Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pemberantasan Korupsi - Mereka yang Mangkir dari Pemanggilan KPK Dinilai Menghambat

Kepala Daerah Terjerat Korupsi Diminta Kooperatif dengan KPK

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Jakarta - Kepala daerah yang sedang terbelit kasus hukum di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta untuk kooperatif. Jika dipanggil komisi anti rasuah untuk diperiksa, sebaiknya penuhi dan datang.

Kecuali sakit, tentu itu bisa jadi pertimbangan. Dan, itu pun mesti dengan bukti keterangan dokter. "Saya sudah mengingatkan, bahwa harus kooperatif. Setiap dipanggil oleh KPK harus dateng kecuali dia sakit, harus ada bukti surat dokter.

Saya kira ini panggilan yang ketiga," kata Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menanggapi masih mangkirnya Gubernur Jambi Zumi Zola dari panggilan pemeriksaan KPK di Jakarta, Selasa (3/4).

Menurut Tjahjo, sebaiknya Zumi Zola datang memenuhi panggilan KPK. Apalagi panggilan untuk diperiksa sudah dilayangkan tiga kali. Setidaknya itu klaim KPK. Tjahjo sendiri menyayangkan sikap Zumi Zola yang tak memenuhi panggilan KPK.

"Saya pribadi menyayangkan kok sampai tiga kali panggil walaupun alasan dia tidak 3 surat pemanggilan. Tapi KPK punya bukti siapa yang menerima, tanggal berapa, jam berapa ada," katanya.

Tjahjo pun mengimbau siapa pun yang sedang berurusan dengan KPK, sebaiknya kooperatif. Karena kalau tak datang memenuhi panggilan pemeriksaan, bisa dianggap menghambat.

Apalagi, dalam kasus Zumi Zola, panggilan untuk diperiksa sudah dilayangkan tiga kali. "Saya kira semua kepala daerah, DPRD, kooperatiflah dengan KPK. Kalau tidak nanti bisa dianggap menghambat penyidikan.

Yang resikonya ada," kata Tjahjo saat diwawancarai para wartawan usai menghadiri rapat Koordinasi Nasional Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga di Jakarta.

Tjahjo juga sempat mengomentari tentang kolom aliran kepercayaan di KTP yang merupakan tindak lanjut dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Menurut Tjahjo, ia telah lapor Presiden Jokowi tentang itu. Telah disampaikan pula kepada kepala negara, empat opsi penulisan kolom aliran kepercayaan di blanko e-KTP.

"Ini menyangkut sensitif, nanti mana yang disetujui oleh kabinet karena menyangkut kolom agama dan kepercayaan. Kalau selama ini kan kolom agama atau kepercayaan. Tapi 6 agama yang sah merasa keberatan.

Kalau agama garis miring kepercayaan, berarti sama. Padahal beda. Yang alirannya kepercayaan ada yang minta dicantumkan kepercayaan, misal Sunda Wiwitan," katanya.

Pemilih Pemula

Sementara terkait data 2,2 juta pemilih pemula yang belum terekam atau belum dapat e-KTP, menurut Tjahjo, datanya sudah ada.

Hanya saja, kenapa mereka belum bisa diberikan e-KTP atau direkam, karena dari sisi usia, memang belum masuk 17 tahun, sebagai syarat sudah bisa merekam dan mendapat e-KTP. "Masih ada 2,2 juta yang hari H pencoblosan itu dia masuk dewasa.

Baru punyak hak punya e-KTP itu hari H coblosan. Inikan repot. sekarang dia belum terdata karena dia belum dewasa,"ujarnya.

Tjahjo menambahkan, pada saat memasuki hari H-nanti, mereka punya hak nyoblos, baik itu Pilkada serentak ataupun nanti tahun depan saat Pemilu serentak. Ini harus ada solusi.

"Kami terus komunikasikan dengan KPU. Jangan sampai hak politik dia hilang tapi sekarang dia belum dewasa yang dia belum punya e- KTP," katanya. ags/AR-3

Penulis : Agus Supriyatna

Komentar

Komentar
()

Top