Ketahui Pengelolaan Nyeri pada Pengidap Kanker
Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif Pain Clinic RS Pondok Indah – Pondok Indah dr. I Gusti Ngurah Akwila Dwiyundha, Sp. An-TI.
Foto: istimewaJAKARTA - Nyeri merupakan keluhan yang paling banyak dialami pasien. Nyeri dapat mengganggu fisiologis dan psikologis, bahkan penurunan kualitas hidup. Manajemen nyeri yang tepat sangat dibutuhkan oleh pasien, tak hanya untuk meredakan rasa nyeri tetapi juga untuk meningkatkan kualitas kehidupannya.
"Nyeriadalah bentuk ketidaknyamanan, baik sensori maupun emosional, yang berhubungan denganrisiko atau adanya kerusakan jaringan tubuh," ujar Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif Pain Clinic RS Pondok Indah - Pondok Indah dr. I Gusti Ngurah Akwila Dwiyundha, Sp. An-TI., melalui keterangan tertulis Senin (23/9).
Klasifikasi nyeri berdasarkan lama waktunya dibagi dua yakni nyeri akut dan nyeri kronis. Nyeri akut merupakan nyeri yang timbul secara mendadak dan cepat menghilang, sedangkan nyeri kronis merupakannyeri yang timbul secara perlahan-lahan, biasanya berlangsung dalam waktu cukup lama.
Ia mengungkapkan nyeri juga dapat terjadi pada orang yang mengidap penyakit kanker. Lebih dari 50 persen pengidap kanker stadium awal hingga stadium menengah mengalami nyeri selama perjalanan penyakit kanker mereka. Sedangkan 90 pengidap kanker mengalami nyeri selama perjalanan penyakitnya.
"Nyeri pada pengidap kanker dapat berasal dari sel kanker, efek samping pengobatan, dan kondisi medis lainnya yang tidak terkait langsung dengan kanker," kata dr. Akwila.
Ia menerangkan, sel-sel abnormal tumbuh dan merusak jaringan di sekitarnya. Sel ganas yang terus membesar juga dapat menyebabkan tekanan pada saraf, tulang, atau organ sehingga menimbulkan rasa nyeri. Kanker yang sudah menyebar ke organ lain seperti tulang, juga dapat menimbulkan rasa nyeri luar biasa.
Nyeri dapat muncul akibat efek samping pengobatan kanker seperti kemoterapi, radiasi, pembedahan, dan konsumsi obat-obatan. Meski dapat membunuh sel kanker, terapi kanker juga dapat menimbulkan efek samping berupa munculnya nyeri kanker. Kondisi ini terjadi karena adanya gangguan pada saraf di sekitar lokasi tumbuhnya sel kanker.
Nyeri yang dirasakan pengidap kanker berbeda-beda, tergantung pada berbagai faktor seperti lokasi kanker dan penyebab kankernya. Selain itu, pada pengidap kanker, lokasi nyeri bisa jadi berbeda dengan sumber nyerinya.
"Misalnya, pada kasus kanker payudara yang menyebar ke tulang. Kondisi ini dapat menyebabkan nyeri tulang meskipun sel keganasan aslinya berada di payudara," jelas dr. Akwila.
Tingkat keparahan nyeri yang dialami pun dapat berbeda antara satu orang dengan yang lainnya, ada yang merasakan nyeri ringan, sedang, maupun nyeri yang sangat hebat. Jika nyeri akibat kanker sangat parah, penderitanya dapat mengalami kecemasan maupun depresi.
Oleh karena itu, manajemen nyeri kanker yang tepat sangat dibutuhkan. Di samping itu memahami dan mengidentifikasi sumber nyeri yang tepat, penting dalam perawatan dan manajemen nyeri.
"Meski banyak metode yang dapat digunakan untuk mengatasi nyeri kanker, dokter spesialis anestesiologi dan terapi intensif akan memberikan penanganan sesuai dengan kondisi pasien. Terkadang dokter bisa saja melakukan manajemen nyeri kanker dengan menggabungkan beberapa metode sekaligus," kata dr. Akwila
Perawatan dan Manajemen
Manajemen nyeri adalah sekumpulan prosedur medis yang dilakukan untuk meredakan atau menghilangkan rasa nyeri pada pasien, meningkatkan fungsi bagian tubuh yang nyeri, dan meningkatkan kualitas hidup pasien. Manajemen nyeri akan diberikan ketika pasien sudah merasakan nyeri yang signifikan atau berkepanjangan. Pendekatan komprehensif dan diagnostik yang akurat diperlukan untuk mengidentifikasi dan menangani sumber nyeri dengan efektif.
Harapannya, pasien mendapatkan perawatan yang sesuai dan dapat memiliki kualitas hidup yang lebih baik. Manajemen nyeridapat dilakukan dengan dua metode, pertama dengan manajemen nyeri farmakologi (terapi pengobatan pereda nyeri).
Kedua dengan manajemen nyeri non-farmakologi (penggunaan modalitas/teknologi medis atau prosedur tertentu), seperti stimulasi area nyeri dengan pemijatan, kompres dingin, kompres hangat, penggunaan modalitas Transcutaneous Electric Nerve Stimulation (TENS), teknik-teknik relaksasi, hingga terapi musik.
Salah satu prinsip manajemen nyeri yang digunakan untuk meredakan keluhan pengidap kanker adalah step ladder WHO. Secara garis besar, prinsip manajemen nyeri ini adalah mengatasi keluhan secara bertahap. Rute pemberian obatnya dimulai dengan cara diminum. Jika tidak memungkinkan, barulah obat antinyeri diberikan melalui rute lain, baik melalui lubang anus maupun pembuluh darah.
"Berikut ini adalah penjelasan singkat mengenai manajemen nyeri kanker berdasarkan prinsip step ladder yang dikeluarkan oleh WHO," kata dr. Akwila.
Tahap pertama diberikan untuk mengatasi nyeri ringan dengan pemberian obat analgesik dari kelompok non-opioid, contohnya adalah obat OAINS (obat antiinflamasi non-steroid), aspirin, dan parasetamol. Tahap ini juga dapat dibarengi dengan pemberian obat adjuvant (terapi/obat tambahan)
Tahap kedua diberikan jika nyeri masih menetap atau memburuk, dan dapat dikategorikan sebagai nyeri sedang. Dokter akan memberikan pereda nyeri yang berasal dari kelompok opioid lemah, seperti codein atau tramadol, dengan atau tanpa pemberian parasetamol dan obat adjuvant.
Tahap ketiga merupakan tahapan manajemen nyeri untuk nyeri sedang hingga berat. Dokter akan memberikan obat antinyeri dari kelompok opioid, seperti morphine, fentanyl, maupun oxycodone. Pada tahap ini, pengobatan juga dapat dilakukan bersama dengan pemberian obat dari kelompok non-opioid dengan atau tanpa pemberian terapi adjuvant.
"Pada dasarnya, terapi adjuvant dapat diberikan pada ketiga tahapan manajemen nyeri tersebut. Hal ini dilakukan untuk meredakan efek samping dari obat analgetik, meningkatkan efektivitas obat antinyeri, maupun penanganan keluhan psikologis yang terjadi bersamaan dengan timbulnya nyeri kanker," ujarnya.
Tahap keempat mencakup sejumlah prosedur non-farmakologis untuk menangani nyeri yang persisten, bahkan dalam kombinasi dengan opioid kuat atau obat-obatan lain. Langkah ini mencakup prosedur Interventional Pain Management dan minimal invasive seperti, analgesia epidural, menyuntikkan obat analgesik melalui saraf tulang belakang.
Selain itu pemberian obat analgesik dan anestesi lokal intratekal dengan atau tanpa pompa, metode menyuntikkan obat langsung ke reseptor sistem saraf pusat untuk mengurangi efek samping dan dosis sistemik. Prosedur bedah saraf untuk menghilangkan nyeri dengan memotong saraf tertentu di sumsum tulang belakang yang mengirimkan sinyal rasa sakit, misalnya, lumbar percutaneous adhesiolysis, dan cordotomy.
Strategi neuromodulasi, terapi yang bekerja langsung pada saraf dengan mengubah aktivitas saraf melalui pengiriman stimulus (berupa sinyal listrik) pada area yang ditargetkan. Neuromodulasi paling banyak diaplikasikan untuk kasus nyeri kronis, misalnya, stimulator otak dan spinal cord stimulation).
Nerve block atau memblok saraf tertentu penyebab rasa nyeri. Prosedur ablatif, prosedur yang menghancurkan saraf di area yang nyeri. Penghancuran saraf membantu mengurangi atau menghentikan sinyal nyeri, misalnya, alcoholization, radiofrequency, gelombang mikro, cryoablation ablations, laser-induced thermotherapy, irreversible electroporation, electro chemotherapy Cementoplasty, perawatan paliatif untuk kanker yang sudah menyebar (metastasis) ke tulang.
Perawatan tersebut dapat dilakukan sendiri atau sebagai tambahan perawatan lain, seperti radioterapi. Untuk mengurangi nyeri pada penderita kanker stadium lanjut dilakukan dengan radioterapi paliatif. Prosedur tindakan intervensi ini dilakukan dengan cara memasukkan obat, zat, atau alat ke dalam struktur tubuh atau bagian tubuh tertentu yang menjadi sumber nyeri.
Selanjutnya, obat atau zat tersebut akan memblok saraf secara tepat sasaran, menggunakan alat pemandu seperti ultrasonografi (USG) dan alat penunjang lainnya. Langkah ini efektif dalam menangani sejumlah kasus nyeri karena memiliki berbagai keunggulan.
Pertama tindakan bersifat minimal invasive, kedua menggunakan anestesi lokal sehingga risiko lebih kecil, ketiga obat dapat ditargetkan langsung dengan panduan ultrasonografi (USG), membantu pasien dalam mengurangi dan menghentikan konsumsi obat nyeri, serta recovery atau pemulihan lebih cepat.
"Penanganan nyeri merupakan hal yang kompleks, personal, dan berbeda bagi setiap pasien tergantung kondisi kesehatan yang dimiliki. Nyeri yang ditangani secara baik, terutama nyeri kronis, mampu meningkatkan kualitas hidup pasien terutama pada pengidap kanker," ujarnya.
Layanan Holistik Nyeri
RS Pondok Indah - Pondok Indah menghadirkan Pain Clinic yang menyediakan layanan lengkap, mulai dari diagnosis sumber nyeri hingga terapi. Dengan dukungan tim dokter spesialis anestesiologi dan terapi intensif yang berpengalaman dan teknologi medis terkini, klinik ini menawarkan pendekatan holistik yang mencakup penanganan medis, terapi fisik, dan dukungan psikologis, guna memberikan perawatan yang efektif dan aman.
"Salah satu keunggulan yang dimiliki oleh Pain Clinic RS Pondok Indah - Pondok Indah adalah dapat menerapkan prosedur step ladder WHO hingga tahap keempat dengan Interventional Pain Management (IPM)," ungkap dr. Akwila.
Terdapat beberapa pelayanan yang tersedia di Pain Clinic RS Pondok Indah - Pondok Indah. Layanan Initial Block, berfungsi untuk menentukan sumber nyeri, dibantu dengan USG guiding. Tindakan dilakukan dengan memprovokasi munculnya nyeri yang sama atau dengan menghilangkan nyeri melalui pemberian obat tertentu
Layanan Therapeutic Block, berupa tindakan kelanjutan dari Initial Block, untuk menghilangkan nyeri dengan efek jangka panjang. Secara lebih lanjut, tindakan ini dapat menggunakan modalitas radiofrekuensi.
Layanan Sympathetic Ganglion Block, tindakan ini dapat menghilangkan nyeri kronis yang berhubungan dengan peranan sistem saraf simpatis. Dilakukan dengan memblokade struktur ganglion simpatis dengan anestesi lokal dan menggunakan bantuan pencitraan fluoroskopi dan/atau USG.
Layanan Patient Controlled Analgesia (PCA) berupa metode yang aman dan efektif dalam manajemen pada pasien dengan nyeri akut. Prosedur dilakukan dengan pemberian obat analgesik melalui pembuluh darah vena secara intermitten sesuai kebutuhan pasien dan dapat dikendalikan oleh pasien sendiri Teknologi medis untuk hasil yang optimal.
Di Pain Clinic RS Pondok Indah - Pondok Indah terdapat teknologi medis terdepan untuk mengoptimalkan manajemen nyeri pasien, yakni Teknologi radiofrekuensi, yang digunakan untuk prosedur intervensi ablasi dan non-ablasi agar nyeri pada tulang belakang, sendi, dan serabut saraf perifer berkurang secara lebih tahan lama.
Teknologi USG guiding, berguna dalam memandu dokter agar lebih presisi dalam menentukan target tindakan. Computerized Ambulatory Drug Delivery (CADD) merupakan teknologi untuk terapi secara berkelanjutan maupun intermittent, sesuai dengan kebutuhan dan memudahkan mobilitas pasien.
Ia menerangkan, alat tersebut dilengkapi dengan PCA. Dengan fitur ini memungkinkan pemberian obat nyeri melalui pembuluh darah vena dengan metode minimum effective analgesic concentration (MEAC) atau konsentrasianalgesik efektifminimum.
"Kasus nyeri penting ditangani segera agar proses kesembuhan penyakit berjalan lebih optimal. Karenanya, konsultasikan keluhan nyeri akibat kanker Anda dengan dokter spesialis anestesiologi dan terapi intensif kami untuk memperoleh diagnosis dan penanganan medis yang tepat. Mari tingkatkan kualitas hidup dengan penanganan nyeri yang tepat," ajak dr. Akwila.
Redaktur: Aloysius Widiyatmaka
Penulis: Haryo Brono
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Indonesia Tunda Peluncuran Komitmen Iklim Terbaru di COP29 Azerbaijan
- 2 Sejumlah Negara Masih Terpecah soal Penyediaan Dana Iklim
- 3 Ini Kata Pengamat Soal Wacana Terowongan Penghubung Trenggalek ke Tulungagung
- 4 Penerima LPDP Harus Berkontribusi untuk Negeri
- 5 Ini yang Dilakukan Kemnaker untuk Mendukung Industri Musik