Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Peningkatan Daya Saing - UE Meminta Pembentukan Panel WTO pada 14 Januari Lalu

Kebijakan Hilirisasi Tak Bisa Ditawar

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Upaya mendorong peningkatan nilai tambah dan daya saing industri nasional akan senantiasa menjadi agenda prioritas ke depan.

JAKARTA - Pemerintah akan terus memperjuangkan kepentingan Indonesia di tingkat multilateral. Salah satunya dengan mempertahankan kebijakan Indonesia terkait bahan mentah (DS 592) yang tengah digugat Uni Eropa (UE) di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi, mengungkapkan pemerintah menyesalkan langkah UE meminta pembentukan Panel WTO pada 14 Januari lalu untuk menyelesaikan kasus tersebut. "Indonesia siap mempertahankan posisinya di forum penyelesaian sengketa di WTO," tegas Mendag dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Jumat (15/1), terkait sengketa nikel di WTO.

Dia menambahkan pemerintah bersama pihak terkait akan terus berkoordinasi untuk memastikan bahwa langkah dan upaya mendorong peningkatan nilai tambah dan daya saing nasional akan senantiasa menjadi agenda prioritas ke depan.

Terkait kasus sengketa DS 592, UE sebelumnya mengajukan permintaan konsultasi pada 22 November 2019 sebagai respons diterapkannya larangan ekspor bijih nikel oleh pemerintah Indonesia mulai 1 Januari 2020. UE menilai kebijakan pemerintah Indonesia tersebut melanggar sejumlah ketentuan WTO dan berdampak negatif pada daya saing industri baja di UE.

Menyikapi langkah UE itu, pemerintah Indonesia berpandangan negara di Benua Biru tersebut telah salah memahami dan mengartikan kebijakan Indonesia, meskipun hal tersebut telah disampaikan secara jelas saat proses konsultasi pada 2020. Meski demikian, menurut Mendag, Indonesia optimistis forum penyelesaian sengketa di WTO merupakan tempat tepat untuk menguji (exercising) kebijakan anggotanya sesuai dengan prinsip WTO.

"Indonesia sebagai negara yang menjunjung tinggi hukum akan melayani tuntutan UE tersebut dengan penuh wibawa. Pemerintah Indonesia juga sangat menghargai UE dan berkomitmen mengikuti proses baku sesuai aturan WTO yang akan mulai diproses pada 25 Januari 2021," lanjut Mendag.

Selain itu, ke depannya Indonesia juga tidak keberatan dan siap berkolaborasi dengan UE dalam menciptakan nilai tambah di sektor besi baja. Indonesia adalah penghasil besi baja kedua terbesar di dunia setelah Tiongkok.

Pada Januari-November 2020, sektor besi baja merupakan penyumbang ekspor terbesar ke-3 setelah minyak kelapa sawit dan batu bara dengan nilai 9,6 miliar dollar AS. Ini adalah bagian dari transformasi Indonesia, yang semula merupakan negara penghasil barang mentah dan setengah jadi, kini menjadi penghasil barang industri dan industri berteknologi tinggi.

Lawan Proteksionisme

Sebelumnya, pemerintah Indonesia beromitmen melawan segala aksi proteksionisme dagang berkedok kampanye melindungi lingkungan yang dilakukan oleh negara atau kelompok lain. Saat ini, banyak kampanye hitam yang saat ini masih ditujukan ke beberapa produk ekspor Indonesia, misalnya kelapa sawit, merupakan upaya untuk menghindari kompetisi pasar dan melindungi komoditas dalam negeri di wilayah tertentu.

"Pemerintah Indonesia menentang segala bentuk proteksionisme yang dilakukan dengan menggunakan alasan lingkungan," kata Wakil Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Mahendra Siregar, saat membuka diskusi virtual yang diikuti dari Jakarta, Kamis (14/1).

Dia memperingatkan bahwa aksi semacam itu dapat mengancam berbagai perjanjian dagang di tingkat dunia yang telah diteken oleh banyak negara. Tidak hanya itu, aksi tersebut juga dapat menghambat upaya pemerintah dan pelaku usaha yang ingin menciptakan keberlanjutan di sektor dagang.

ers/Ant/E-10


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Antara

Komentar

Komentar
()

Top