Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Cetrovo

Kereta Fiber Karbon Hemat Energi dan Super-ringan

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

CRRC (China Railway Rolling Stock Corporation) membuka debut akhirnya dengan menciptakan Cetrovo, kereta metro dengan fiber karbon. Kereta baru ini nantinya akan 13 persen lebih ringan dibandingkan dengan kereta metro tradisional yang terbuat dari besi ataupun aluminium.

Perusahaan CRRC akan menjadi perusahaan pertama yang menciptakan kereta metro paling ringan dan paling efisien dalam penggunaan sumber energinya di Tiongkok.

Moda transportasi baru ini juga akan memiliki fasilitas-fasilitas futuristik untuk melengkapi kecanggihannya, seperti desain yang terlihat intelejen serta cermin ajaib dan kaca layar sentuh untuk para penumpangnya selagi bepergian.

Sung Yongcai, Presiden Direktur CRRC mengatakan peralatan kereta transit saat ini tengah berada di puncak revolusi sehingga memungkinkan jika terciptanya sebuah kereta yang jauh lebih ringan dari yang sebelumnya.

"Penerimaan dan pengenalan material fiber karbon membuat kereta menjadi lebih ringan dan lebih efisien dalam penggunaan energinya. Dengan itu, kini hadir secara terus menerus pelayanan yang lebih intelejen yang bertujuan untuk meningkatkan pemeliharaan, operasi dan pengalaman penumpang," ujarnya.

Ke depannya, Sung berharap, kalau CRRC akan terus melakukan investasinya di bidang penelitian dan pengembangan untuk menemukan teknologi-teknologi baru dalam material fiber karbon.

Cetrovo memiliki beragam fasilitas yang dapat memanjakan penumpangnya dengan pelayanan pintar, termasuk serangkaian fitur teknis canggih. Mulai dari kaca kereta yang dapat bertransformasi menjadi layar sentuh, di mana penumpang dapat menggunakannya untuk menonton berita, mengakses internet, membeli tiket, menonton video atau tayangan televisi langsung.

Kereta itu juga dilengkapi kaca layar sentuh yang tersambung dengan internet, kursi yang dapat dibersihkan sendiri, teknologi untuk mengurangi getaran dan suara bising, alat bantu dengar yang terintegrasi, serta pendingin udara dan lampu yang dapat bereaksi dan mengubah suasana sehingga pengalaman penumpang di dalam kereta menjadi semakin menyenangkan.

Diutarakan Ding Sansan, Deputy Chief of Engineering CRRC Sifang, bahwa kereta generasi terbaru ini memang dibuat agar penggunaan energi menjadi lebih efisien sehingga menjadi lebih hemat.

Hasil gambar untuk Cetrovo

"Fiber karbon adalah material paling baru yang saat ini tersedia dan Cetrovo bekerjasama dengan teknologi ini. Badan kereta, bingkainya, kabinet perlengkapan masinis semuanya juga dibuat dari fiber karbon. Hasilnya tentu kereta yang lebih ringan dan lebih banyak ruang untuk beragam fasilitas baru," jelasnya.

Hasil gambar untuk Cetrovo

Cetrovo memiliki sistem penggunaan energi baru yang lebih efisien, dapat menghemat sampai 15 persen lebih tinggi dibandingkan kereta metro tradisional. Adapun 1.100 titik sensor untuk memantau kereta dengan waktu nyata sehingga mengoptimalkan efisiensi dan mengurangi biaya perawatan kereta. Di samping itu, Cetrovo juga memiliki baterai internal yang menyediakan daya hingga 15 kilometer. gma/R-1

Trem Tanpa Rel

Selain meluncurkan kereta yang disebut-sebut sebagai kereta ringan dengan menggunakan material fiber karbon, CRRC juga menciptakan trem tanpa rel, teknologi yang merupakan inovasi hasil kolaborasi dengan Eropa.

Trem tanpa rel ini mengambil kecepatan yang ada pada kereta dan meletakkannya pada bis. "Trem tanpa rel ini bukan trem ataupun bis, melainkan mereka memiliki roda karet dan berjalan di jalanan. Inovasi yang ada pada kereta cepat namun bertransformasi pada bis dengan segala keunggulan yang dimiliki kereta," ungkap Peter Newman, Profesor dari Curtin University dalam kunjungannya ke Tiongkok untuk melihat cara bekerja trem tanpa rel ini, atau disebut Autonomous Rail Transit (ART).

Menurut Newman, ART menjadi solusi ketika bis banyak ditinggalkan dan kemacetan semakin mewabah. Bis sebenarnya memiliki keunggulan untuk saling menghubungkan daerah satu dengan lainnya, dan masih banyak digunakan untuk penghubung antar kota, selain kereta tradisional.

Hasil gambar untuk Autonomous Rail Transit

"Sayangnya bis tidak berkompetisi dengan mobil sehingga terjadilah macet. Selain itu, bis juga kurang melakukan pengembangan," ujar Newman.

Tak hanya itu saja, untuk mengganti kebisingan dan emisi yang terdapat pada bis, ART dilengkapi dengan traksi listrik dari baterai yang diisi ulang di stasiun selama 30 detik atau di tempat pemberhentian akhir selama 10 menit.

Sekilas ART seperti bis listrik, namun trem tanpa rel ini lebih dari itu karena mampu melaju sampai 70 kilometer per jam dengan kapasitas dan kualitas layaknya kereta pada umumnya, tetapi dengan akurasi milimeter yang sangat lembut. ART pun mempunyai sistem panduan optik otonom dan mesin seperti kereta dengan kapak ganda dan hidrolik khusus dan ban. Dengan memiliki kelebihan seperti itu, ART juga ramah akan disabilitas.

"Standar sistem ART memiliki tiga rangkaian yang dapat membawa hingga 300 orang, tetapi bisa juga hingga lima rangkaian dan 500 orang jika dibutuhkan," ujar Newman.

Ia menyebut proyek ART tidak hanya mengenai transportasi, melainkan juga merestrukturisasi sebuah kota. Keuntungan dari pembangunan ini permanen dan lebih murah dibandingkan kereta tradisional. ART pun memiliki pendanaan yang cukup murah jika dibandingkan pembangunan kereta karena tidak membutuhkan rel. Untuk ART membutuhkan dana sekitar 6 sampai 8 juta dollar AS per kilometernya.

Namun, permasalahan utama dari ART ini, menurut Newman, apakah dapat menarik pembangunan di sekeliling stasiunnya seperti yang kereta lakukan. "Bagaimana kita bisa membuka regenerasi perkotaan dan mencegah kota-kota kita semakin subur dengan kemiskinan, sementara di daerah pinggiran dan tengah kota semakin mahal," pungkasnya. gma/R-1

Perjalanan Trem di Indonesia

Indonesia zaman dahulu juga pernah menggunakan moda transportasi trem untuk keseharian masyarakat. Trem pertama kali digunakan di Jakarta pada 1869 ketika era pemerintahan kolonial Belanda.

Awalnya trem di Batavia menggunakan tenaga kuda dengan bentuk kereta panjang yang memuat hingga 40 orang. Namun sayangnya, karena kurang efektif dalam penggunaan trem bertenaga kuda ini selain membuat para kuda menjadi kelelahan, kotoran kuda pun memenuhi jalanan sepanjang trayek trem Kota Tua sampai Jatinegara itu.

Hasil gambar untuk Trem di Indonesia

Penggunaan trem pun kemudian beralih dari tenaga kuda menjadi tenaga uap. Uap tersebut dihasilkan dari air yang dididihkan dengan menggunakan batu bara. Tetapi, trem uap ini memiliki suara sangat bising layaknya kereta api uap sehingga kemudian trem pun digantikan dengan tenaga listrik.

Trem berjalan dikarenakan listrik yang dialirkan ke trem melalui kabel-kabel yang terbentang di atas rel.

Pada 1960, trem listrik di Jakarta pun dihapuskan dan diganti dengan bis PPD. Rel trem yang ada di jalan raya segera dihilangkan dan dilapisi dengan aspal hingga saat ini, Indonesia tidak lagi menggunakan moda transportasi trem. Bisa jadi, dalam perkembangan zaman, Indonesia kembali membuka jalur transportasi trem ini. Kita tunggu saja. gma/R-1

Komentar

Komentar
()

Top