Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kudeta Myanmar

KBRI Siapkan Evakuasi WNI

Foto : BBC/Reuters

Aksi protes di Myanmar

A   A   A   Pengaturan Font

NAYPYIDAW - Pihak Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) telah menyiapkan evakuasi warga negara Indonesia (WNI) bila kondisi politik di Myanmar kian memburuk. Hal itu disampaikan Duta Besar Indonesia untuk Myanmar, Iza Fadri, dalam pertemuan virtual dengan warga negara Indonesia Senin (8/2).

"Sejak dua hari lalu Kementerian Luar Negeri RI telah menyiapkan persiapan darurat untuk berjaga-jaga, termasuk kemungkinan evakuasi WNI," kata Dubes Iza. "Evakuasi (akan dilakukan) kalau situasi sudah anarkis, tak ada lagi hukum dan pemerintah sudah tak bisa mengendalikan situasi lagi. Tak ada lagi otoritas, dan WNI sudah tidak bekerja juga. Menurut saya lebih baik, evakuasi, itu yang bisa dijadikan patokan untuk evakuasi," kata Dubes Iza.

Dubes RI juga mengimbau kepada WNI di Myanmar, yang perusahaannya tutup dan tak beroperasi lagi, untuk lebih baik kembali ke Indonesia.

Rencana darurat yang telah disiapkan itu, menurut Iza, termasuk beberapa aliternatif, menggunakan pelabuhan bila bandar udara tutup.

Warga negara Indonesia di Myanmar tercatat sekitar 600 orang dan sejauh ini sudah lebih dari 400 yang mendaftarkan diri melalui online di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Yangon.

Iza mengatakan demonstrasi yang telah terjadi dalam beberapa hari ini terdengar dari kantor kedutaan dan ia mengimbau warga Indonesia untuk tidak keluar rumah.

"Kami lihat (demo ini) sangat masif. Kami imbau warga untuk tidak usah ikut. Pak Athan [atase pertahanan] mengirim foto, ada orang yang pakai senjata panjang dari gedung tinggi [sniper dalam istilah militer]," tambah Dubes Iza.

Tetapi sejauh ini, unjuk rasa dalam tiga hari terakhir berjalan damai. Berdasarkan penuturan Gerald Eman, ketua Kerukunan Indonesia Myanmar (KIM), WNI yang telah tinggal di negara itu selama 17 tahun, mengatakan berdasarkan pengalamannya, demonstrasi di negara itu belum pernah diwarnai kerusuhan dan penjarahan.

"(Sejauh pengalaman saya), karakternya (demonstrasi) tak anarkis. Kerusuhan, menjarah toko dan lain-lain belum pernah kita liat, kondisinya benar-benar politik," kata Gerald.

Sementara itu Cecep Yadi, warga negara Indonesia yang tinggal di pusat Kota Yangon, mengatakan dari apa yang dilihatnya dalam tiga hari terakhir ini, para demonstran tidak ada yang sampai merusak fasilitas umum.

"Mereka di sini tidak ada yang merusak fasilitas, menjarah toko ataupun melawan aparat pengamanan. Semuanya berisik, berteriak, dan berorasi, tapi tidak ada yang takut. Tidak ada yang hanya menonton.. Kalaupun tinggal di rumah, mereka akan diam di depan rumah dan ikut mengangkat tangan tiga jari sebagai bentuk partisipasi demokrasi dan ikut membagikan makanan dan minuman ke setiap orang yang lewat," lapor Cecep.

"Berdasarkan dua hari kemarin, demo selesai jam 20.00, dan mereka kembali ke rumah masing-masing dan membuat suara bising selama kurang lebih 15 menit dengan memukul mukul alat alat dapur (panci atau wajan). Setelah itu sepi," pungkas Cecep. BBC/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat

Komentar

Komentar
()

Top