Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Foto Video Infografis
Sektor Keuangan I Ada Ekspektasi dari Para Investor "Return" yang Meningkat

Kenaikan Bunga Acuan BI ke Level 4,25% Mengejutkan

Foto : ISTIMEWA

BANK INDONESIA

A   A   A   Pengaturan Font

» Kenaikan suku bunga BI7DRR 50 bps selangkah di depan untuk menurunkan ekspektasi inflasi.

» Kenaikan juga untuk menjaga stabilitas nilai tukar terhadap dollar AS yang akhir-akhir ini terapresiasi luar biasa.

JAKARTA - Setelah mendapat tekanan yang kuat dari berbagai kalangan, Bank Indonesia (BI) dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada 21-22 September 2022 memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan BI-7 Days Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 50 basis poin (bps) atau 0,5 persen dari 3,75 persen menjadi 4,25 persen.

Selain itu, bank sentral juga meningkatkan suku bunga deposit facility dan suku bunga lending facility masing-masing 50 bps dari tiga persen menjadi 3,5 persen dan 4,5 persen menjadi lima persen.

Gubernur BI, Perry Warjiyo, dalam keterangan persnya secara daring di Jakarta, Kamis (22/9), mengatakan keputusan menaikkan suku bunga sebagai langkah front loaded, pre-emptive, dan forward looking untuk menurunkan ekspektasi inflasi dan memastikan inflasi inti kembali ke sasaran dua hingga empat persen pada paruh kedua 2023.

Langkah tersebut juga untuk memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah agar sejalan dengan nilai fundamentalnya akibat tingginya ketidakpastian pasar keuangan global, di tengah peningkatan permintaan ekonomi domestik yang tetap kuat.

"BI juga terus memperkuat respons bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas dan momentum pemulihan ekonomi melalui berbagai cara, yakni memperkuat operasi moneter melalui kenaikan struktur suku bunga di pasar uang sesuai dengan kenaikan suku bunga BI7DRR tersebut untuk menurunkan ekspektasi inflasi dan memastikan inflasi inti kembali ke sasarannya," kata Perry.

Selain itu, kebijakan juga diharapkan memperkuat stabilisasi nilai tukar rupiah sebagai bagian untuk pengendalian inflasi dengan intervensi di pasar valas baik melalui transaksi spot, Domestic Non Deliverable Forward (DNDF), serta pembelian atau penjualan Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder.

Otoritas moneter, jelas Perry, turut melanjutkan penjualan atau pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder (operation twist) untuk memperkuat stabilisasi nilai tukar rupiah dengan meningkatkan daya tarik imbal hasil SBN agar investasi asing kembali masuk ke SBN jangka pendek karena kenaikan imbal hasil (yield).

"Hal tersebut dilakukan dengan pertimbangan tekanan inflasi lebih bersifat jangka pendek dan akan menurun kembali ke sasarannya dalam jangka menengah panjang," papar Perry.

Pakar Ekonomi dari Universitas Airlangga (Unair), Surabaya, Imron Mawardi, yang diminta pendapatnya, mengatakan langkah BI menaikkan suku bunga acuan sudah sesuai dengan prediksi sesuai dengan kondisi perekonomian global.

"Ini sifatnya psikologis, menunjukkan ada ekspetasi return para investor yang meningkat. Itu membuat para investor menarik investasinya di Indonesia ke AS sehingga rupiah tertekan. BI merespons dengan menahan inflasi yang tinggi dengan menaikkan suku bunga. Sebab, tekanan rupiah dapat meningkatkan inflasi yang berakibat pada makin tergerusnya keuntungan investor," kata Imron.

Kenaikan ke level 4,25 persen itu, menurut Imron, wajar karena tekanan ke depan masih akan tinggi seiring dengan ekspektasi The Fed akan terus menaikkan suku bunga.

"Super Strong"

Secara terpisah, Ekonom dan Co-Founder & Dewan Pakar Institute of Social, Economic and Digital/ISED, Ryan Kiryanto, mengatakan keputusan BI itu cukup mengejutkan karena mayoritas ekonom memperkirakan kenaikan BI rate hanya sebesar 25 bps menjadi 4 persen.

Keputusan kali ini, kata Ryan, menegaskan stance atau view bank sentral ke depan yang lebih ketat (hawkish) dengan pertimbangan utama ekspektasi inflasi yang melampaui sasaran inflasi yang 2-4 persen setelah kenaikan harga bahan bakar minyak.

Dengan keputusan yang terbilang upfront loading atau front loaded itu maka stance BI yang a head the curve ingin menegaskan bahwa otoritas moneter itu sudah mengambil langkah setapak di depan (forward looking oriented) untuk melandaikan laju inflasi ke sasaran pada pertengahan 2023 sesuai target 2-4 persen.

Paralel dengan itu, juga untuk menjaga stabilitas nilai tukar terhadap mata uang kuat dunia, terutama dollar AS yang akhir-akhir ini mengalami apresiasi yang luar biasa yang menimbulkan fenomena super strong dollar AS menyusul kenaikan suku bunga The Fed (Fed Fund Rate/FFR) yang agresif sebesar 75 bps pada September ini menjadi 3,0-3,25 persen.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top