Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kasus Suap

Jaksa KPK Minta Hakim Tolak Eksepsi Sofyan Basir

Foto : ANTARA/SIGID KURNIAWAN

TINGGALKAN RUANG SIDANG - Terdakwa mantan Direktur Utama PLN Sofyan Basir meninggalkan ruangan seusai menjalani sidang lanjutan kasus suap proyek PLTU Riau-1 di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (1/7).

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat untuk menolak eksepsi atau nota pembelaan terdakwa mantan Direktur Utama (Dirut) PT PLN (Persero), Sofyan Basir (SFB). Jaksa juga meminta kepada majelis hakim yang memeriksa, mengadili, dan menetapkan bahwa pemeriksaan perkara ini tetap dilanjutkan.

"Kami mohon kepada majelis hakim yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara ini untuk, pertama, menolak eksepsi atau keberatan dari tim penasihat hukum terdakwa," kata jaksa KPK, Budhi Sarumpaet, saat membacakan tanggapan atas eksepsi Sofyan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (1/7).

Dalam kasus ini, Sofyan didakwa membantu transaksi dugaan suap dalam proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1. Sofyan dinilai memfasilitasi kesepakatan proyek hingga mengetahui adanya pemberian uang. Adapun transaksi suap tersebut berupa pemberian uang 4,7 miliar rupiah kepada Wakil Ketua Komisi VII DPR, Eni Maulani Saragih, dan mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Idrus Marham. Uang tersebut diberikan oleh pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo.

Budhi menyatakan surat dakwaan nomor: DAK-66/ TUT.01.04/ 24/ 06/ 2019, tanggal 14 Juni 2019 telah disusun sesuai ketentuan Pasal 143 Ayat (2) KUHAP. Karena itu, surat dakwaan tersebut dapat dijadikan dasar pemeriksaan perkara ini.

Dalam tanggapan itu, jaksa menyebut penggunaan Pasal 15 Undang-Undang (UU) Tipikor sebagai dasar pedoman penuntutan untuk terdakwa Sofyan telah sesuai. Karena, Pasal 15 UU Tipikor ini telah berubah ketentuan yang mengatur mengenai ancaman pidana "pembantuan" seperti yang diduga jaksa telah dilakukan Sofyan dalam perkara ini.

Jaksa juga tidak sependapat dengan alasan penasihat hukum terdakwa Sofyan yang menyatakan secara prinsip unsur-unsur yang terdapat di dalam Pasal 15 UU Tipikor sama dengan unsur Pasal 56 ke-2 KUHP. Karena, menurut jaksa, pendapat tersebut hanya penafsiran pribadi dari tim kuasa hukum terdakwa.

"Penggunaan Pasal 56 ke-2 KUHP memperjelas peran terdakwa Sofyan Basir dalam perkara ini," kata jaksa.

Secara Cermat

Kemudian, jaksa juga menampik pernyataan tim kuasa hukum Sofyan yang menyatakan penerapan Pasal 56 ke-2 KUHP dalam surat dakwaan keliru karena praktik korupsi telah terjadi atau voltooid sebelum dugaan kejahatan pembantuan dituduhkan kepada terdakwa Sofyan. Sebab, hadiah berupa uang dari Pemegang saham Blackgold Natural Resources (BNR) Ltd, Johanes Budisutrisno Kotjo (JBK), baru diterima Anggota Komisi VII DPR RI, Eni Maulani Saragih (EMS) dan mantan Menteri Sosial (Mensos), Idrus Marham (IM) dalam kurun waktu 18 Desember 2017 hingga 13 Juli 2018, setelah Sofyan melakukan pertemuan dengan Eni dan Kotjo untuk membahas pembangunan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Mulut Tambang RIAU-1.

Selanjutnya, jaksa menyebut surat dakwaan Sofyan Basir telah disusun secara cermat, jelas, dan lengkap sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Jaksa menyebut tim kuasa hukum Sofyan keliru dan tidak beralasan menyatakan surat dakwaan tidak menguraikan unsur kesengajaan (unsur subjektif) dan unsur objektif (memberi bantuan) sebagai prasyarat Pasal 56 ke-2.

Usai mendengar rangkaian tanggapan jaksa tersebut, majelis hakim membutuhkan waktu selama satu minggu untuk menyampaikan putusan sela, yakni melanjutkan pemeriksaan pokok perkara atau tidak. ola/P-4


Redaktur : Khairil Huda
Penulis : Yolanda Permata Putri Syahtanjung

Komentar

Komentar
()

Top