Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Jumlahnya Fantastis! KPK Ungkap Biaya Politik Indonesia Mahal, Calon Gubernur Butuh Modal Sampai Rp100 Miliar

Foto : Antara

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata.

A   A   A   Pengaturan Font

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengatakan bahwa biaya politik di Indonesia tergolong sangat mahal.

"KPK sangat menyadari biaya politik di negeri ini mahal, menjadi anggota DPR, DPRD, kepala daerah tidak ada yang gratis," ujarnya seperti dikutip dari Antara.

Dirinya menyebut, survei yang dilakukan lembaga anti rasuah itu mengungkap bahwa para calon kepala daerah harus memiliki modal yang besar.

"Kami telah melakukan survei, dana yang harus dimiliki para calon untuk menjadi kepala daerah tingkat II saja sebesar Rp20-30 miliar. Untuk gubernur, harus memiliki dana Rp100 miliar," jelas Alex.

Alex menuturkan biaya pencalonan itu didapat dari berbagai sponsor karena partai politik membuka kesempatan selebar-lebarnya bagi berbagai perusahaan untuk turut menyumbang. Namun, KPK menyoroti bahwa praktik semacam itu justru menjadi beban politik ketika para calon sudah terpilih.

Dirinya mencontohkan, apabila sang calon maju dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) mendapatkan sumbangan dana dari sebuah perusahaan kontraktor, maka sang calon akan ditagih 'jatah proyek' ketika kelak terpilih untuk menjabat di pemerintahan. Bahkan para perusahaan dapat dengan mudah lolos dalam sebuah tender proyek.

"Yang seperti ini akan runyam karena sudah dipesan di awal, bahkan mulai dari perencanaan proyeknya, kegiatannya, lelangnya, dan harga yang terbentuk juga pasti tidak bener," ujar Alex.

Sebagai informasi, modus suap merupakan tindak pidana korupsi yang paling banyak ditemukan. Berdasarkan data penindakan KPK dari tahun 2004 hingga Mei 2020, telah terjadi 704 perkara suap yang melibatkan berbagai aktor.

Menyusul modus pengadaan barang dan jasa dengan 224 perkara, perizinan 23 perkara, pungutan liar 26 perkara, 48 perkara penyelenggaraan anggaran, 36 perkara tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan upaya merintangi proses penyidikan 10 perkara.

Temuan KPK juga selaras dengan data profesi pelaku tindak korupsi. Dari data serupa, KPK mencatat subjek hukum swasta melakukan paling banyak tindak korupsi dengan 380 perkara. Disusul, anggota DPR dan DPRD 274 perkara, pejabat pemerintah (eselon I,II,III,IV) 230 perkara. Tak ketinggalan para pemerintah daerah, seperti wali kota/bupati/wakil dengan 122 perkara, gubernur 21 perkara.

Sementara institusi lainnya, kepala lembaga/kementerian tercatat terjerat 28 perkara korupsi, 22 perkara menjerat hakim, pengacara dengan 12 perkara, jaksa 10 perkara, komisioner 7 perkara, 6 perkara berasal dari korporasi, duta besar 4 perkara dan polisi 2 perkara.


Editor : Fiter Bagus
Penulis : Suliana

Komentar

Komentar
()

Top