Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2024 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Sabtu, 02 Okt 2021, 08:37 WIB

Kesenian Harus Beradaptasi agar Bertahan

Foto: istimewa

Pandemi Covid-19 berdampak pada hampir setiap sisi kehidupan, tak terkecuali seni budaya. Pembatasan kegiatan masyarakat membuat aktivitas seni budaya tersendat. Meski begitu, para pelaku terus beraktivitas dengan memanfaatkan media baru. Banyak karya maupun aktivitas seni dan budaya beralih dalam format daring. Namun, hal tersebut tidak bisa menggantikan aktivitas seni dan budaya sebelumnya.

Saat ini, pemerintah telah mengizinkan kegiatan seni budaya aktif kembali. Hal ini merupakan angin segar para pelaku. Untuk melihat lebih jauh tentang seni dan budaya Indonesia, jurnalis Koran Jakarta, Muhamad Ma'rup, mewawancarai Rektor Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung, Prof Dr Hj Een Herdiani, S Sen, M Hum, dalam berbagai kesempatan. Berikut petikannya.

Bagaimana Ibu melihat perkembangan seni dan budaya Indonesia sampai datangnya pandemi Covid-19?

Sebelum pandemik, kehidupan kesenian sudah menunjukkan kegairahan. Pemerintah sangat mendukung berbagai kegiatan seni budaya yang marak hampir di setiap daerah. Event-event besar maupun kecil muncul di mana-mana, dari ujung timur sampai barat Indonesia. Bahkan, banyak festival seni besar mulai masuk kelas-kelas internasional. Seni-seni daerah bermunculan dalam kemasan mutakhir.

Pemerintah, baik Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (saat itu) maupun Kementerian Pariwisata, menyediakan anggaran khusus untuk kesenian dan kebudayaan. Bahkan, dengan UU No 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan menjadi bukti keseriusan pemerintah memajukan seni budaya.

Tampaknya setiap daerah berlomba untuk mengadakan acara-acara kesenian. Setiap daerah juga mengadakan launching event awal tahun dengan terjadwalnya berbagai macam sajian seni. Ini sangat luar biasa. Sajian-sajian tari kolosal muncul di mana-mana.

Apa saja capaian dan pekerjaan rumah untuk seni budaya?

Capaian upaya pemerintah untuk memajukan seni budaya sudah mulai tampak. Generasi muda mulai banyak peduli dan tertarik dalam bidang seni tradisi. Contoh, lomba musik etnik, karya-karya anak muda dari setiap daerah sangat membanggakan. Yang masih menjadi pekerjaan rumah, cara seni tradisi maupun kontemporer dibuatkan arsip digitalnya, bukan hanya dokumen video yang tersimpan, tetapi perlu diarsipkan dengan metadata lengkap.

Sejauh mana dampak Pandemi Covid-19 pada kegiatan seni budaya?

Pandemi Covid-19 sangat luar biasa dampaknya pada kegiatan seni budaya. Semua kegiatan setop, tidak ada kegiatan apa pun. Acara seni yang sudah terjadwal untuk mementaskan karya-karya daerah masing masing, bahkan ada juga yang terjadwal di luar negeri, terhenti.

Bagi para pelaku yang mengandalkan income dalam menopang kehidupannya melalui seni cukup shock. Andalan dalam menghidupi keluarga lenyap seketika. Sebuah event seni budaya baik kecil maupun besar bukan hanya berdampak pada kehidupan seni dan seniman, tetapi juga ekonomi. Sebuah event seni yang dihadiri banyak orang, tentu menguntungkan para pedagang di sekitar. Perputaran ekonomi pun terjadi.

Kemudian, semua berubah bersamaan datang pandemi?

Benar! Ketika pandemi muncul, seluruh aktivitas masyarakat hanya di rumah. Tapi, ini memunculkan gagasan-gagasan baru para pelaku seni. Yang namanya kreativitas tidak terbatas. Dalam kondisi apa pun, seniman selalu bisa memanfaatkan situasi untuk berkarya. Bahkan, tidak sedikit karya-karya besar lahir dari sebuah tekanan, keterpurukan, atau keterpaksaan, termasuk juga saat pandemi.

Itu dampak positifnya ya?

Hikmah. Itu dampak positif pandemi ini. Saya sering kali menyebutnya begitu. Ada hikmah di balik musibah, seniman peduli pada teknologi. Pemanfaatan teknologi komunikasi dan media sosial untuk meng-upload karya-karya para seniman, walaupun tanpa pamrih. Sajian-sajian kesenian itu melalui media. Ketika itu sudah muncul di media, maka sajian dapat dinikmati siapa pun, kapan pun, dan di mana pun. Itu sisi positifnya.

Pelaku seni budaya turut terdampak selama pandemi. Menurut Ibu, apa pemerintah sudah memberi perhatian untuk sektor ini?

Dulu, pemerintah banyak membantu bidang kesenian seperti dari sisi anggaran. Itu artinya, (dulu) anggaran tersedia untuk membantu seniman. Namun, akhirnya semua sektor melakukan refocusing anggaran selama pandemi, termasuk bantuan-bantuan untuk seniman. Langkah pemerintah sudah baik. Ada perhatian dan memberi bantuan berupa dana tunai maupun sembako. Tapi yang namanya seniman, jumlahnya banyak sekali. Pasti tidak akan kebagian semua, apalagi harus mendaftar lewat aplikasi. Karena tidak semua pelaku seni ngeuh teknologi, sehingga tidak bisa mendaftar melalui aplikasi tersebut.

Bantuan secara riil?

Ada juga event-event virtual yang dilakukan pemerintah dan memberi penghargaan uang. Program untuk seniman terdampak pandemi, ada yang disebut "Kegiatan Budaya Saya". Di sini beberapa karya seniman diambil videonya untuk ditayangkan di platform YouTube secara simultan. Besaran bantuan seniman antara 10-20 juta rupiah perkelompok. Namun demikian, memang bantuan tersebut hanya sebagian kecil dari jumlah seniman keseluruhan.

Program lainnya juga ada melalui sistem pendataan digital. Seniman diberi bantuan juga secara perseorangan berkisar tiga juta rupiah perorang. Kendalanya, pada proses pendataan. Seniman daerah-daerah kurang akrab dengan pendataan mandiri melalui formulir digital. Sekali lagi, ini juga menjadi permasalahan tersendiri. Tapi, tentu saja saya mengapresiasi terhadap upaya pemerintah membantu seniman terdampak. Walaupun belum merata karena saking banyak dan luasnya Indonesia.

Menurut Ibu, bagaimana agar seni budaya bisa eksis tidak hanya di Indonesia, tapi juga internasional?

Banyak cara agar seni dan budaya Indonesia bisa eksis di luar negeri. Sejatinya seni menjadi alat diplomasi yang sangat baik. Maka, Indonesia sering kali mengirimkan duta-duta seni ke seluruh penjuru dunia. Bahkan di beberapa negara, seperti Amerika, Inggris, Jepang, dan Australia banyak kelompok seni budaya Indonesia, seperti Jawa, Bali, dan Sunda. Menurut saya, di negara-negara tadi, kehidupan kesenian terus dipelihara. Muncul kelompok-kelompok besar yang menguatkan seni Nusantara ini eksis di luar.

Pemerintah juga telah menyediakan berbagai program dan kegiatan seni budaya. Sangat disayangkan beberapa sudah tidak berjalan lagi. Pemerintah pun menyediakan beasiswa-beasiswa bagi para seniman. Ini saya kira sangat baik, tapi terkendala pandemi Covid-19.

Pemerintah pernah menyebut pengembangan seni dan budaya tidak hanya konservasi, tapi juga inovasi. Tepatkah hal tersebut? Apa yang perlu disiapkan untuk mencapainya?

Ya betul. Sekarang ini, kebutuhan masyarakat bukan hanya konservasi, namun perlu inovasi. Kesenian yang bertahan hidup tentu yang mampu beradaptasi. Walaupun cukup riskan dengan pernyataan tersebut terhadap keberlangsungan seni tradisi ya. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa masa sekarang inovasi sangat dibutuhkan. Yang perlu digarisbawahi, inovasinya yang tidak meninggalkan nilai-nilai budaya. Jadi, boleh saja pemerintah menyebutkan itu, dan saya kira tepat.

Persiapannya?

Tentu yang perlu disiapkan untuk mencapai adalah diberikannya pembinaan-pembinaan para pelaku seni atau SDM. Contoh, keadaan sekarang ketika pandemi maka muncul budaya baru, kebiasaan baru menggunakan teknologi informasi dalam menyampaikan karya-karya seni. Maka, paling tidak seniman perlu diberi pelatihan mengenai seluk-beluk teknologi. Yang jelas meningkatkan kualitas SDM amat penting. Kami, pengelola perguruan tinggi seni, memiliki tugas penting untuk konservasi, rekonstruksi, revitalisasi, dan tentunya inovasi. Kami harus memegang prinsip menjaga kelestarian seni tradisi dan membuat inovasi-inovasi agar menjadi seni industri.

Dalam konteks pendidikan, sudahkah institusi memasukkan nilai-nilai seni dan budaya dalam pembelajaran?

Sejatinya, pembelajaran apa pun, jika ada sentuhan nilai seni, pasti ada nilai plusnya. Nah, yang terjadi di Indonesia, khususnya di lembaga pendidikan tingkat apa pun, seni yang dipelajari hanya sebatas skill-nya atau kemampuan seninya saja. Pada umumnya tidak dibarengi dengan penjelasan tentang nilai-nilai yang terkandung dalam seni. Nilai edukasi yang tersirat dalam seni tak disuratkan. Dan mohon maaf, banyak guru kesenian sekolah-sekolah bukan dari lulusan perguruan tinggi seni. Mereka hanya hobi dan bisa. Maka, harapan ke depan, para lulusan perguruan tinggi seni dapat menjadi pengajar seni.

Untuk konteks seni-budaya dan pendidikan, apa yang perlu dibenahi untuk memperkuat hubungannya?

Seni-budaya sarat nilai-nilai edukasi tinggi. Karakter dapat dibentuk dengan memperkenalkan anak-anak pada seni tradisi. Bocah-bocah harus mencintai tradisi sejak dini. Di dalamnya banyak sekali nasihat. Tapi sekarang, kurikulumnya saja sudah gonta-ganti, bahkan pernah seni hanya sebagai pelajaran ekstrakulikuler. Pendidikan berbasis kebudayaan selalu digembar-gemborkan, tapi realisasinya enggak ada. Jadi, untuk memperkuat hubungan seni budaya dengan pendidikan maka seni harus menjadi basis yang wajib dipelajari anak bangsa.

Namun, tentu bukan pelajaran skill seninya saja, tapi harus disampaikan nilai edukasinya. Bisa saja media seni disampaikan kepada siswa dengan model baru. Karena sekarang dunia digital maka literasi seni dapat disampaikan pula pembelajarannya lewat digital. Misalnya, tentang lingkungan sangat mudah disampaikan pada siswa dengan pendekatan budaya lokal. Saya yakin akan menarik.

Apakah kebijakan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) sudah mewadahi kebutuhan perguruan tinggi seni budaya? Bagaimana ISBI Bandung mengimplementasikan program tersebut?

Kebijakan MBKM sebetulnya sangat mewadahi kebutuhan perguruan tinggi seni. Kalau dilihat, mahasiswa umumnya kuliah sambil ikut-ikut pertunjukan dan lain-lain. Apalagi saat KKN, misalnya. Mereka melaksanakan KKN jika dilakukan 2 atau 3 semester pasti perubahan signifikan di daerah tempat pelaksanaan. Itu bisa mendongkrak kemajuan seni. Program MBKM ini cocok untuk mahasiswa seni.

Namun, kendalanya realisasi di lapangan adalah mengonversi 20 SKS per semester yang perlu diberikan kepada mahasiswa. Ini perlu merombak kurikulum. Juga perlu kelegowoan para dosen untuk merelakan mata kuliah-mata kuliah yang biasa dipegangnya. Nah, ini yang masih agak sulit. Kami sudah menyertakan mahasiswa mengikuti program MBKM. Sementara itu, yang mandiri pun kami lakukan dengan tahapan pertukaran mahasiswa antarjurusan, antarfakultas ISBI Bandung. Semula, kami juga siap melaksanakan MBKM bekerja sama Trans Studio Bandung. Namun karena belum ada aktivitas pertunjukan, maka tertunda. Kami juga melakukannya dengan TVRI Jabar. Kami menitipkan mahasiswa untuk magang.

Secara kelembagaan di tingkat pusat, pengembangan seni dan budaya tidak hanya berada di satu kementerian. Apakah ini efektif atau perlu lembaga tersendiri?

Betul sekali. Pengembangan seni dan budaya hampir berada di setiap kementerian. Kalau saya sih selama kegiatan-kegiatan itu bisa dilaksanakan dengan baik, tampaknya semakin banyak penyelenggara yang konsen terhadap seni dan kebudayaan, lebih baik. Sebab itu memberi kesempatan lebih banyak untuk para pelaku seni. Namun demikian, jika di setiap kementerian ada anggaran untuk penanganan kebudayaan maka anggaran mengenai kebudayaan itu akan tercecer di setiap kementerian. Jikalau dana-dana itu ditarik untuk dikelola satu lembaga khusus seni, mungkin anggaran akan lebih besar lagi untuk seni budaya. Apalagi sekarang adanya dana abadi kebudayaan.

Jadi perlu lembaga khusus?

Mungkin perlu ada lembaga khusus atau kementerian khusus, yaitu Kementerian Kebudayaan. Kementerian ini akan mencakup seluruh unsur kebudayaan yang kaitannya dengan kehidupan manusia. Namun, sekali lagi apakah ini sudah efektif jika diberlakukan di Indonesia? Harapannya sih seperti itu ya.

Contoh, perguruan tinggi seni di Indonesia berada dalam satu naungan Kemendikbudristek. Ada Direktorat Jenderal Kebudayaan, Ditjen Diktiristek, dan Ditjen Vokasi. Perguruan tinggi seni ada di bawah Ditjen Diktiristek dan Ditjen Vokasi. Sehingga ketika kami mengajukan program ke Ditjen Kebudayaan tidak bisa. Sebab hanya mewadahi komunitas-komunitas, tidak bisa memberi dana ke perguruan tinggi seni atas nama kelembagaan. Harus atas nama kelompok.

Ini harus menjadi pemikiran kita bersama. Sejatinya perguruan tinggi seni seluruh Indonesia adalah penjaga dan pelestari tradisi. Dia garda terdepan dan benteng terakhir menjaga serta melestarikan seni budaya. Tapi, coba lihat berapa anggaran yang dikucurkan untuk perguruan tinggi seni? Di antara perguruan tinggi di Indonesia, perguruan tinggi seni paling kecil anggarannya sebab berkaitan dengan student body, khususnya yang dirasakan ISBI Bandung ya. Perguruan tinggi seni di luar negeri walaupun mahasiswanya sedikit, sarana dan prasarananya lengkap. Harapan ke depan, masalah seni budaya lebih maju lagi. Seni dan kebudayaan adalah unggulan bangsa.

Riwayat Hidup*

Nama: Dr. Hj. Een Herdiani, S.Sen, M.Hum.

Tempat, tanggal lahir: Ciamis, Jawa Barat, 6 Juli 1967

Pendidikan:

  • Sarjana Seni Tari di Sekolah Tinggi Seni Indonesia Surakarta (1992)
  • Magister Seni Pertunjukan dan Seni Rupa di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta (2000)
  • Doktor Ilmu Sejarah di Universitas Padjajaran Bandung (2012)

Karier:

  • Dosen
  • Staf Studio Tari Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Bandung (1994-1996)
  • Sekretaris Jurusan di Jurusan Tari STSI Bandung (2000-2003)
  • Sekretaris P3AI STSI Bandung (2005 - 2008)
  • Pembantu Ketua I STSI Bandung (2012 - 2013)
  • Rektor STSI Bandung (2018-sekarang)

*BERBAGAI SUMBER/LITBANG KORAN JAKARTA/AND

Redaktur: Aloysius Widiyatmaka

Penulis: Muhamad Ma'rup

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.