Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Foto Video Infografis
Stabilitas Kawasan

Jepang Janji Upayakan Kesatuan Dewan Keamanan PBB atas Isu Korut

Foto : ISTIMEWA

Para anggota Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa bersidang di markas besar PBB di New York, Amerika Serikat, baru-baru ini.

A   A   A   Pengaturan Font

NEW YORK - Duta Besar Jepang untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Kimihiro Ishikane, menjanjikan upaya terbaik agar Dewan Keamanan PBB dapat mencapai konsensus atas program senjata dan isu-isu kontroversial lainnya terkait Korea Utara (Korut). Janji itu disampaikan Ishikane sebagai ketua bergilir Dewan Keamanan bulan ini.

"Apa yang ingin saya lakukan adalah mengupayakan Dewan Keamanan mencapai suara yang bulat dan bersatu sehingga suara itu dapat berdampak terhadap Korea Utara," kata Kimihiro Ishikane dalam konferensi pers seperti dikutip dari Antara, Rabu (4/1).

"Dewan Keamanan PBB belum berhasil menyampaikan pesan dalam satu suara tentang Korea Utara, semuanya tidak berjalan dengan baik," ujar Ishikane.

Korea Utara meluncurkan rudal balistik dengan rekor 37 kali pada tahun lalu. Tindakan Korut itu bertentangan dengan resolusi-resolusi Dewan Keamanan yang sudah ada sejak lama. Pada Hari Tahun Baru 2023 saja, Pyongyang sudah menembakkan rudal balistiknya yang pertama.

Dewan Keamanan PBB selama ini gagal mencapai kesepakatan tentang sanksi tambahan terhadap Korea Utara terutama akibat keengganan Russia dan Tiongkok, dua anggota tetap Dewan Keamanan yang memiliki hak veto.

"Saya ingin menyampaikan suara Jepang, suara dari warga Jepang yang menghadapi hal ini ... bahaya yang mengancam datang dari lingkungan sekitar kami," kata Ishikane.

Jepang merupakan salah satu dari lima anggota tidak tetap di antara 15 negara Dewan Keamanan PBB yang bertugas selama dua tahun hingga akhir 2024. Empat negara anggota lainnya yang juga akan bertugas hingga akhir 2024 adalah Ekuador, Malta, Mozambik, dan Swiss.

Ishikane mengatakan Menteri Luar Negeri Jepang, Yoshimasa Hayashi, pada 12 Januari di New York akan menjadi tuan rumah pertemuan tingkat menteri tentang prinsip supremasi hukum dalam pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional.

Membentuk Divisi Baru

Terkait ancaman senjata nuklir Korut, militer Korea Selatan, pada Senin, meluncurkan sebuah divisi baru untuk melawan ancaman senjata nuklir dari Korea Utara dan senjata-senjata pemusnah massal (WMD) lainnya.

Kepala Staf Gabungan (JCS) militer Korsel telah meresmikan pembentukan divisi tersebut, yang dinamai Direktorat Perlawanan Nuklir dan WMD.

Direktorat itu, kata JCS, akan menjadi fondasi bagi peluncuran "komando strategis". Direktorat yang baru tersebut berasal dari pusat reaksi nuklir dan WMD di bawah Direktorat Perencanaan Strategis JCS, yang kemudian berkembang menjadi direktorat terpisah.

Fungsi direktorat yang baru bertambah dalam aspek informasi, operasi, kekuatan, dan pembangunan tempur.

JCS mengatakan direktorat yang baru akan menyokong upaya Korea Selatan membangun sistem pertahanan "tiga poros", juga mengawal integrasi pengelolaan kemampuan di luar angkasa, dunia maya, dan ranah-ranah spektrum elektromagnetik.

Salah satu dari tiga cabang sistem itu disebut dengan Hukuman dan Pembalasan Besar-Besaran Korea, yaitu rencana operasional untuk melumpuhkan kepemimpinan Korea Utara dalam konflik utama.

Dua cabang lainnya adalah Rantai Mematikan, yang merupakan platform tempur pencegahan, serta sistem pertahanan udara dan pertahanan peluru Kendali Korea.

Divisi baru tersebut diluncurkan setelah pekan lalu Pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un menekankan keinginan untuk meningkatkan kapasitas arsenal nuklir bagi negaranya. Kim juga memperbarui rencana penguatan kemampuan untuk "mempertahankan diri".

Keinginan dan rencana yang diungkapkannya pada pertemuan partai berkuasa Korut itu meningkatkan kemungkinan bahwa provokasi akan terus bergulir tahun ini.

Presiden Korea Selatan, Yoon Suk-yeol, mengatakan negaranya sedang menjalankan pembicaraan dengan Amerika Serikat untuk melakukan perencanaan dan latihan militer bersama yang melibatkan kekuatan nuklir AS untuk melawan ancaman nuklir Korea Utara.

Dalam sebuah wawancara dengan surat kabar Chosun Ilbo, Yoon mengatakan gagasan AS untuk menyediakan payung nuklir atau penangkalan dalam jangka panjang bagi Korea Selatan tidak cukup meyakinkan publik Korsel.

Wawancara Yoon tersebut diterbitkan sehari setelah media pemerintah Korea Utara melaporkan bahwa Pemimpin Korut Kim Jong-un menginginkan negaranya meningkatkan kapasitas nuklir, sambil menyebut Korea Selatan sebagai "musuh yang tidak diragukan".

Pada masa lalu, kata Yoon, konsep payung nuklir dimaksudkan sebagai persiapan untuk melawan Uni Soviet dan Tiongkok yang saat itu belum mengembangkan senjata nuklir.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top