Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Amendemen UUD | Badan Pengkajian MPR Sudah Siapkan Naskah Akademis

Kembalikan Wewenang MPR untuk Tetapkan GBHN

Foto : ISTIMEWA

Wakil Ketua MPR, Ahmad Basarah

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menyepakati akan mengamendemen terbatas Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Salah satu hasil kajian dari rencana amendemen ini adalah memberikan kembali wewenang MPR untuk menetapkan Garis Besar Haluan Negara (GBHN).

"Rencana pengembalian wewenang MPR untuk menetapkan GBHN berdasarkan kajian mendalam yang kami lakukan. Semua itu tentunya dengan tetap menyesuaikan sistem presidensial yang dianut Indonesia," kata Wakil Ketua MPR, Ahmad Basarah, menjawab Koran Jakarta, Selasa (6/8).

Menurut Basarah, kesepakatan menghadirkan haluan negara ini juga telah menjadi satu rekomendasi dalam Keputusan MPR Nomor 4/ MPR/2014 tentang Rekomendasi MPR masa jabatan 2009-2014 tanggal 29 September 2014 yang lalu. "Yaitu rekomendasi untuk melakukan reformulasi Sistem Ketatanegaraan dengan menghadirkan kembali GBHN," jelas Basarah.

Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) tersebut menjelaskan berdasarkan kajian MPR maka akan ada perubahan terbatas UUD 1945, khusus Pasal 2 dan 3 UUD 1945 yang mengatur tentang eksistensi, kedudukan hukum, dan wewenang MPR.

Rekomendasi Perubahan

Kemudian, lanjut Basarah, rekomendasi perubahan terbatas terhadap Pasal 2 dan Pasal 3 ini juga menindaklanjuti pertemuan antara Pimpinan MPR dan Ketua Dewan Pengarah, anggota Dewan Pengarah serta Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) pada tanggal 14 Maret 2018 yang menghasilkan kesimpulan perlunya sebuah haluan negara yang diatur dalam UUD.

"Atas dasar itulah kemudian, pada tanggal 16 Agustus 2018, sidang paripurna MPR mengumumkan dibentuknya dua panitia ad hoc yang akan membahas keputusan MPR tentang GBHN dan non-GBHN. Alhamdulillah, saya ditetapkan sebagai ketua Panita Ad Hoc I yang akan membahas GBHN," ucapnya.

Basarah menegaskan secara political will, MPR 2014-2019 sudah menginisiasi perubahan terbatas UUD 1945 untuk menghadirkan kembali GBHN. Hanya saja, panitia ini belum dapat bekerja sebagaimana mestinya, karena secara politik berbarengan dengan agenda Pemilu bagi legislatif maupun pemilihan presiden selain alasan teknis yang lainnya.

"Waktunya sudah tidak memungkinkan lagi. Menurut Pasal 112 Ayat (4) Tata Tertib MPR disebutkan bahwa perubahan terhadap UUD 1945 tidak dapat diajukan dalam enam bulan sebelum berakhirnya masa keanggotaan MPR," terang Basarah.

Untuk itu diharapkan pembahasan tersebut bisa dilanjutkan oleh MPR periode berikutnya. Mengenai konsep GBHN, Basarah menjelaskan pihaknya melalui Badan Pengkajian MPR sudah mempersiapkan naskah akademisnya, namun hal tersebut masih akan tergantung kesepakatan fraksi-fraksi dan kelompok DPD mengenai konsep final GBHN tersebut.

"Kami berharap komposisi pimpinan dan anggota MPR yang akan datang betul-betul dapat membuat skala prioritas agenda lima tahun ke depan. Yang utama adalah melakukan amendemen terbatas untuk menghadirkan kembali kewenangan MPR untuk menetapkan GBHN," ujarnya.

Sebelumnya, pakar komunikasi politik Universitas Pelita Harapan, Emrus Sihombing, berpendapat GBHN diperlukan, dengan catatan hanya benar-benar garis besar terhadap haluan negara. Sebab, garis besar tersebut nantinya digunakan sebagai panduan dalam menjalankan negara oleh pemerintahan terpilih.

"Saya garisbawahi adalah kata besar. Jadi, bukan sampai garis-garis operasional atau garis- garis kecil. Jangan sampai mengatur secara detail," kata Emrus.

Menurut Emrus, MPR harus hati-hati dalam mengamendemen UUD 1945 yang kelima, sehingga ke depannya tidak perlu dilakukan amendemen lagi. tri/SM/SB/N-3


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top