Keraton Ngayogyakarta Gelar Labuhan di Pantai Parangkusumo
Labuhan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat di Pantai Parangkusumo Parangtritis Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Kamis (30/1).
Foto: ANTARA/Hery SidikBANTUL - Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat menggelar Labuhan di Pantai Parangkusumo Parangtritis, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai bagian dari upaya melestarikan budaya dan sejarah berdirinya Yogyakarta.
"Yang penting labuhan ini jangan semata-mata dilihat dari kegiatannya, tapi mari generasi muda yang masih tertutup jiwanya biar introspeksi bahwa Yogyakarta dan Indonesia pada umumnya itu tidak semata mata berdiri, tapi semua ada perjuangan," kata Carik Kawedanan Perintah Hageng Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, KRT Wijoyo Pamungkas di Parangkusumo, Kamis.
Menurut dia, salah satunya ketika Panembahan Senopati membangun benteng yang mengelilingi keraton dari bahan batu bata, juga mendirikan Kompleks Makam Raja Mataram di sebelah barat Masjid Agung Kotagede, kalau tidak dibantu Kanjeng Ratu Kidul niscaya tidak berhasil.
"Yang penting lagi, itu merupakan budaya yang harus kita lestarikan, terutama generasi muda itu harus tahu. Jadi, bukan hanya membuang apa (labuhan), bukan itu, tapi ambil makna dalam labuhan itu, filosofinya," katanya.
Labuhan berasal dari kata labuh yang berarti membuang, meletakkan atau menghanyutkan. Labuhan memiliki beberapa fungsi, antara lain sebagai upaya panyuwunan (permohonan), atur panuwun (ucapan terima kasih), napak tilas (mengenang kembali), dan memayu hayuning bawana (memperindah dunia).
Uba rampe Labuhan Parangkusumo kali ini terdiri dalam tiga jenis wadah sesaji, yakni Pengajeng, Pendherek, dan Lorodan Ageman Dalem. Setelah didoakan, uba rampe tersebut dibawa ke bibir pantai, kemudian dilabuh ke Samudera Hindia.
"Ini suatu bentuk keikhlasan seorang raja terhadap kawula (rakyat), karena membuang (melabuh) itu bukan hanya sekadar membuang, tapi ada tujuannya, dan ini disesuaikan dengan sejarah berdirinya Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat," katanya.
Sementara itu, Wakil Abdi Dalem Juru Kunci di Pemancingan Parangkusumo-Parangtritis, Surakso Trirejo mengatakan kegiatan ini merupakan hajatan membuang, menghanyutkan, menempatkan sesuatu di suatu tempat yang tempat itu ada nilai sejarahnya terkait dengan berdirinya Keraton Ngayogyakarta.
"Ini merupakan labuhan alit yang ada di pesisir kidul, kemudian ada juga di Gunung Merapi dan di Gunung Lawu. Kemudian, uba rampe yang dilabuh ada beberapa jenis, di antaranya Pengajeng, Pendherek dan Lorodan," katanya.
Dia mengatakan dari sisi makna, ini juga sebuah Hajad Dalem Labuhan yang kalau berbicara dari sisi kata, kalimat, labuhan itu melabuh yang membuang atau menghanyutkan yang ada nilai sejarahnya.
"Dari sisi lain, ada yang memaknai bahwa Hajad Dalem Labuhan ini merupakan Hamemayu Hayuning Bawana yang mengandung makna bahwa penyelarasan, penyesuaian alam semesta ini, sehingga alam akan terjaga dengan baik," katanya. Ant
Berita Trending
- 1 Incar Kemenangan Penting, MU Butuh Konsistensi
- 2 Thailand Ingin Kereta Cepat ke Tiongkok Beroperasi pada 2030
- 3 Polresta Bukittinggi giatkan pengawasan objek wisata selama liburan
- 4 Kepercayaan Masyarakat Dapat Turun, 8 Koperasi Bermasalah Timbulkan Kerugian Besar Rp26 Triliun
- 5 Cegah Kepunahan, Karantina Kepri Lepasliarkan 1.200 Burung ke Alam
Berita Terkini
- Tingkatkan Kewaspadaan, Prabowo: Pelemahan Tentara Jadi Strategi Hancurkan Negara
- Lakukan Dialog Sebelum Beri Amnesti Napi KKB
- Aparat Penegak Hukum Harus Menyidik dengan Transparan, Malaysia Diminta Usut Tuntas Penembakan PMI
- Waspada Hujan Ekstrem Jakarta Utara
- Ketimpangan Pendapatan Menyulitkan RI Lolos dari “Middle Income Trap”