Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Rancangan KUHAP

Ketentuan Hukum Adat dalam RKUHP, Dikritik

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Ketentuan tentang hukum yang hidup dalam masyarakat yang ada dalam Rancangan Kitab Perundangundangan Hukum Pidana (KUHP) dikritik. Sebab ketentuan tersebut mengancam hak warga negara. Dengan ketentuan itu, polisi dan jaksa nantinya dapat memproses pidana semua perbuatan yang mereka anggap masuk dalam kategori hukum yang hidup dalam masyarakat, tanpa perlu dituliskan dalam aturan atau tanpa perlu ada ketentuan rumusan tegas dan jelas. "Saya pikir ini jelas menelanjangi prinsip asas legalitas yang justru ingin melindungi warga negara dari potensi kesewenang wenangan negara yang memiliki instrumen hukum pidana," kata Anggara Suwahju Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) di Jakarta, Kamis (4/7).

Menurut Anggara, asas legalitas adalah asas pertama dan utama dalam hukum pidana. Dalam KUHP saat ini, asas legalitas diletakkan pada Pasal 1 atau pasal pertama. Ini menunjukkan tanda betapa krusialnya ketentuan ini. Asas legalitas sering digambarkan dalam adegium "dikatakan tidak ada perbuatan, yang dapat dihukum tanpa peraturan yang mendahuluinya". Asas legalitas secara umum juga memberikan batasan terhadap kekuasaan Negara. Sehingga Negara tidak secara sewenang wenang dapat menentukan suatu perbuatan warga negara adalah perbuatan pidana sehingga dapat dihukum.

"Dalam perkembangannya asas legalitas diartikan dalam empat prinsip dasar yaitu lex scripta, lex certa, lex stricta dan lex praevia. Lex scripta artinya hukum pidana tersebut harus tertulis. Semua klausal itu sangat penting untuk diingat karena bukan saja sebuah asas namun sudah merupakan norma konstitusi Indonesia," tutur Anggara. Anggara juga menegaskan penerapan asas legalitas merupakan bagian dari non-derogable rights, atau hak yang tak boleh dikurangi dalam kondisi apapun. Bahkan hal itu tercantum dalam Pasal 28I UUD 1945 yang menyatakan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. Maka, dalam konteks pembaharuan hukum pidana saat ini, asas legalitas tidak kehilangan tempatnya sebagai prinsip utama dan pertama dalam hukum pidana.

"Rancangan KUHP memposisikan asas legalitas tetap menjadi pasal pembuka dalam KUHP. Namun, dalam pembahasan Rancangan KUHP ini nampaknya terdapat satu pasal yang dihadirkan oleh pemerintah yang menjadi sorotan dan tidak secara tegas dapat dijawab oleh ahli Pemerintah," katanya. Peneliti ICJR, Erasmus Napitupulu ikut menambahkan, rumusan Pasal 2 RKUHP, tanpa membutuhkan analisis yang panjang berarti dapat dianggap penyimpangan dari ketentuan Pasal 1 atau asas legalitas.

ags/AR-3

Penulis : Agus Supriyatna

Komentar

Komentar
()

Top