Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Kenapa Pemberian Vaksin Selalu Lewat Suntikan? Adakah Cara Lain?

Foto : antara

Petugas medis memberikan vaksin Covid-19 kepada seorang warga.

A   A   A   Pengaturan Font

Azhoma Gumala, Universitas Andalas

Walau Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan COVID-19 kini tidak lagi menjadi darurat kesehatan masyarakat global, vaksin booster merupakan rekomendasi untuk mencegah infeksi virus corona. WHO juga merekomendasikan vaksin COVID-19 diintegrasikan ke program vaksin prioritas.

Pandemi COVID-19 meningkatkan kepedulian masyarakat umum mengenai vaksin.

Selain maju dalam penelitian di bidang ilmu kesehatan dan biomedis, teknologi medis kini juga mampu memproduksi vaksin lebih mudah, lebih tersedia, aman dan efisien.

Vaksin yang banyak dikenal oleh masyarakat umum, termasuk vaksin COVID, diberikan dalam bentuk suntikan atau injeksi. Metode ini merupakan pemberian yang efektif, tapi bisa menyakitkan dan beberapa orang takut jarum suntik.

Mengapa kebanyakan vaksin diberikan dalam bentuk sediaan injeksi? Apakah ada vaksin yang diberikan selain bentuk sediaan tersebut?

Sifat bahan baku vaksin

Vaksin yang awalnya berasal dari virus yang dilemahkan, saat ini juga dapat berasal dari protein atau asam nukleat seperti RNA. Vaksin dengan menggunakan bahan baku RNA memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan vaksin konvensional.

Vaksin jenis ini lebih mudah dibuat dalam skala industri. Waktu riset dan produksi bahan baku hingga menjadi produk akhir yang lebih cepat, produksi yang lebih mudah, dan sifat induksi imun yang lebih baik.

Teknologi pembuatan vaksin dari RNA juga dikembangkan dalam bentuk nanopartikel untuk meningkatkan efektivitasnya.

Bahan utama vaksin berasal dari virus yang dilemahkan ataupun teknologi RNA berupa makromolekul. Berbeda dengan bahan aktif obat lain-yang umumnya merupakan mikromolekul seperti parasetamol atau amoxicillin-bahan ini memiliki bobot molekul yang besar dan memiliki struktur yang kompleks.

Sifat-sifat makromolekul menyebabkan banyak tantangan saat proses produksi seperti tidak stabil dan sulit melewati membran biologis. Makromolekul juga rentan untuk diurai menjadi bentuk molekul yang lebih kecil oleh enzim di dalam tubuh serta pengeluarannya yang cepat dalam tubuh.

Dibanding vaksinasi via injeksi, pemberian vaksin secara oral memiliki tantangan yang besar. Misalnya, bagaimana vaksin tersebut dapat diserap hingga sampai ke target yang dituju. Vaksin tersebut harus melewati membran saluran cerna dan harus tahan terhadap keasaman lambung yang asam dan enzim pencernaan.

Jika diberikan secara oral, makromolekul ini dapat terurai menjadi komponen yang lebih kecil. Hanya sedikit yang mencapai pembuluh darah untuk didistribusikan ke daerah yang dituju sehingga memiliki nilai ketersediaan hayati yang rendah (< 1% dari dosis yang diberikan).

Nilai ketersediaan hayati memberikan pengaruh terhadap seberapa efektif rute pemberian senyawa obat (terapi) di dalam tubuh. Karena itu, cara pemberian melalui injeksi -yang dapat mengatasi masalah penyerapan dan ketersediaan hayati- lebih 'mudah' dikembangkan dan lebih menjamin perolehan izin edar untuk vaksin baru.

Pemberian injeksi juga dianggap cukup teruji dan cukup menjamin penggunaan jika hanya diberikan dalam satu-dua dosis.

Vaksin yang diberikan melalui injeksi umumnya disuntikkan lewat rute pemberian subkutan (suntikan di bawah kulit) dan intramuskuler (suntikan ke dalam otot). Adanya sel dendrit pada jaringan-jaringan ini akan memfasilitasi senyawa vaksin dalam pengenalannya terhadap sel imun limfosit T yang berperan dalam sistem imun.

Pembuatan produk

Pembuatan vaksin dalam bentuk injeksi harus memperhatikan aspek steril dalam seluruh proses produksi hingga siap disuntikkan.

Ketidakstabilan bahan baku vaksin merupakan tantangan yang besar saat produksi maupun saat penyimpanan. Perubahan sedikit pada struktur molekulnya yang kompleks dapat meniadakan efektivitasnya. Untuk menjaga stabilitas, bahan vaksin umumnya perlu dilakukan pembekuan (freezing) saat proses pembuatan dan penyimpanannya.

Namun, pembekuan dan pencairan yang dilakukan berulang kali dapat memberikan perubahan bagi makromolekul biologis ini. Oleh karena itu, proses saat produksi dengan teknologi freeze and thaw (bahan membeku dan cair harus) dipantau secara ketat.

Hal yang harus diawasi adalah berapa lama bahan diproses, suhu dan distribusi dari bahan saat berada dalam bentuk padat dan cair, perubahan derajat keasaman (pH), dan bobot jenis serta kemungkinan terjadinya kristalisasi.

Desain atau rencana peralatan yang dipakai serta kapan waktu bahan harus dikeringkan dan dicairkan juga harus diawasi.

Pembuatan juga harus mempertimbangkan kondisi stabilitas protein dan bahan tambahan seperti penstabil yang digunakan dalam formula harus dioptimalkan.

Kemurnian dari bahan baku vaksin yang sangat tinggi merupakan persyaratan sangat penting untuk menjaga keamanan dan efektivitas vaksin yang dibuat. Teknologi kromatografi cair skala besar digunakan untuk memurnikan bahan yang diperoleh dari sumber utama seperti bakteri, jamur, atau kultur sel.

Selama proses pembuatan, kemurnian serta sterilitas dari produk yang diperoleh juga harus dijaga sesuai dengan prinsip Good Manufacturing Practices. Termasuk saat mengemas produk tersebut menjadi unit-unit sediaan yang siap didistribusikan.

Perkembangan teknologi

Vaksin yang diberikan secara injeksi dapat mengatasi ketersediaan hayati, dapat diproduksi massal, dan terbukti efektif. Akan tetapi pemberian vaksin dengan injeksi tidak selalu nyaman bagi pasien. Vaksin injeksi juga harus disuntikkan langsung oleh tenaga kesehatan. Hal ini akan dapat menyebabkan ketidakpatuhan pasien.

Selain itu, injeksi vaksin perlu penyimpanan khusus suhu dingin selama rantai distribusi.

Mengingat pentingnya peran vaksin dalam kesehatan masyarakat, pengembangan sistem produksi vaksin baru merupakan bidang penelitian yang populer dan masif.

Pengembangan teknologi vaksin saat ini mengarah pada sistem produksi baru seperti nanopartikel. Sistem nanopartikel memungkinkan vaksin dikemas dalam partikel kecil yang dapat disuntikkan, disemprotkan, atau diminum.

Sistem ini mampu memperbaiki stabilitas dan meningkatkan ketersediaan hayatinya di dalam tubuh sehingga dapat memberikan efek terapi yang lebih baik.

Teknologi nanopartikel dalam penghantaran vaksin telah digunakan dalam pembuatan vaksin COVID-19 oleh Pfizer-BioNTech dan Moderna.

Produk vaksin selain injeksi

Pengembangan rute pemberian selain injeksi adalah jalur transdermal (melalui kulit), nasal (melalui hidung), oral (melalui mulut), sublingual (di bawah lidah) dan okular (melalui mata).

Namun sulitnya penyerapan hingga kecilnya nilai ketersediaan hayati dari pemberian selain suntikan, menyebabkan pemberian vaksin injeksi masih menjadi pilihan pertama.

Beberapa vaksin yang diberikan selain melalui injeksi, antara lain OPV (oral polio vaccine) dan vaksin rotavirus oral yakni vaksin oral diberikan melalui mulut, dan vaksin influenza (FluMist), vaksin inhalasi diberikan melalui semprotan langsung ke paru-paru.

Beberapa penelitian vaksin COVID juga mengembangkan pemberian lewat kulit melalui microneedle: disuntikkan ke dalam kulit dengan jarum yang sangat kecil. Vaksin jarum mikro tidak menimbulkan rasa sakit dan mungkin lebih efektif daripada vaksin suntik.

Kelebihan pemberian dalam bentuk microneedle dapat diberikan sendiri, dengan stabilitas yang lebih baik, tidak perlu di distribusikan pada suhu dingin, lebih ramah lingkungan dan mengurangi risiko kontaminasi.

Terlepas dari caranya, vaksinasi merupakan cara paling efektif untuk mencegah penyakit menular.The Conversation

Azhoma Gumala, Lecturer, Departemen Teknologi Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Andalas

Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.


Redaktur : -
Penulis : -

Komentar

Komentar
()

Top