Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Kelewat Ajaib! Presiden Kabur, Warga Sri Lanka Justru Bersorak Gembira dan Optimis Jadi Negara Terbaik, Kok Bisa?

Foto : AFP

Suka cita warga Sri Lanka menyusul kabar kaburnya Gotabaya Rajapaksa.

A   A   A   Pengaturan Font

Warga Sri Lanka bersorak-sorai menyambut kabar kaburnya Presiden Gotabaya Rajapaksa pada Rabu (13/7). Mereka bahkan optimistis negaranya akan maju setelah klan Rajapaksa tidak lagi menguasai pemerintahan.

"Suatu hari, ini memang harus terjadi. Mereka merampok segalanya dari rakyat. [Namun, setelah keluarga itu pergi], kita akan jadi negara terbaik di dunia dalam waktu dekat," ujar seorang warga, Mallawaara Arachchi.

Berbicara kepada Reuters, Arachchi menyuarakan kebahagiaannya bersama ribuan orang yang menduduki rumah Gotabaya yang dianggap sebagai simbol kekuatan dinasti Rajapaksa.

Rajapaksa dikabarkan tiba di Maladewa pada Rabu (13/7) usai melarikan diri bersama istri dan pengawalnya lewat jalur udara, setelah mengatakan akan mengundurkan diri dari jabatannya. Dari Maladewa, Rajapaksa disebut bakal mengirimkan surat pengunduran diri.

Sebelumnya, Mahinda Rajapaksa, sang adik, sudah lebih dulu mundur dari jabatan perdana menteri pada 9 Mei lalu, di tengah gelombang protes warga yang semakin bergejolak.

Pengunduran diri itu sekaligus membuat putra Mahinda, Yoshith Rajapaksa, secara otomatis tak lagi menjabat sebagai kepala staf gabungan.

Dikutip dari Reuters, sebulan kemudian, putra Mahinda yang lain, Namal, juga abangnya, Chamal, bersama adik-adiknya, Basil dan Shasheendra, ramai-ramai mengundurkan diri dari jabatan-jabatan menteri yang mereka pegang.

Setelah melepaskan jabatannya sebagai menteri keuangan, Basil juga sempat berupaya kabur pada Selasa (12/7), tapi dicegat petugas imigrasi di bandara.

Kepergian Rajapaksa dianggap sebagai simbol keruntuhan dinastinya dalam kancah politik Sri Lanka. Reuters menuturkan rakyat terbelenggu krisis ekonomi terparah dalam tujuh dekade belakangan dalam cengkeraman dinasti Rajapaksa.

Rakyat juga para ahli ekonomi menganggap pemerintah Rajapaksa tidak becus menangani masalah finansial negara, yang menyebabkan krisis kian berlarut di tengah pandemi Covid-19 di Sri Lanka.

Baru-baru ini Sri Lanka sangat membutuhkan bantuan untuk mengatasi krisis terburuknya. Pada April lalu, pemerintah Sri Lanka gagal membayar utang luar negeri sebesar 15 miliar dolar AS atau sekitar Rp764 triliun. Sejak saat itu banyak harga barang naik, terutama barang impor, dan bahan bakar minyak (BBM) yang semakin langka di negara itu.

Sekolah pun ditutup karena kekurangan bahan bakar untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar dari kelas. Upayanya untuk mengatur dana talangan dari Dana Moneter Internasional (IMF) telah terhambat oleh parahnya krisis keuangan.


Editor : Fiter Bagus
Penulis : Suliana

Komentar

Komentar
()

Top