Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Penyakit Jantung Bawaan

Kelainan Struktur Jantung pada Awal Perkembangan Janin

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Di Indonesia diketahui dari 1.000 kelahiran yang hidup, 9 di antaranya mengidap penyakit jantung bawaan. Pada 2015 tercatat, terdapat 40.000 bayi lahir dengan penyakit jantung bawaan. Angka tersebut terhitung cukup besar dan harus ditangani secara tepat agar jiwa bayi dapat tertolong.

Penyakit jantung bawaan adalah penyakit dengan kelainan pada struktur jantung atau fungsi sirkulasi jantung yang dibawa dari lahir akibat adanya gangguan atau kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase awal perkembangan janin.

"Makanya, pada trimester awal kehamilan, ibu yang hamil kerap kali diimbau untuk tidak minum sembarangan obat yang dapat mengakibatkan masalah pada perkembangan jantung bayinya," jelas Oktavia Lilyasari, dokter ahli penyakit jantung dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Pada tiga bulan pertama kehamilan merupakan masa pembentukan organ-organ pada bayi, sehingga dinilai sangat rentang. Jika terjadi gangguan saat proses pembentukan jantung bayi, maka dapat menyebabkan yang terjadinya penyakit jantung bawaan.

Saat terjadi proses pembentukan otak, maka bisa menjadi penyakit lainnya. Masalahnya, sering kali penyakit jantung bawaan ini tidak memberikan gejala yang khas saat bayi baru lahir mengingat sirkulasi darah dan sistem pernapasan masih mengalami transisi dari janin ke periode pasca lahir.

Biasanya gejala dan tanda penyakit jantung bawaan dikenali dengan berat badan sulit naik, infeksi saluran pernapasan berulang namun tidak terdeteksi hingga dewasa.

"Gejala awal penyakit jantung bawaan yang sering kali timbul yaitu aliran darah ke paru banjir, berat badan susah naik, batuk panas seperti infeksi saluran pernapasan bawah, biasanya sesak nafas, nafasnya cepat, dan hidungnya kembang kempis," lanjut Oktavia.

Kesulitan untuk makan, gangguan menyusu pada anak-anak juga merupakan gejala dari penyakit jantung bawaan. Secara garis besar terdapat dua golongan penyakit jantung bawaan, yaitu non sianotik dan sianotik.

Penyakit jantung bawaan non sianotik adalah kelainan struktur dan fungsi jantung yang tidak ditandai dengan warna kebiruan pada kulit. Sementara penyakit jantung bawaan sianotik ditandai dengan adanya warna kebiruan pada kulit. "Biasanya warna biru itu ada di selaput lendir di daerah lidah, di sekitar bibir, dan bisa juga di seluruh bagian wajah," kata dokter Oktavia.

Warna kebiruan itu diakibatkan dari kurangnya kadar oksigen di dalam darah. Kemudian di bagian kuku juga ada yang menonjol yang disebut clubbing finger. Namun untuk memastikannya, harus dilakukan tindakan yang nantinya bisa diketahui penanganan seperti apa yang dibutuhkan pasien. gma/R-1

Perlu Penanganan yang Komprehensif

Tren pencitraan kardiovaskular saat ini telah bergeser dari yang bersifat invasif, menjadi ke arah non invasif. Invasif adalah tindakan medis dengan memasukkan alat ke dalam tubuh guna mendapatkan diagnosis mengenai penyakit yang dideritanya.

Sementara non invasif adalah kebalikkannya, tindakan medis yang tidak perlu membutuhkan tubuh untuk dimasuki. Data di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita Jakarta selama lima tahun terakhir menunjukan perubahannya. Penggunaan modulitas pencitraan kardiovaskular Computerized Tomography (CT) Cardiac dan Magnetic Resonance Imaging (MRI) Cardiac sebagai modulitas diagnostik non invasif lanjutan.

Setelah sebelumnya, orang lebih menggunakan diagnostik invasif seperti Echocardiography dan Kateterisasi sebagai pilihan modulitasnya.

"Pencitraan kardiovaskular merupakan hal yang fundamental dalam diagnosis penyakit jantung bawaan. Pencitraan kardiovaskular dapat menguraikan anatomi dan fisiologi tubuh, menyempurnakan tatalaksana, mengevaluasi akibat dari intervensi yang diberikan dan juga membantu penentuan prognosis pasien. Oleh sebab itu, penilaian penyakit jantung bawaan harus melibatkan berbagai modulitas pencitraan yang fungsinya saling melengkapi satu sama lain, sensitif, akurat, reprodusibel, dan hemat biaya, dengan efek samping yang minimal," ujar dr. Dafsah A. Juzar, SpJP(K), FIHA, Ketua Scientific Committee ASMIHA 2018.

Selain itu, pencitraan non invasif juga dinilai sedikit meninggalkan trauma pada tubuh dibandingkan pencitraan invasif yang harus melukai bagian tubuh terlebih dahulu.

Oktavia menambahkan hingga saat ini belum ada modulitas yang ideal untuk pemeriksaan penyakit jantung bawaan. Makanya perlu dilakukan beberapa pemeriksaan modulitas, tidak hanya satu saja. Namun ke depannya beliau menambahkan akan ada beberapa teknologi baru untuk melakukan pencitrakaan kardiovaskular.

Seperti saat ini tengah berkembang sebuah teknologi 3D printing. Teknologi tersebut dapat membuat bentuk jantung persis seperti bentuk jantung pasien dan sangat memudahkan dokter untuk melakukan tindakan selanjutnya.

"Ada juga 3D Hologram seperti yang dimiliki oleh Israel yang sangat membantu untuk dokter intervensi, tetapi sayangnya belum ada di Indonesia," tuturnya.

Ia berharap dalam beberapa tahun ke depan teknologi seperti itu bisa hadir di Indonesia. Tidak hanya membantu dokter untuk menentukan tindakan selanjutnya, namun juga membantu pasien mendapatkan perawatan yang tepat. gma/R-1

Kurangnya Sumber Daya Manusia

Pada sebagian besar kasus, penyebab penyakit jantung bawaan tidak diketahui. Meskipun begitu, ada beberapa dugaan penyebab terjadinya penyakit tersebut. Mulai dari faktor maternal, genetik, hingga lingkungan.

"Faktor maternal itu yang didapat dari ibunya. Semisalnya si ibu memiliki penyakit seperti diabetes melitus, anaknya ada risiko sebesar 20 persen menderita penyakit jantung bawaan," ujar Oktavia.

Selain itu, faktor genetik seperti jika ada saudara sedarahnya atau ibunya ada yang terkena penyakit jantung bawaan, maka ada kemungkinan bayinya juga terkena penyakit yang sama. Terdapatnya sindroma yaitu sekumpulan gejala yang memiliki kelainan kromosom seperti trisomi 21 atau yang dikenal dengan down syndrome dan trisomi 18 atau sindrom edward juga dapat menyebabkan terjadinya penyakit jantung bawaan.

Pada kasus sindrom edward yang disebut cukup mematikan karena umumnya sudah terjadi pada kehamilan. Sehingga membuat outcome yang tidak baik untuk perkembangan jantung dan terjadilah kelainan pada jantung. Selain itu, infeksi yang diderita ibunya seperti toksoplasma dan rubella.

"Gaya hidup seperti ibu yang suka merokok dan minum alkohol juga ada risiko anaknya menderita penyakit jantung bawaan," kata Oktavia.

Umumnya permasalahan ini terjadi di Indonesia pada masyarakat kalangan menengah ke bawah. Hal itu disebabkan oleh permasalahan sosial dan ekonomi yang mereka hadapi dan edukasi yang kurang sehingga mereka tidak mengerti dan tahu gejala-gejala yang dimiliki pada anaknya.

"Selain akses sulit. Indonesia adalah negara kepulauan dan keterbatasan sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia (SDM) membuat mereka susah mendapatkan akses kesehatan," terangnya.

Menurutnya SDM yang dibutuhkan bukan hanya satu orang tenaga medis, namun satu tim karena penyakit jantung bawaan membutuhkan penangan lebih dari satu orang. Akhirnya, keterlambatan merujuk dan tatalaksana itu membuat meningkatkan angka kematian akibat penyakit jantung bawaan setiap tahunnya. gma/R-1

Komentar

Komentar
()

Top