Kengerian Maraton di Rumah Susun Terpencil
Salah satu adegan Pengabdi Setan 2: The Communion
Review Film - Peringatan Spoiler
Seolah ingin memberi kesempatan kepada "sesama" film horor, Rapi Film merilis Pengabdi Setan 2: The Communion, beberapa bulan setelah KKN Desa Penari - produksi MD Pictures yang sukses meraup lebih dari 9 juta penonton. Dan, kisah dari remake era 80-an ini langsung tancap gas bersiap menyalip KKN dengan lebih dari 500 ribu penonton pada hari pertama. Itu belum terhitung satu hari pertunjukan spesial pada pekan sebelumnya di seluruh bioskop IMAX Tanah Air.
Joko Anwar penulis sekaligus sutradara tampak tidak main-main dalam menggarap sekuel yang didukung penuh oleh seluruh cast dari film pertama (2017) ini. Dia meng-expand wilayah dan jumlah orang yang menjadi korban teror setan-setan dari sebuah sekte sesat kuno. Dari hanya sebuah keluarga yang tinggal di rumah tua di pinggiran kota, ke seluruh penghuni di sebuah rumah susun (rusun) 14 lantai yang terpencil di pesisir Jakarta.
Detil properti, pencahayaan temaram di gedung yang telah terbengkalai selama 15 tahun (lokasi sebenarnya), plus hentakan-hentakan scoring garapan Aghi Narottama seolah menghidupkan teror sepanjang 1 jam 59 menit ini. Belum lagi serbuan hantu Ibu dan puluhan pocong dari semua sudut rusun, memaksa penonton tak sempat berteriak, seperti dipaksa kehabisan napas.
Communion juga beberapa kali menampilkan adegan kejam berdarah, resep khas Joko seperti di karya-karya sebelumnya, Rumah Dara (2009) dan Pintu Terlarang (2009), yang sukses menuai penghargaan.
Film dibuka melalui kilas balik pada 1955 dengan kemunculan Budiman Syailendra (Egi Fedly), seorang wartawan yang pada sekuel pertama menolong keluarga Bahri Suwono/Bapak (Bront Palarae) dari teror hantu Ibu/ Mawarni Suwono (Ayu Laksmi). Bersama polisi, Budiman menemukan fenomena misterius, puluhan jenazah yang tengah kaku bersujud, di dalam sebuah observatorium tua di tengah hutan.
Halaman Selanjutnya....
Redaktur : Selocahyo Basoeki Utomo S
Komentar
()Muat lainnya