan.

Hambatan Transformasi

Sebelumnya, Asian Development Bank (ADB) menyatakan pengembangan industri manufaktur merupakan kunci penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Tanpa perbaikan dan pengembangan sektor manufaktur, sulit bagi Indonesia mengejar pertumbuhan ekonomi 5,5-6,3 persen pada periode 2020-2024.

Dalam laporan Asia Development Outlook 2019, belum lama ini, ADB menilai hambatan transformasi sektor manufaktur Indonesia terletak pada minimnya industri skala besar yang masuk ke sektor manufaktur. ADB menemukan justru 99 persen perusahaan manufaktur di Tanah Air didominasi skala usaha mikro dan kecil.

Padahal, usaha manufaktur skala mikro dan kecil umumnya memiliki produktivitas rendah dan kurang mampu mengadopsi kemajuan teknologi. Itulah sebabnya mengapa industri manufaktur Indonesia masih minim dalam memanfaatkan teknologi digital. Padahal, menurut ADB, teknologi itu memungkinkan industri manufaktur di negara lain menyederhanakan alur logistik, mengembangkan produk baru, dan menumbuhkan skala perusahaan mereka.

ADB juga menilai Revolusi Industri 4.0 tidak mengartikulasikan bagaimana pemerintah akan mengatasi masalah yang saling terkait, yaitu dominasi UMKM dan rendahnya penggunaan teknologi baru di bidang manufaktur. Menurut ADB, pemerintah mesti lebih intensif berkonsultasi dengan industri dan pelaku bisnis untuk merumuskan peta jalan kebijakan (roadmap) yang rinci.

"Roadmap harus fokus pada, antara lain bagaimana membantu UMKM mengadopsi teknologi baru, meningkatkan akses ke keuangan, berinvestasi dalam infrastruktur digital, dan meningkatkan difusi teknologi di seluruh perusahaan," jelas ADB.

ahm/SB/WP

Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top