Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Kalian Pasti Kaget, Sebanyak 1.400 Jenis Obat yang Telah Dicoba Untuk Sembuhkan Pasien Covid-19

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sampai saat ini belum menetapkan obat definitif untuk pasien Covid-19. Sementara obat-obatan yang sudah ada di pasaran diperuntukan penyakit lainnya, banyak digunakan sebagai penunjang penyembuhan pasien Covid-19.

Dari jumlahnya ternyata sampai ada 1.400 jenis obat.

Akademisi dari University of Michigan menguji lebih dari 1.400 obat yang disetujui FDA pada sel manusia saat mereka terinfeksi virus Covid-19 dan setelah virus itu hilang. Mereka menemukan bahwa ada pula suplemen diet di antara 17 obat yang dapat mengurangi Covid-19 dalam sel manusia

Tim ilmuwan mempelajari infeksi SARS-CoV2 di berbagai sel, seperti sel induk. Mereka menemukan bahwa obat terbaik untuk membunuh Covid-19 adalah laktoferin, protein yang ditemukan dalam ASI, yang juga dapat dibeli sebagai suplemen diet yang terbuat dari susu sapi.

Menurut para akademisi, laktoferin juga dapat mencegah variasi baru Covid-19 yang berkembang di sel manusia, seperti varian Delta.

Namun, penelitian sebelumnya telah menyimpulkan bahwa senyawa lain lebih dari laktoferin efektif untuk mengatasi SARS-CoV2 dalam sel. Menyediakan tergantung pada sistem sel apa yang digunakan.

Co-Director of the Michigan Institute for Clinical & Health Research dan para pendiri/sponsor eksekutif dari University of Michigan's Center for Drug Repurposing dr. George A. Mashour, mengatakan, menggunakan kembali obat-obatan yang sudah ada dalam pengaturan klinis memiliki banyak keuntungan.

Yaitu dari segi waktu yang jauh lebih singkat dari penemuan hingga penggunaan klinis. Termasuk profil yang terdokumentasi, pengurangan beban kerja, dan penghematan yang substansial.

Hasil lengkap penelitian tersebut dapat diakses di jurnal 'Proceedings of the National Academy of Science'.

Peneliti utama dr Profesor Jonathan Sexton mengatakan secara tradisional, proses pengembangan obat membutuhkan waktu satu dekade. Namun karena pandemi, tak mungkin jika harus menunggu selama itu.

"Kami tidak memiliki waktu satu dekade untuk menunggu," katanya seperti dilansir dari diabetes.co.uk, Rabu (15/9/2021).

"Terapi yang kami temukan dengan baik untuk uji klinis fase dua karena keamanannya telah ditetapkan," tambahnya.


Editor : Fiter Bagus
Penulis : Zulfikar Ali Husen

Komentar

Komentar
()

Top