Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Strategi Pembangunan I Bapanas Perkuat Validasi Data KPM Bantuan 10 Kg Beras

Kebijakan Pemerintah Harus Bisa Perbaiki Taraf Hidup Rakyat

Foto : ISTIMEWA

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pemberian bantuan sosial (bansos) seperti pemberian bantuan 10 kilogram beras terkesan sebagai kebijakan populis sebab tidak efektif untuk menurunkan angka kemiskinan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan selama 10 tahun bansos dikucurkan ratusan triliun rupiah ternyata tingkat kemiskinan hanya turun 2 persen.

"Jadi, bansos tidak efektif mengentaskan kemiskinan. Jika masih ingin memberikan bansos, itu bentuknya tunjangan yang besarnya setara biaya hidup," ujar Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti, kepada Koran Jakarta, Jumat (9/8).

Esther mengingatkan bila hanya memberi bansos sebesar 10 kilogram beras dan sejumlah uang yang besarnya di bawah biaya hidup itu tidak bisa mengentaskan kemiskinan. Seharusnya ada kebijakan pemerintah untuk memperbaiki taraf hidup masyarakat.

Di sektor pertanian, tambah Esther, pemerintah harus mendorong produksi beras meningkat, lalu memperlancar distribusi pangan dan ?menjaga stabilitas harga. Intinya membuat harga pangan affordable. Kemudian, menjaga masyarakat agar punya pekerjaan sehingga punya pendapatan

Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudisthira, mengatakan bantuan pangan selama ini punya risiko penyaluran tidak tepat sasaran yang cukup besar dibanding bantuan tunai. Misalnya, soal bantuan beras saat pemilu bisa dipolitisasi, penerimanya juga ada yang ganda di berbagai daerah.

Ada juga kasus bantuan berbentuk beras distribusinya kurang baik akhirnya rusak di perjalanan dan berasnya dibuang.

Harus Tepat Sasaran

Sedangkan ekonom STIE YKP Yogyakarta, Aditya Hera Nurmoko, mengatakan langkah yang diambil oleh Badan Pangan Nasional (Bapanas) dalam memperkuat validasi data keluarga penerima manfaat (KPM) untuk program bantuan pangan beras sangat krusial mengingat pentingnya memastikan bantuan sosial seperti ini benar-benar mencapai sasaran, yaitu masyarakat yang paling membutuhkan.

"Dalam konteks ekonomi yang penuh tantangan seperti saat ini, ketepatan sasaran distribusi bantuan tidak hanya penting untuk memastikan efektivitas program, tetapi juga untuk menghindari terjadinya ketimpangan dan inefisiensi penggunaan anggaran," katanya.

Bantuan yang tidak tepat sasaran, menurut Aditya, dapat memperburuk situasi ekonomi bagi mereka yang benar-benar membutuhkan, sekaligus membebani anggaran negara tanpa memberikan dampak yang signifikan bagi masyarakat.

Upaya Bapanas untuk terus memantau dan memperbaiki program ini sebaiknya benar-benar bisa terwujud dan tidak hanya jadi pidato manis semata. Untuk itu, validasi data yang lebih kuat akan membantu mengurangi potensi penyimpangan, memastikan bahwa bantuan ini benar-benar memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat yang rentan.

Esther, Bhima, dan Aditya ini menanggapi apa yang disampaikan Deputi Ketersediaan dan Stabilitas Pangan Bapanas, I Gusti Ketut Astawa. Ketut mengatakan Bapanas memperkuat validasi data KPM bantuan pangan berupa 10 kilogram beras, untuk memastikan distribusi tepat sasaran dan sampai kepada masyarakat yang benar-benar membutuhkan.

Bansos Berdampak Sementara

Deputi bidang Ekonomi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/ Bappenas), Amalia Adininggar Widyasanti, mengatakan selain bansos, masyarakat juga membutuhkan lapangan kerja yang berkualitas agar dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja sehingga menurunkan tingkat pengangguran dan kemiskinan.

Sebelumnya, peneliti Sustainability Learning Center (SLC), Hafidz Arfandi mengatakan, program bansos berupa beras dinilai tak akan menyelesaikan permasalahan kerawanan pangan. Karena itu, optimalisasi konsep pangan lokal atau local food menjadi solusi tepat untuk mengatasinya.

Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Katolik Atmajaya Jakarta YB Suhartoko mengatakan pemberian bantuan pangan kepada keluarga rawan pangan dalam jangka sangat pendek memang akan mempercepat penghapusan kemiskinan ekstrem.

Namun, kebijakan itu hanya berdampak sementara, apabila tidak dicari akar masalahnya. Menurutnya, penyebab kemiskinan ekstrem bukan sekadar pendapatan saja, tetapi akses pasar, biaya yang tinggi mencapai tempat kerja, jumlah tanggungan keluarga, lingkungan yang tidak sehat, ketrampilan yang dimiliki dan berbagai variabel lain.

"Karena itu pendekatan terhadap kelompok rawan pangan jangan sekadar karitatif (amal) saja yang juga menimbulkan risiko ketergantungan masyarakat kepada pemerintah. Keluarga rawan pangan perlu ditingkatkan menjadi keluarga yang mandiri," tegas Suhartoko.

Peran pemerintah dalam hal ini menurutnya lebih pada fasilitator, pendampingan dan konsultasi. "Kelembagaan masyarakat yang bersifat gotong royong perlu didorong untuk menjadi katalisator perubahan masyarakat," ucapnya.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top