Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Kebijakan BPJS Kesehatan Merugikan Pasien

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Tiga peraturan Direksi BPJS Kesehatan dinilai mengorbankan mutu pelayanan dan membahayakan keselamatan pasien.

JAKARTA - Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) menilai peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan (Perdirjampelkes) BPJS Kesehatan tentang Pelayanan Katarak, Persalinan Bayi, dan Rehabilitasi Medik merugikan masyarakat (pasien) dalam mendapatkan mutu pelayanan kesehatan yang berkualitas. Ketua Umum PB IDI, Ilham Oetama Marsis, di Jakarta, Kamis (2/8), mengatakan Perdirjampelkes tentang persalinan bayi baru lahir sehat, dinilai berisiko mengalami sakit, cacat, atau kematian karena tidak mendapatkan penanganan yang optimal.

Sementara itu, pembatasan operasi katarak yang dijamin program JKN dengan syarat visus atau ketajaman penglihatan 6/18 (buta sedang) dinilai akan mengakibatkan naiknya angka kebutaan, menurunkan produktivitas, dan meningkatkan risiko cedera dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Sedangkan peraturan yang mengatur pelayanan rehabilitasi medik dibatasi hanya dua kali per minggu dinilai tidak sesuai dengan standar pelayanan rehabilitasi medik.

"Ini mengakibatkan hasil terapi tidak tercapai secara optimal dan kondisi disabilitas sulit teratasi," jelas Ilham. Peraturan tersebut juga berdampak merugikan pasien, karena dokter berpotensi melanggar sumpah dan kode etik dengan tidak melakukan praktik kedokteran sesuai standar. "Kewenangan dokter dalam melakukan tindakan medis diintervensi dan direduksi oleh BPJS Kesehatan," kata Marsis. Selain itu, lanjut Marsis, tiga Perdirjampelkes tersebut berpotensi melanggar UU SJSN Nomor 40 Tahun 2004 Pasal 24 Ayat (3).

"BPJS Kesehatan seyogianya tidak mengorbankan mutu pelayanan dan membahayakan keselamatan pasien," tandasnya. Perdirjampelkes tersebut juga tidak mengacu pada Perpres Nomor 19 Tahun 2016 tentang JKN Pasal 43a Ayat (1) di mana BPJS Kesehatan mengembangkan teknis operasionalisasi sistem pelayanan kesehatan, sistem kendali mutu pelayanan, dan sistem pembayaran pelayanan kesehatan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas.

"IDI meminta BPJS Kesehatan membatalkan Perdirjampelkes Nomor 2, 3, dan 5 Tahun 2018 untuk direvisi sesuai dengan kewenangan BPJS Kesehatan yang hanya membahas teknis pembayaran dan tidak memasuki ranah medis," kata Marsis. IDI juga meminta defisit BPJS Kesehatan yang dikabarkan sekitar 388 miliar rupiah tidak bisa dijadikan alasan untuk menurunkan kualitas pelayanan. "Dokter harus mengedepankan pelayanan sesuai dengan standar profesi," tegas Marsis.

Menurutnya, upaya penghematan yang dilakukan BPJS Kesehatan dengan pembatasan layanan berpotensi menyebabkan kerugian yang lebih besar dalam jangka panjang. Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Aman Bhakti Pulungan mengatakan, Perdirjampelkes tersebut berpotensi meningkatkan angka kekerdilan atau stunting karena bayi yang terlahir cacat atau dengan penyakit komplikasi. "Anak lahir cacat, segala macam bisa terjadi, gampang infeksi, pertumbuhan terganggu, stunting akan meningkat," kata Aman.

Ketua Persatuan Dokter Spesialis Mata Indonesia, Johan Hutauruk berpendapat peraturan tentang Pelayanan Katarak juga berpotensi meningkatkan angka kebutaan di Indonesia. Alternatif Solusi Dalam kesempatan terpisah, Menteri Kesehatan, Nila Faried Moeloek, mengatakan pihaknya sedang berupaya menengahi persoalan tersebut. "Kami menengahi.

Tiga peraturan yang dikeluarkan direksi BPJS Kesehatan itu memang meresahkan para dokter dan tenaga profesi. Oleh karena itu, kami mencoba menawari solusi-solusi alternatif," ujarnya. Selain itu, lanjutnya, persoalan tersebut juga telah disampaikan kepada Presiden Joko Widodo untuk diketahui, sehingga diberikan arahan untuk menyelesaikan masalah ini agar masyarakat serta peserta BPJS Kesehatan tidak semakin resah. "Sudah saya sampaikan ke Presiden, kita selesaikan. Jadi istilah saya, win-win-lah. Kita ngerti dia (BPJS Kesehatan) defisit, tapi kita juga mengerti bisa efesiensi dari ini (kebijakan direksi)," pungkasnya. eko/Ant/E-3

Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top