Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Kecantikan Dua Danau di Kota Seribu Biara

Foto : Istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Kabupaten Manggarai kaya akan pemandangan alam yang cantik. Tempat yang lebih dikenal dengan Ruteng ini juga kaya akan desa adat dengan tradisi yang masih dijaga.

Negeri ini sudah sejak lama dikenal kaya akan pemandangan alam yang indah. Penyedia layanan perjalanan tiket.com mengumumkan 11 rekomendasi untuk destinasi wisata dengan panorama alam terindah saat berlibur, salah satunya yang ada dalam dapat itu adalah Ruteng di Kabupaten Manggarai.
Ruteng sendiri adalah ibu kota dari Kabupaten Manggarai di Nusa Tenggara Timur, namun menjadi lebih umum untuk menyebut nama kabupaten itu. Wilayah ini memiliki ketinggian 1.200 mdpl sehingga udaranya cukup sejuk yaitu antara 18,7 - 27 derajat Celsius.
Udara yang sejuk daripada tempat lain kemungkinan yang membuatnya dipilih menjadi pusat penyebaran agama Katolik di Pulau Flores oleh orang Eropa. Di Ruteng, wisatawan dapat menjumpai banyak katedral yang menghadirkan nuansa Eropa. Banyaknya tempat ibadah agama Katolik membuat kota Ruteng dijuluki sebagai "Kota Seribu Biara" atau "Kota Seribu Gereja".
Pemandangan alam Ruteng yang indah dapat dilihat di Taman Wisata Alam (TWA) Ruteng. Menurut data kantor BBKSDA NTT luas tempat ini mencapai 32.245,60 hektare dengan pembagian luas kawasan 8.013,60 hektare berada di wilayah Kabupaten Manggarai dan seluas 24.235 hektare berada di wilayah Kabupaten Manggarai Timur.
Salah satu yang menarik dari TWA adalah Danau Ranamese yang berada di Ruteng. Secara administratif danau ini berada di Desa Golo Loni, Kecamatan Rana Mese, Kabupaten Manggarai Timur. Luasnya sekitar 5 hektare pada ketinggian sekitar 1.200 mdpl, sehingga tidak heran air danau ini terasa menusuk tulang.
Airnya yang jernih seperti kaca disertai pemandangan pepohonan hijau, hawa di sekitarnya menciptakan pemandangan yang luar biasa. Danau itu diapit Gunung Mandosawu dan Gunung Ranaka. Keduanya menambah indah bentang alam di kawasan danau.
Di TWA, seorang misionaris Katolik asal Belanda, JA Verheijen, dalam kurun waktu 25 tahun (1967-1992) melakukan penelitian guna mengidentifikasi kekayaan flora dan fauna di kawasan hutan Ruteng ini. Hasilnya tercatat ada sebanyak 252 spesies tumbuh-tumbuhan berbunga dan tidak berbunga yang meliputi 94 famili dan 119 genera, serta sejumlah spesimen fauna.
Spesies tumbuhan berbunga yang ditemukan diantaranya adalah anggrek. Vegetasinya yang lebat dengan kelembaban hingga 90 persen menjadi naungan yang tepat bagi berbagai jenis anggrek hutan, seperti Dendrobium hymenophyllum, Vanda limbata, Pholidota imbricata, Spathoglottis plicata, Liparia latifolia, hingga Paphiopedilum schoseri (anggrek kantong semar).
Di TWA Ruteng memiliki lebih dari 70 spesies burung dan di antaranya terdapat 15 jenis merupakan endemik Flores antara lain burung Anis Kembang (Zoothera interpres), Elang Flores (Nisaetus floris), Celepuk Flores (Otus alfredi), Nuri/Serindit Flores (Loriculus flosculus), Perkici Flores (Trichoglossus weberii), Gagak Flores (Corvus florensis), dan masih banyak lagi.
Sedangkan mamalia endemik yang ada di TWA Ruteng adalah tikus terbesar di dunia dengan nama Flores Giant Rat (Papagomys armandvillei), tikus poco ranaka (Rattus hainaldi), dan kelelawar flores (Cynopterus nusatenggara). Mamalia besar lainnya yang dapat ditemui di wilayah ini adalah monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), landak (Hystrix brachyura), babi hutan (Sus sucrofa vittatus) dan musang (Paradoxurus hermaphroditus).

Simpan Misteri
Hutan TWA Ruteng menyimpan misteri penting bagi perjalanan sejarah masyarakat Manggarai. Meski penelitian ilmiah yang intensif tentang hal ini belum pernah dilakukan, namun dari penuturan orang-orang tua di Manggarai, tempat ini menjadi kampung orang Manggarai yang konon datang dari Minangkabau.
Mereka berdiam di sebuah tempat dengan nama gunung Mandosawu (gugusan Ranaka, Nampar Nos) yang saat ini orang mengenalnya dengan sebutan Bangka Kuleng. Oleh karenanya TWA Ruteng adalah adalah 'rumah ibu' bukan hanya bagi biota yang ada di dalamnya tetapi juga bagi seluruh masyarakat Manggarai dan Manggarai Timur.
Ada lagi danau yang unik di Ruteng dengan nama Danau Rana Tonjong yang menjadi salah satu daftar kunjungan wisatawan di Kabupaten Manggarai. Danau ini beralamat di Desa Nanga Mbaling, Kecamatan Sambi Rampas.
Keunikan Danau Rana Tonjong adalah Salah satu yang ditawarkan danau ini adalah hamparan bunga seroja atau lotus (Nelumbo nucifera Gaertn) yang memenuhi danau dengan luas 3,5 hektare tersebut. Seperti namanya, Rana yang berarti rawa-rawa dan tonjong yang berarti lotus danau ini berupa rawa-rawa yang ditumbuhi tumbuhan itu.
Ketika bunganya sedang warna danau ini menjadi merah jambu atau pink dengan kombinasi warna hijau dari batang bunga dan daunnya. Sebuah objek yang sangat menarik untuk memanjakan mata sekaligus berfoto.
Wisatawan sebaiknya tidak membawa bunga-bunga yang bermekaran itu. Hal ini selain merusak keindahan, bunga tersebut konon tidak akan bisa berbunga jika ditanam di tempat lain, namun hanya bisa tumbuh.
Cara terbaik ke Danau Rana Tonjong ada apa pada April hingga Juni setiap tahun. Pada rentang waktu itu buka secara maksimal bermekaran. Selain panorama bunga teratai raksasa yang indah, pengunjung juga akan dimanjakan oleh lanskap areal persawahan di bagian timur danau.
Di Kecamatan Cibal Barat, ada air terjun dengan nama Pangkadari yang biasa didatangi wisatawan mancanegara. Air terjun ini memiliki keunikan dan keindahan yang luar biasa.
Suasana yang sunyi, lumut hijau yang tumbuh subur dengan menempel kuat pada bebatuan dapat dijumpai di sini. Pohon-pohon yang tumbuh subur di sekelilingnya, udara sejuk dan segar kaya oksigen, air yang bening dan bersih adalah pesona yang ditawarkan. hay/I-1

Kaya Warisan Masa Lalu

Wilayah Ruteng di Kabupaten Manggarai yang menawarkan pemandangan alam menakjubkan juga, memiliki budaya yang menarik wisatawan. Beberapa desa yang ada memiliki daya tarik karena memiliki budaya dan tradisi kuat.
Bukan hanya Wae Rebo atau Waerebo, sebuah desa terpencil di ketinggian yang dimiliki Kabupaten Manggarai yang lebih populer disebut dengan Ruteng. Desa adat lainnya yang memiliki daya tarik wisata adalah Desa Compang yang berada di Kecamatan Golo Dukal, Kabupaten Manggarai.
Compang adalah altar batu yang biasanya ditemukan di halaman rumah tradisional masyarakat Manggarai. Compang adalah pusat atau inti dari upacara tradisional yang bertujuan untuk mengucapkan terima kasih kepada Tuhan atas panen yang melimpah. Saat upacara kerbau dan sapi diikat pada compang ini untuk kemudian dikorbankan.
Desa Compang adalah salah satu desa tradisional yang masih tersisa di Manggarai dengan masih mempertahankan tradisinya khas. Salah satu ciri khas di Desa Compang Ruteng ini adalah masih terdapat batu compang. Batu ini berupa altar yang berada di halaman rumah adat tradisional masyarakat Manggarai.
Salah satu fungsi batu compang ini adalah sebagai tempat untuk menyembelih hewan kurban semisal sapi atau kerbau. Saat upacara kerbau dan sapi diikat pada compang ini untuk kemudian dipotong untuk dikonsumsi bersama.
Di Desa Compang, wisatawan juga bisa memasuki rumah tradisional yang disebut dengan Rumah Gendang dan mengamati secara detail struktur, karakteristik, atau ciri khas rumah adat masyarakat Manggarai. Pada saat upacara tamu akan disambut dengan upacara penyambutan.
Desa dengan yang masih mempertahankan budaya tradisional selanjutnya adalah Desa Todo. Berada di Kecamatan, Satar Mese Utara, Kabupaten Manggarai, Desa yang terletak kaki Gunung Anak Ranaka, dulunya adalah pusat pemerintahan Kerajaan Manggarai.
Kerajaan itu dahulu menguasai Pulau Flores sebelum akhirnya harus pindah ke Kota Ruteng. Ahli sejarah baik dalam maupun luar negeri bolak-balik datang ke Desa Todo untuk meneliti lebih dalam tentang seberapa besar Kerajaan Manggarai kala masih berkuasa.
Todo, yang saat itu menjadi salah satu dari tiga komunitas masyarakat terbesar di Flores, selain Bima dan Gowa. Masyarakat itu punya andil besar dalam pembentukan kesatuan Kerajaan Manggarai. Salah satu bukti kebesaran Raja Todo dan pengaruhnya terhadap Kerajaan Manggarai adalah hadirnya Mbaru Niang artinya rumah Niang.
Sedangkan Niang Todo yakni sebuah rumah adat yang menyerupai rumah panggung dengan bentuk bundar, serta beratap jerami berbentuk kerucut yang diketahui merupakan istana Raja Todo terdahulu. Rumah adat beratap ijuk berbentuk kerucut ini hampir sama seperti rumah adat Manggarai pada umumnya. Rangkanya terbuat dari berbahan kayu dan bambu. Jika kerucut dibuka maka kerangkanya akan menggambarkan sebuah jaring laba-laba.
Niang Todo ini diketahui merupakan rumah adat tertua di Kabupaten Manggarai. Rumah adat khas Todo ini cukup mencuri perhatian dunia, saat dinobatkan sebagai salah satu kandidat peraih penghargaan Aga Khan untuk arsitektur pada 2013 dari UNESCO.
Berbentuk kerucut lantainya memiliki lima tingkat yang ditopang kayu worok dan bambu. Niang Todo menyimpan sebuah gendang kulit manusia yang cukup sakral di dalamnya. Gendang inilah yang mampu menceritakan asal usul Kerajaan Manggarai di Desa Todo.
Ruteng juga dikenal memiliki peninggalan masa prasejarah di situs Liang Bua. Menurut bahasa Manggarai, liang memiliki arti gua dan bua berarti sejuk atau dingin. Panjang gua ini mencapai 50 meter dan lebar 40 meter dan tinggi 25 meter.
Para arkeolog memulai proyek penggalian pada 1930, tepatnya pada masa kolonial Belanda. Theodor L Verhoeven, seorang misionaris merangkap arkeolog berkebangsaan Belanda, pada era '50-an sampai '60-an menunjukkan potensi arkeologi dan paleontologi.
Petunjuk ini ditindaklanjuti oleh Puslit Arkenas yang menyatakan usia Liang Bua mencapai 190.000 tahun. Di zaman dahulu diperkirakan Liang Bua mempunyai fungsi sebagai hunian manusia prasejarah dimulai dari zaman batu (Paleolitikum), zaman batu madya (Mesolitikum), zaman batu muda (Neolitikum), hingga zaman logam awal (Paleometalikum).
Yang monumental dari situs ini adalah ditemukannya tengkorak kuno dari manusia Flores (Homo floresiensis) pada kedalaman enam meter. Tengkorak ini berbentuk manusia pendek dengan tinggi badan 100 sentimeter dan berat 25 kilogram, yang berasal dari 18.000 tahun yang lalu. hay/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : Haryo Brono

Komentar

Komentar
()

Top