Kesuksesan Entrepreneur Muda Vietnam Ciptakan Revolusi Seruput Kopi
Bisnis Kopi l Pasangan pelanggan muda-mudi asyik nongkrong di sebuah kedai kopi di Hanoi, Vietnam, pada akhir Agustus lalu. Bisnis kedai kopi di Vietnam saat ini sedang menjamur dan setiap wirausahawan mengincar generasi muda untuk meramaikan bisnisnya.
Foto: AFP/Nhac NGUYENSetelah meninggalkan karier yang menguntungkan di bidang keuangan, Vu Dinh Tu membuka usaha kedai kopi tanpa memberitahu orang tuanya dan bergabung dengan gelombang wirausahawan muda Vietnam yang menggunakan espresso untuk menantang ekspektasi keluarga seputar pekerjaan.
Secara tradisional diminum tanpa tambahan apapun, terkadang dengan susu kental manis atau bahkan telur, kopi telah lama menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya Vietnam. Namun, memulai sebuah kafe bukanlah karier yang dipilih oleh banyak orang tua kelas menengah yang ambisius di Vietnam untuk anak-anak mereka.
"Awalnya keluarga saya tidak tahu banyak tentang hal itu," kata Tu, 32 tahun, kepada AFP. "Namun seiring dengan berjalannya waktu mereka mengetahuinya dan mereka tidak terlalu mendukung," imbuh dia.
Orangtua Tu kemudian berulang kali mencoba meyakinkan anaknya untuk tetap bekerja di bank investasi dengan gaji tinggi, tetapi ia bertahan dan membuka empat cabang kedai Refined selama empat tahun di Hanoi.
Mulai pagi hingga malam, setiap cabang Refined dipenuhi oleh para pecinta kopi yang menikmati biji kopi robusta Vietnam, dalam suasana yang lebih mirip bar koktail daripada kafe.
"Orangtua lalu menyaksikan kerja keras saya dalam menjalankan bisnis mulai dari menangani segala hal mulai dari keuangan hingga perekrutan staf, dan mereka tidak ingin saya kesulitan", jelas Tu.
Dulu Vietnam masih amat miskin hingga pada awal tahun 2000-an bangkit dengan pesat bersama dengan kemajuan manufaktur, tetapi banyak orang tua ingin melihat anak-anak mereka menaiki tangga sosial dengan bekerja di profesi yang stabil dan menguntungkan di bidang kedokteran dan hukum.
Sedangkan kopi, di sisi lain dipandang sebelah mata dan telah menjadi sinonim untuk kreativitas dan ekspresi diri.
"Di Vietnam, kafe telah menjadi cara untuk mendobrak norma-norma seputar tekanan keluarga untuk berprestasi di sekolah, melanjutkan ke perguruan tinggi, memperoleh gelar dan bekerja pada sesuatu yang sudah dikenal dan stabil secara finansial," ucap Profesor Sarah Grant dari California State University.
"Tempat-tempat ini juga menjadi ruang peluang tempat Anda dapat mempertemukan orang-orang kreatif dalam suatu komunitas, entah itu desainer grafis, musisi, atau orang-orang lain yang melakukan sesuatu sendiri," imbuh Profesor Grant, seorang antropolog yang mengkhususkan diri di Vietnam.
Kopi pertama kali tiba di Vietnam pada tahun 1850-an selama penjajahan Prancis, tetapi terjadi peralihan pada tahun 1990-an dan awal 2000-an ke produksi robusta skala besar yang lazimnya ditemukan dalam minuman instan, hingga menjadikan negara itu pusat produksi kopi dan eksportir terbesar kedua di dunia.
"Gairah terhadap bisnis kopi sering kali dikaitkan dengan sejarah itu," kata Profesor Grant kepada AFP. "Pengusaha kopi sangat bangga bahwa Vietnam adalah negara penghasil kopi dan memiliki banyak kekuatan di pasar global," imbuh dia.
Jadi Seniman
Pengalaman berbeda dirasakan oleh Nguyen Thi Hue, 29 tahun, yang tengah sibuk meracik minuman kopi dingin rasa leci matcha di toko barunya yang berdinding kaca yang merupakan sebuah bisnis kopi "slow bar" yang dijalankan satu orang yang berada di sebuah gang kecil di jantung ibu kota.
"Saat membuat kopi, rasanya seperti menjadi seorang seniman," kata Hue yang pertama kali mencicipi kopi saat masih kecil, berkat tetangganya yang memanggang kopinya sendiri.
Namun, kopi juga sedang sangat tren dan ada uang yang bisa dihasilkan jika sebuah kafe menarik minat Generasi Z yang gemar berswafoto. "Tidak ada orang yang berpakaian jelek saat pergi ke kafe," ucap Hue yang mengenakan kacamata berbingkai biru cerah dan dasi yang serasi.
Mahasiswa berusia 21 tahun bernama Dang Le Nhu Quynh merupakan contoh pelanggan generasi baru yang suka nongkrong di kedai kopi dan ia mengatakan gaya sebuah kafe adalah yang terpenting baginya, bukan minumannya. "Saya sebenarnya tak begitu gemar kopi," aku dia.
Menurut konsultan merek Mibrand, industri kedai kopi Vietnam bernilai 400 juta dollar AS dan tumbuh hingga 8 persen per tahunnya. Bisnis membuka kedai kopi di Vietnam pun, baik yang terdaftar resmi maupun tidak, saat ini mulai menjamur.
Gairah bisnis ini bisa terjadi karena kedai kopi merek global seperti Starbucks akan menutup satu-satunya kedainya di Kota Ho Chi Minh yang menjual kopi racikan spesial. Berbeda dengan sebagian besar usaha lokal, raksasa kopi ini hanya menggunakan biji kopi arabika berkualitas tinggi yang memiliki cita rasa yang sangat berbeda dari kopi robusta Vietnam.
Bagi Tu, peluang pasar itu merupakan kesempatan yang tak boleh terlewatkan dan ia berencana untuk membuka lebih banyak kedai dengan tujuan menciptakan tenaga kerja yang mencintai kopi seperti dirinya. "Saya ingin membangun pola pikir bahwa ini adalah karier yang serius," ucap dia. AFP/I-1
Berita Trending
- 1 Gara-gara Perkawinan Sedarah, Monyet Salju Jepang di Australia akan Dimusnahkan
- 2 Ini yang Dilakukan Pemkot Jaksel untuk Jaga Stabilitas Harga Bahan Pokok Jelang Natal
- 3 Kemendagri Minta Pemkab Bangka dan Pemkot Pangkalpinang Siapkan Anggaran Pilkada Ulang Lewat APBD
- 4 Natal Membangun Persaudaraan
- 5 Gelar Graduation Development Program Singapore 2024, MTM Fasilitasi Masa Depan Lebih Baik untuk Pekerja Migran
Berita Terkini
- Tegas, Kementan Gandeng Satgas Pangan Polri Awasi Penyerapan Susu Segar Lokal
- BMKG: Jakarta Diprakirakan Hujan Pada Minggu Pagi dan Siang
- Petenis Putri Indonesia Aldila Sutjiadi Jalani Perawatan Karena Alami Tuli Mendadak
- Ini Klasemen Grup A ASEAN Cup 2024: Thailand di Puncak, Timor Leste Tersingkir
- Antisipasi Kemacetan, Korlantas Polri Gelar Tactical Floor Game Siapkan Operasi Lilin 2024