Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Implementasi Pancasila - Keadilan Sosial Jadi Kunci Penyelesaian Ketimpangan Ekonomi

Kesenjangan Ekonomi Jangan Dikaitkan dengan SARA

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Jakarta - Persoalan kesenjangan dan ketimbangan ekonomi yang terjadi, jangan selalu dikaitkan dengan masalah suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Sebab hal itu tidak tepat lagi mengikatkan.

"Kesenjangan ekonomi yang saat ini terjadi tidak mengenal SARA. Saya contohkan dari 74 ribu desa yang ada di Indonesia, sebanyak 39 ribu desa yang tertinggal berada di kawasan timur Indonesia, notabenenya mayoritas bukan beragama Islam," kata Kepala Badan PembinaanIdeologi Pancasila (BPIP) Yudi Latief, Kamis (5/4).

Dalam seminar bertajuk, "Ekonomi Pancasila di Era Jokowi: Konsep, Tantangan, dan Implementasi" yang digelar di Perpustakaan Nasional Jakarta itu, Yudi berpendapat, kesenjangan ekonomi yang terjadi di republik ini, jangan kemudian diletakkan apalagi sampai dipandang dengan kacamata pembelahan etnik dan agama. "Ini berbahaya, kalau seperti itu.

Sebab, jika ketimpangan dan kesenjangan ekonomi selalu dipandang dengan kacamata SARA, yang terjadi bukan kemajuan dan perubahan, namun ketegangan sosial yang akan muncul.

Potensi konflik yang dihidupkan. Dan, ini tak baik untuk masa depan Indonesia." Papar Yudi. Dia mencontohkan, Malaysia pada 1960 terjadi ketegangan antara etnik Tionghoa dan Melayu, karena merasa ekonomi hanya dikuasai etnik tionghoa.

Sehingga, pemerintah Malaysia, saat itu, memberikan perlakukan khusus terhadap etnik melayu. Akan tetapi meski kesenjangan ekonomi antara kedua etnis tersebut berkurang, ketegangan sosial antara keduanya masih berlangsung sampai saat ini," tuturnya.

Kata Yudi, mungkin Malaysia secara ekonomi lebih baik. Tapi, bicara soal ikatan kebangsaan, sepertinya Malaysia bukan contoh yang baik. Faktanya, masalah etnisitas masih membayangi negara jiran tersebut.

Penyelesaian persoalan bangsa, termasuk masalah kesenjangan ekonomi dan sosial, tidak bisa dilakukan dengan cara ala Malaysia. Misalnya, membuat perlakukan khusus terhadap etnik atau agama tertentu.

Penyelesaiannya harus berdasarkan keadilan sosial, seperti spirit dalam Pancasila. "Masyarakat Indonesia harus menerima fakta hidup berkelompok dan bisa membangun keseimbangan. Saya contohkan, masyarakat desa masih terlantar akibat berbagai proyek pembangunan yang masih terfokus di pusat kota.

Maka menghadapi kesenjangan antar wilayah ini diperlukan kesatuan ekonomi yang bisa menggandeng seluruh wilayah, yakni Ekonomi Pancasila," tuturnya.

Kemandirian Ekonomi

Ekonomi Pancasila lanjut Yudi, sudah tercerminkan dalam Nawacita. Dalam salah satu butirnya, ditegaskan program utama pemerintah, yaitu dengan mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik.

Pembicara lainnya, peneliti senior Bidang Ekonomi, Poltak Hotradero, berpendapat untuk mewujudkan arah ekonomi kenegaraan, harus dirumuskan dulu, seperti apa peran pemerintah terhadap perekonomian. Lalu peran individu terhadap ekonomi. Karena itu perlu disusun desain petanya di mana. "Ekonomi itu bicara tentang aksi apa dan bagaimana.

Ada pemerintah, ada individu. Maka siapa yang merencanakan, siapa yang produksi, dan siapa yang konsumsi. Jangan sampai ekonomi Pancasila semuanya tersentralisasi di pemerintah," katanya. ags/AR-3

Penulis : Agus Supriyatna

Komentar

Komentar
()

Top