Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Aktivitas Perdagangan

Kenaikan Impor Bisa Semakin Menekan Kurs Rupiah

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai impor Indonesia pada Juli 2024 mencapai 21,74 miliar dollar AS atau naik 17,82 persen dibandingkan Juni 2024 dan naik 11,07 persen dibandingkan Juli 2023.

Pelaksana Tugas Kepala BPS, Amalia A Widyasanti, mengatakan impor migas Juli 2024 senilai 3,56 miliar dollar AS, naik 8,78 persen dibandingkan Juni 2024 dan naik 13,59 persen dibandingkan Juli 2023.

"Impor nonmigas Juli 2024 senilai 18,18 miliar dollar AS, naik 19,76 persen dibandingkan Juni 2024 atau naik 10,60 persen dibandingkan Juli 2023," kata Amalia, di Jakarta, Kamis (15/8).

Adapun tiga negara pemasok barang impor nonmigas terbesar selama Januari-Juli 2024 adalah Tiongkok 38,97 miliar dollar AS atau 35,49 persen, Jepang 7,88 miliar dollar AS atau 7,18 persen, dan Thailand 5,73 miliar dollar AS atau 5,21 persen.

Sedangkan Impor nonmigas dari Asean 19,59 miliar dollar AS atau 17,84 persen dan Uni Eropa 7,09 miliar dollar AS atau 6,45 persen.

Pengamat ekonomi dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Achmad Maruf, menilai kenaikan nilai impor Indonesia pada Juli 2024 mencerminkan adanya dinamika ekonomi yang kompleks.

Peningkatan impor migas sebesar 8,78 persen dibandingkan bulan sebelumnya dan 13,59 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu mengindikasikan adanya peningkatan permintaan energi dalam negeri.

"Ini bisa menjadi sinyal positif bahwa aktivitas ekonomi domestik sedang bergerak naik, yang memerlukan pasokan energi lebih besar.

Namun, hal ini juga memperlihatkan kebergantungan yang tinggi pada impor energi, yang berpotensi menimbulkan risiko terhadap stabilitas neraca perdagangan dan nilai tukar rupiah jika harga energi global meningkat," kata Maruf.

Sementara itu, kenaikan impor nonmigas perlu dilihat komoditas apa yang menyumbang kenaikan terbesar.

"Data sementara kan yang naik impor smartphone sama barang dari plastik.

Ini kan sinyal bahaya.

Saat konsumsi turun, tapi impor barang konsumsi naik.

Tekanan manufaktur dalam negeri makin keras, sudah permintaan turun ditambah kalah bersaing," papar Maruf.

Tekanan ke Rupiah

Sementara itu, Manajer Riset Sekretaris Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Badiul Hadi, mengatakan pada sektor migas menunjukkan ada perubahan harga migas dunia, sekaligus menunjukkan kenaikan kebutuhan migas dalam negeri.

Begitu pula nonmigas yang menunjukkan konsumsi barang nonmigas, termasuk bahan baku dan barang-barang konsumsi.

"Kenaikan impor ini harus diimbangi dengan peningkatan ekspor, karena ini dapat berdampak pada defisit neraca perdagangan.

Defisit ini dapat memberi tekanan pada nilai tukar rupiah dan bisa menambah ketergantungan pada utang luar negeri," katanya.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top