Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Kematian Akibat Stroke Global Diprediksi Meningkat Benerapa Dekade Mendatang

Foto : Istimewa

Ilustrasi

A   A   A   Pengaturan Font

Sebuah laporan baru memperingatkan bahwa jumlh orang yang meninggal akibat stroke di seluruh dunia diperkirakan akan meningkat sebesar 50 persen pada tahun 2050.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), setiap tahun, 15 juta orang di seluruh dunia mengalami stroke. Dari jumlah tersebut, sekitar 5 juta orang meninggal dan 5 juta lainnya menjadi cacat permanen.

Meskipun hasil stroke telah meningkat secara drastis di Amerika Serikat selama beberapa dekade terakhir, kematian akibat stroke telah berpindah dari urutan ketiga ke urutan kelima penyebab utama kematian, berdasarkan data dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC). Namun, hal tersebut tidak terdistribusi secara merata di seluruh dunia.

Data WHO menunjukkan bahwa sejak tahun 2005, probabilitas global bahwa seseorang akan mengalami stroke telah meningkat sebesar 50 persen. Stroke juga merupakan penyebab kematian kedua di seluruh dunia.

Laporan baru, yang diterbitkan pada 9 Oktober 2023, di Lancet Neurology, memproyeksikan negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah akan mengalami beban stroke terburuk di tahun-tahun mendatang, dan lebih banyak stroke akan terjadi pada semua orang, termasuk semakin banyak orang yang lebih muda, di mana pun tempat tinggal seseorang.

"Stroke akan menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat utama dalam 30 tahun ke depan. Namun, meskipun angka-angka ini terdengar suram, ada beberapa intervensi yang dapat kita lakukan," kata Salman Azhar, MD, direktur program stroke di Rumah Sakit Northwell Lenox Hill, yang tidak terlibat dalam laporan tersebut, dikutip dari Everyday Health, Minggu (15/10).

Dalam laporan baru tersebut, para ahli stroke global memperkirakan bahwa pada tahun 2050, 91 persen kematian akibat stroke 8,8 juta orang akan terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, dibandingkan dengan 86 persen saat ini. Pada saat yang sama, kematian akibat stroke di negara-negara berpenghasilan tinggi diperkirakan akan tetap berada di angka 900 ribu selama tiga dekade ke depan, yang memperlebar kesenjangan disparitas.

"Hal terbesar adalah faktor risiko yang tidak terkendali menjadi lebih umum," ujar Eseosa Ighodaro, MD, PhD, seorang ahli saraf stroke, ilmuwan saraf, dan peneliti kesenjangan kesehatan di Rumah Sakit Universitas Emory dan Rumah Sakit Memorial Grady di Atlanta.

"Kita menjadi lebih berat sebagai sebuah dunia. Kita menjadi lebih banyak duduk, dan diabetes serta tekanan darah tinggi terus meningkat," tambahnya.

Seorang profesor neurologi dan dekan di University of California di San Fransisco, Bruce Ovbiagele mengatakan, perubahan gaya hidup ini menciptakan lebih banyak penyakit kronis secara umum. Menurutnya, stroke hemoragik, yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah di otak, juga lebih sering terjadi di beberapa negara berpenghasilan rendah dan menengah dibandingkan dengan negara-negara yang lebih kaya.

Data yang diterbitkan oleh National Library of Medicine menunjukkan stroke hemoragik lebih sering terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah dan di antara individu Asia.

"Itu adalah jenis stroke yang lebih mematikan," imbuh Ovbiagele, yang mungkin juga berkontribusi pada peningkatan jumlah kematian akibat stroke di tahun-tahun mendatang.

Tetapi faktor lain lebih positif, yakni orang-orang di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah hidup lebih lama dari sebelumnya, yang berarti ada lebih banyak orang tua di negara-negara ini yang hidup cukup lama untuk mengalami stroke.

"Ini adalah fenomena yang disebut transisi epidemiologi, atau perubahan pola kesuburan dan kematian, termasuk harapan hidup dan penyebab kematian," ucap Ovbiagele.

Tetapi negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah juga kurang siap untuk menangani peningkatan stroke.

"Negara-negara ini tidak memiliki jenis infrastruktur medis seperti yang kita miliki di negara-negara berpenghasilan tinggi," kata Ovbiagele.

Ia mencatat bahwa fakta bahwa insiden stroke meningkat di seluruh dunia saja akan meningkatkan jumlah orang yang meninggal akibat stroke.

"Tetapi fakta bahwa lebih banyak stroke ini terjadi di tempat-tempat di mana sumber daya ini tidak ada di sana, hal ini dapat menyebabkan lebih banyak lagi kematian akibat stroke di negara-negara tersebut, dan oleh karena itu, secara global, ke depannya," tuturnya.

Waktu sangat penting dalam pengobatan stroke. Kelangsungan hidup dan pemulihan akan berkurang secara drastis jika seseorang tidak dirawat karena stroke dalam waktu beberapa jam setelah terserang stroke.

Kemampuan untuk sampai ke rumah sakit dan dirawat dengan obat penghilang gumpalan atau pembedahan dengan segera sangat penting, tetapi sumber daya yang dimiliki seseorang setelah menerima perawatan akut sangat meningkatkan peluang seseorang untuk pulih tanpa menjadi cacat. Laporan baru ini memperkirakan biaya langsung dan hilangnya pendapatan akan meningkat dua kali lipat, menjadi 2,31 triliun dolar AS pada tahun 2050. Negara-negara Asia dan Afrika diperkirakan akan merasakan sebagian besar dampak ekonomi ini.


Editor : Fiter Bagus
Penulis : Rivaldi Dani Rahmadi

Komentar

Komentar
()

Top