Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Musim Kemarau - Gelorakan Gerakan Membuat Kolam Penampung Air Hujan

Kekeringan Ekstrem di NTT Meluas

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Makin sedikitnya hujan yang turun di wilayah Nusa Tenggara Timur, membuat kekeringan ekstrem di provinsi ini makin meluas.

KUPANG - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Klimatologi Kupang mencatat kekeringan ekstrem semakin meluas hingga akhir Juni 2018 di Nusa Tenggara Timur (NTT). Awalnya hanya ada empat kabupaten, kini meluas bertambah tujuh kabupaten yang mengalami kekeringan ekstrem.

"Empat kabupaten yang teridentifikasi mengalami kemarau ekstrem yakni Lembata, Sumba Timur, Rote Ndao, dan Nagekeo. Namun saat ini sudah ada lagi tujuh kabupaten," kata Kepala BMKG Stasiun Klimatologi Kupang, Apolonarius Geru, di Kupang, Senin (2/7). Ketujuh kabupaten yakni Belu, Kupang, Ende, Sikka, Sumba Barat, Manggarai Timur, dan Kota Kupang.

Hal ini disampaikan Apolonarius ketika dikonfirmasi soal hasil pemantauan yaitu hari tanpa hujan berturut-turut dalam dasarian 2 Juni 2018. Walaupun terhitung di sejumlah kabupaten itu, tetapi hanya ada di beberapa daerah dalam kabupaten yang disebutkan, seperti di Sumba Timur yakni di Kawanggu, Waingapu, Melolo, dan beberapa daerah lainnya.

Ada juga di Kabupaten Manggarai Timur yakni di Lembaleda. Pada dasarnya hujan masih sering terjadi di beberapa daerah, seperti Manggarai, namun intensitas jumlah hujannya hanya berkisar dari 0 hingga 50 milimeter.

Sementara itu Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) NTT, Tini Tadeus mengatakan hingga saat ini data kawasan yang mengalami kekeringan esktrem didapatkan dari pihak BMKG.

"Sejauh ini data kami dapatkan dari pihak BMKG. Kalaupun dari BMKG berbicara saat ini jumlahnya sudah meluas, kami berharap daerah-daerah itu segera mengirimkan proposalnya untuk pencairan anggaran, karena memang saat ini selalu ada anggaran yang sudah disiapkan," tambahnya.

BPBD NTT memperkirakan anggaran untuk menanggulangi kekeringan di daerah itu bisa mencapai 20 miliar rupiah. "Kalau berkaca pada anggaran kekeringan tahun-tahun sebelumnya, jumlahnya diperkirakan bisa mencapai 20 miliar rupiah dari total kabupaten yang mengajukan proposal," kata Tini.

Kemarau Berkepanjangan

Hal ini disampaikan menanggapi semakin meluasnya kasus kekeringan ekstrem di 11 kabupaten di NTT akibat musim kemarau berkepanjangan yang terjadi di daerah itu. Sejumlah anggaran itu, kata Tini, ada di pusat sehingga jika ada proposal masuk maka akan langsung dicairkan oleh BNPB sesuai dengan proposal yang diminta.

"Dana sebesar itu tergantung dari inisiatif setiap kabupaten yang ingin menganjurkan berapa anggaran yang ingin dicairkan," katanya.

Namun, kata Tini, kesulitan yang dihadapi di BNPB adalah proses pencairan dana atau anggaran itu terjadi pada Oktober. Padahal seharusnya jika ancaman kekeringan berlangsung pada hari itu maka anggarannya harus dicairkan pada saat itu juga. Proses pencairannya memang cukup memakan waktu yang lama sehingga diperlukan kesabaran dari setiap kabupaten jika ingin mencairkannya.

Namun sebelum dana bencana itu cair, BNPB akan menurunkan tim verifikasinya untuk memantau secara langsung apakah benar ada bencana di daerah itu. Anggaran yang dikeluarkan bagi kabupaten terkena bencana juga sudah barang tentu diketahui oleh Kementerian Keuangan.

Sebelumnya, Ketua Komisi II DPRD NTT, Anton Bele mengatakan gerakan membuat kolam penampung air hujan diharapkan menjadi salah satu solusi strategis yang komprehensif dalam mengatasi masalah kekeringan di daerah ini.

"Kami berharap agar para penyuluh dari Dinas Pertanian dan Dinas Pekerjaan Umum yang membidangi sumber daya air, dapat melakukan pendampingan kepada masyarakat agar lebih memahami tentang spesifikasi teknis kolam penampung air hujan tersebut," kata Bele.

eko/SM/Ant/N-3


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top