Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kemudahan Berbisnis - Tahun Depan, Kebutuhan Investasi Capai Rp5.823,2 Triliun

Jokowi: Belum Ada Kebijakan Konkret Genjot Investasi

Foto : Sumber: Bank Indonesia - KORAN JAKARTA/ONES
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali mengingatkan kepada sejumlah menteri Kabinet Kerja agar segera menemukan terobosan baru untuk menggenjot investasi dan ekspor, demi mengatasi defisit transaksi berjalan.

Presiden pun mengungkapkan kekecewaannya karena hingga kini dinilai belum ada kebijakan konkret untuk mengatasi masalah tersebut. Padahal, rapat terbatas (ratas) yang membahas ekspor, investasi, dan perdagangan sudah kerap dilakukan.

"Investasi, ekspor, dan perpajakan sore hari ini kita rapatkan. Ini ratas keenam. Tolong digarisbawahi," ujar Presiden Jokowi saat membuka ratas dengan topik pembahasan lanjutan terobosan kebijakan investasi, ekspor, dan perpajakan di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (19/6).

"Sesuai keinginan saya sejak awal untuk terobosan di bidang investasi, ekspor, dan perdagangan. Saya sudah berkali-kali sampaikan ekspor, investasi, kunci utama," tegas Jokowi.

Menurut Kepala Negara, ekspor dan investasi menjadi kunci utama memperbaiki defisit neraca perdagangan dan defisit transaksi berjalan yang sudah menjadi penyakit akut ekonomi nasional. "Terakhir, saya minta kebijakan yang berkaitan investasi, ekspor ini betul-betul konkret dieksekusi. Kita mendengar kesulitan apa yang dialami pelaku," tegas Jokowi.

Terkait investasi, sebelumnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memperkirakan kebutuhan investasi 2020 berkisar 5.806,6 triliun-5.823,2 triliun rupiah. Asumsinya, investasi akan tumbuh maksimal 10,35 persen dibandingkan target tahun ini yang sebesar 5.276,6 triliun rupiah.

Investasi sebesar itu diperlukan untuk mencapai target ekonomi tahun depan antara 5,3- 5,6 persen, dengan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) harus tumbuh di kisaran 7-7,4 persen.

Pekan lalu, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengungkapkan swasta berperan paling dominan dalam menopang investasi. Porsinya mencapai 72,6-73,76 persen menjadi 4.221,3 triliun-4.295,5 triliun rupiah.

Dia menambahkan pemerintah akan berupaya menciptakan kebijakan investasi yang kondusif mulai dari infrastruktur, tenaga kerja, hingga penyederhanaan regulasi. Sementara itu, kebutuhan investasi tahun depan akan berasal dari perusahaan pelat merah sebesar 471,7 triliun-473,4 triliun rupiah.

Tidak Efektif

Menanggapi kekecewaan Presiden soal minimnya kinerja investasi dan ekspor, pengamat ekonomi dari Universitas Airlangga Surabaya, M Nafik, mengatakan beberapa penyebab terobosan pemerintah soal investasi dan perizinan tidak efektif adalah faktor politik, perang dagang, inkonsistensi pemerintah, dan beban utang luar negeri yang tinggi.

"Kondisi politik dalam negeri mempengaruhi kinerja bisnis. Apalagi, ekonomi global juga sedang guncang karena eskalasi perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok," jelas Nafik, Rabu.

Menurut dia, masalah utang luar negeri yang dinilai sudah cukup tinggi, juga ikut memengaruhi kepercayaan investor. Sebab, beban pembayaran utang yang begitu tinggi membuat nilai tambah ekonomi nasional yang seharusnya untuk membiayai pembangunan, harus digunakan untuk membayar bunga.

Sebagaimana dikabarkan, sejumlah kalangan mengingatkan pemerintah agar mewaspadai tren pertumbuhan utang luar negeri (ULN) swasta yang cukup pesat, dan jumlahnya kini melampaui ULN pemerintah. Kondisi seperti itu apabila tidak dikelola dan diantisipasi secara cermat dikhawatirkan berpotensi memicu krisis ekonomi seperti yang terjadi pada krisis keuangan 1998.

Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), ULN Indonesia naik 8,7 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) per akhir April 2019 menjadi 389,3 miliar dollar AS atau setara 5.533 triliun rupiah dengan menggunakan kurs tengah pada 30 April yakni 14.215 rupiah per dollar AS.

ULN itu terdiri atas utang pemerintah dan bank sentral sebesar 189,7 miliar dollar AS, serta utang swasta termasuk BUMN sebesar 199,6 miliar dollar AS. YK/SB/fdl/ers/WP

Penulis : Eko S, Selocahyo Basoeki Utomo S, Muhamad Umar Fadloli, Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top