Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Sarana Pendidikan

Kemdikbud Kembangkan Sekolah Inklusi

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Muhadjir Effendy, menolak permintaan dibangunnya asrama khusus untuk anak berkebutuhan khusus (ABK). Alasannya, dengan berada di tempat khusus, justru hasilnya tidak bagus. Kemdikbud justru terus mengembangkan sekolah inklusi bagi ABK.

Sebab, dengan sekolah inklusi mereka ditempatkan di sekolah yang dekat dengan kediamannya, sehingga orang tua dan sekolah dapat terlibat dalam pengasuhan anak. Sementara untuk lebih memperhatikan kesejahteraan dan pendidikan ABK, Kemendikbud membentuk Direktorat Pendidikan Khusus yang khusus menangani anak-anak tersebut.

Muhadjir mengakui baru 20 persen ABK yang terlayani oleh pemerintah. "Saya harap mulai akhir tahun ketika diubah strukturnya dapat melayani semua," kata Mendikbud usai membuka Jambore Pramuka yang diikuti lebih dari 300 anak berkebutuhan khusus di Cibubur, Jakarta Timur, Kamis (2/8).

Sekolah inklusi adalah sekolah regular (biasa) yang menerima ABK dan menyediakan sistem layanan pendidikan yang disesuaikan dengan kebutuhan anak tanpa kebutuhan khusus (ATBK) dan ABK melalui adaptasi kurikulum, pembelajaran, penilaian, dan sarana prasarananya. Dengan adanya sekolah inklusi, ABK dapat bersekolah di sekolah regular yang ditunjuk sebagai sekolah inklusi.

Sebelumnya, saat berbicang dengan Koran Jakarta, sejumlah pendamping ABK meminta pemerintah baik pusat maupun provinsi membangun asrama khusus bagi ABK, terutama dari keluarga tidak mampu. Asrama ini diperlukan untuk memudahkan ABK ke sekolah. "Asrama dibutuhkan untuk memudahkan ABK ke sekolah.

Dengan ditempatkan di satu lokasi, mereka tidak perlu susah payah diantar dan dijemput. Dan itu juga untuk memudahkan orang tua mereka yang kebanyakan dari kalangan bawah," kata pendamping ABK asal Sulawesi Utara, Fredy Mandey, yang didampingi sejumlah pendamping ABK . Fredy yang juga guru pendamping SLB Katolik Sanata Ana Tomohon, Sulawesi Utara, itu mengatakan, kebanyakan orang tua dari ABK di daerahnya bekerja sebagai petani, peladang, dan tukang bangunan.

Selain asrama khusus, pihaknya juga mengharapkan pemerintah menambah jumlah pengajar karena saat ini Sulawesi Utara kekurangan guru. "Di sekolah, kami hanya ada lima guru. Satu guru mendampingi 12 anak. Idealnya satu siswa itu satu guru, apalagi untuk anak autis, yang membutuhkan perhatian khusus," kata Fredy.

Pihaknya juga berharap ada tunjangan khusus bagi pengajar ABK . "Karena pada dasarnya, kami tidak sama dengan guru reguler," tukas dia. Dalam acara Jambore tersebut, Fredy mendampingi 12 ABK mulai dari tunanetra, tunawicara, tunagrahita, dan tunadaksa. Pendamping anak berkebutuhan khusus asal Papua, Erna Talengoran, menambahkan, selain asrama, juga dibutuhkan alat penunjang. Di Papua sendiri, jumlah ABK mencapai 400 orang. eko/E-3

Komentar

Komentar
()

Top