Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kebijakan Moneter - Pelemahan Tajam Yuan Bakal Menyeret Rupiah

Ketidakpastian Global Meningkat, Rupiah Kembali Melemah

Foto : Sumber: Bloomberg – Litbang KJ/and
A   A   A   Pengaturan Font

>>BI diprediksi menaikkan bunga lebih tinggi jika terjadi capital outflow yang besar.

>>Trump sebut penguatan dollar terhadap yuan tidak menguntungkan bagi AS.

JAKARTA - Nilai tukar rupiah, Jumat (20/7), masih melanjutkan pelemahan setelah Bank Indonesia (BI) mempertahankan suku bunga acuan pada Kamis (19/7). Selain itu, sejumlah faktor eksternal juga dinilai mendorong pelemahan mata uang RI tersebut.

Faktor eksternal itu adalah kontradiksi sikap pemerintah dan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) mengenai suku bunga kebijakan moneter AS menimbulkan ketidakpastian global. Hal ini memicu kenaikan dollar AS terhadap sejumlah mata uang negara berkembang.

Di samping itu, pelemahan mata uang Tiongkok, yuan, pada beberapa hari terakhir juga turut menyeret pelemahan pada sejumlah mata uang Asia, termasuk rupiah.

Namun, di akhir perdagangan beberapa mata uang Asia berhasil kembali menguat. Pada perdagangan di pasar spot, Jumat, rupiah ditutup melemah 53 poin atau 0,37 persen menjadi 14.495 rupiah per dollar AS.

Ini merupakan pelemahan hari ketiga secara berturut-turut. Seperti dilansir Bloomberg, rupiah kemarin membukukan pelemahan mingguan keenamnya setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada 18-19 Juli 2018 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate di level 5,25 persen.

Sebelumnya, BI telah menaikkan suku bunga sebesar 100 basis poin (bps) dalam kurang dari dua bulan. Gubernur BI, Perry Warjiyo, mengatakan sikap kebijakan BI tetap hawkish dengan fokus bank sentral pada stabilitas ekonomi.

"Menurut kami, BI akan melakukan penaikan bunga lebih tinggi hanya jika terjadi arus keluar besar atau apabila depresiasi tajam rupiah terjadi lagi," tulis pakar strategi emerging markets Credit Agricole CIB, Samsara Wang, dalam risetnya.

Sementara itu, Deputi Gubernur BI, Erwin Rijanto, mengatakan kontradiksi sikap Presiden Donald Trump dan Bank Sentral AS mengenai suku bunga The Fed menimbulkan ketidakpastian bagi negara berkembang.

"Domestik tidak ada masalah, masalahnya adalah Trump yang membuat pernyataan berlawanan dengan Fed," ujar Erwin, Jumat. Arah perkembangan ekonomi AS menghentak pelaku pasar setidaknya dua kali pekan ini.

Gubernur The Fed Jerome Powell pada pidatonya awal pekan ini mengindikasikan konsistensi menaikkan suku bunga acuannya empat kali tahun ini.

Namun, Presiden Trump, Kamis waktu setempat, melontarkan kritiknya kepada Bank Sentral AS karena kenaikan suku bunga bisa menghambat percepatan pemulihan ekonomi AS.

Berbarengan dengan itu, eskalasi perang dagang antara dua Raksasa Ekonomi Dunia, AS dan Tiongkok, semakin meningkat setelah kontradiksi pernyataan Penasihat Ekonomi Gedung Putih, Larry Kudlow, dan Penasihat Ekonomi Senior Pemerintah Tiongkok Liu He.

"Tiongkok itu melakukan, misalnya devaluasi menurunkan kursnya berkaitan dengan 'perang dagang' itu," ujar Erwin.

Efek Yuan

Mata uang Tiongkok, yuan, terperosok menuju nilai terendah selama lebih dari setahun, Jumat, memperkeruh sentimen global dan memantik kekhawatiran bahwa pengelolaan mata uang Beijing bakal menjadi bahasan berikutnya dalam sengketa perdagangan dengan AS.

Kurs yuan terkoreksi mencapai 6,8128 terhadap dollar di pasar onshore setelah Bank Sentral Tiongkok sengaja melemahkan mata uangnya.

Hal ini memicu ketidakpastian di pasar saham Asia. Penurunan yuan terjadi sehari setelah Presiden Trump menyatakan kekhawatirannya bahwa "mata uang Tiongkok jatuh seperti batu" dan penguatan dollar AS "membuat posisinya tidak menguntungkan".

Komentar Trump menyulut pelemahan dollar hingga turun dari level tertinggi dalam setahun terakhir terhadap keranjang mata uang dunia.

Baca Juga :
Diperiksa KPK

Namun yuan, yang melemah akibat kekhawatiran soal perang dagang Tiongkok-AS dan perlambatan ekonomi Tiongkok, terpangkas 7,6 persen terhadap dollar sejak akhir kuartal pertama tahun ini.

"Pelemahan yuan masih menjadi sumber risiko bagi pasar uang global. Dan, penguatan dollar-yuan yang disengaja oleh bank sentral perlu dimonitor secara ketat," ujar ING Bank kepada nasabahnya.

Shusuke Yamada, ahli strategi mata uang dan ekuitas dari Bank of America Merrill Lynch di Tokyo, mengatakan ada beberapa saluran yang membuat pelemahan yuan memukul pasar saham Asia.

Pertama, yuan yang lebih lemah menantang daya saing ekonomi Asia lainnya. Kedua, mata uang yang melemah menimbulkan kekhawatiran modal asing akan meninggalkan Tiongkok dan mengganggu pasar modal mereka, sehingga menjalar ke seluruhan pasar regional Asia.

"Terakhir atau ketiga, yuan yang lebih lemah memperdalam kekhawatiran perang perdagangan baru dari Amerika," kata dia. AFP/SB/ahm/WP

Penulis : AFP, Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top