Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Foto Video Infografis
Pakar Perancangan Kota Prof. Ir. Antony Sihombing, MPD, Ph.D

Jakarta Akan Banyak Alami Kemajuan setelah Ibu Kota Negara Pindah

Foto : ISTIMEWA

Pakar Perancangan Kota Prof. Ir. Antony Sihombing, MPD, Ph.D

A   A   A   Pengaturan Font

Jakarta memang sedang berbenah untuk mengatasi berbagai persoalan yang masih menghimpit. Mulai dari masalah banjir, kemacetan, persoalan tata kota dan kesemrawutan lainnya yang membutuhkan penanganan serius.

Dalam hal mengatasi banjir, Pemda DKI kini melanjutkan program normalisasi sungai, melanjutkan pembangunan sodetan Ciliwung ke Banjir Kanal Timur (BKT) dan bahkan rencana mengatasi banjir rob wilayah pesisir Jakarta dengan membangun tanggul untuk mengatasi masuknya air permukaan laut serta lainnya.

Suka atau tidak, Kota Jakarta memiliki segudang masalah tata kota yang selama ini belum dapat teratasi dari tahun ke tahun. Setiap pagi hari, pemandangan kemacetan lalu lintas di sejumlah titik sudah menjadi pemandangan biasa bagi masyarakat.

Meski pemerintah mencoba membuat serangkaian regulasi untuk mengubah mindset masyarakat untuk pindah dari kendaran pribadi seperti mobil dan motor dengan menggunakan moda transportasi umum yang sudah disediakan pemerintah, seperti Mass Rapid Transit (MRT), Commuterline, Transjakarta, dan sebentar lagi ada Light Rapid Transit (LRT).

Namun, sejauh ini upaya mengatasi berbagai persoalan Ibu Kota Negara Jakarta belum berjalan maksimal. Nah, untuk mengetahui bagaimana solusi kemajuan Kota Jakarta, terutama setelah Ibu Kota Negara (IKN) pindah ke Kalimantan, wartawan Koran Jakarta, Yohanes Abimanyu, wawancara khusus dengan Pakar Perancangan Kota dari Departemen Arsitektur Universitas Indonesia, Prof. Ir. Antony Sihombing, MPD, Ph.D. Berikut petikannya.

Bagaimana pendapat Anda tentang arah penataan Kota Jakarta saat ini? Apakah sudah benar?

Jadi kalau dibilang benar atau tidak benar itu memang susah. Karena kondisi Jakarta sekarang bukan seperti Ibu Kota ketika pertama kali di jadikan Ibu kota, tapi sudah berkembang. Saat ini jumlah penduduk sudah mencapai 10 juta lebih. Kemudian, kawasan areanya juga terbatas tidak berkembang, tetap 660 kilometer persegi.

Penduduk bertambah, kegiatan bertambah, fasilitas-fasilitas bertambah, kebutuhan bertambah sementara area sama. Jadi memang menjadi tumpang tindih. Sering kali perencanaan itu di belakang, kemajuan teknologi, kemajuan industri, kemajuan pendidikan lebih cepat dibanding perencanaan dan selalu di belakang.

Ketika perencanaan hanya berdasarkan pada saat itu, sementara terus berkembang dan berkembang. Kalau dibilang usaha yang dilakukan sebenarnya, seperti contoh di era Gubernur DKI Jakarta Bang Yos membuat busway dan usaha-usaha itu sudah memadai. Namun, kalah cepat dengan perkembangan kegiatan-kegiatan kotanya.

Bagaimana dengan pembangunan sektor transportasi?

Mengenai masalah transportasi selalu macet, dahulu pernah ada kebijakan Three in One. Regulasi itu bukan hasil mengurangi mobil masuk, tujuannya three in one berisikan tiga orang mengajak temannya, saudaranya, tetapi ternyata malah dimanfaatkan lahan bisnis orang-orang informal atau biasa disebut joki. Pada akhirnya tidak berhasil, lalu pas zamannya Jokowi-Ahok kalau tidak salah dibuat ganjil-genap.

Sebenarnya ganjil-genap dinilai berhasil, tapi tidak maksimal juga karena tidak didukung oleh sarana transportasi umum yang memadai. Kalau ganjil-genap ketika pengemudi memakai nomor polisinya ganjil lalu tanggal genap dia sebaiknya menggunakan public transport. Tapi kenyatannya, pemilik kendaraan cari alternatif jalan lain, jadi tidak berkurang.

Bagaimana dengan pembangunan sarana transportasi umum?

Sekarang ini ada banyak pembangunan fasilitas transportasi umum, seperti MRT, LRT, busway dan commuter line. Pelayanannya juga sudah jauh lebih baik. Kelihatannya memang masyarakat dari kota penyangga mulai banyak berpindah ketika masuk ke Jakarta dengan menggunakan transportasi umum dan sebaliknya itu sudah lebih baik terlayani.

Tapi yang menjadi masalah di tengah kota, ketika berhenti di tempat transit lalu warga seharusnya berjalan kaki, namun warga lebih memilih ojek online atau taxi online. Ini juga masih menjadi masalah, karena seharusnya masyarakat ketika turun dari public transport tidak perlu lagi menggunakan moda transport lain.

Dari infrastruktur sendiri bagaimana mendorong masyarakat untuk menggunakan transportasi umum?

Saya sering kali bertanya, ketika memindahkan orang yang tadinya biasa menggunakan sepeda motor, kendaraan mobil pribadi, lalu dipindahkan ke MRT, commuterline dan LRT saya juga membayangkan agak susah karena kebiasaan orang berangkat dari rumah naik motor atau naik mobil, lalu dari berhenti di pintu gerbang yang dituju. Tiba-tiba dipindah ke transportasi umum, memang di dalam teori perkotaan harusnya ketika masyarakat keluar rumah atau keluar kantor dia itu berjalan kaki, tapi tidak boleh lebih dari 600 meter.

Kalau kata Presiden Joko Widodo selalu mengatakan 10 minutes city, jadi hanya 10 menit berjalan. Sedangkan di luar negeri 15 menit berjalan, seharusnya keluar jalan sekitar 10 menit atau 15 menit mendapat trasnportasi umum, lalu dia pindah. Ketika tiba stasiun tujuan seharusnya sudah ada jalur pedestrian (jalur pejalan kaki) yang bagus untuk berjalan 10 sampai dengan menit mencapai tujuan.

Mengenai pedestrian di Jakarta, apakah sudah cukup memadai bagi warga pengguna?

Saat ini kalau diperhatikan, sudah mulai banyak orang memakai pedestrian. Walaupun pembangunanya belum maksimal atau merata, tetapi sudah mulai terlihat bagus. Contohnya pedestrian yang berada di Jalan Sudirman dan Jalan Thamrin. Kalau kita lihat pagi-pagi orang berangkat kerja, dan sore hari mau pulang kerja itu sudah mulai ramai berjalan kaki. Ini bagus dan harus terus dibudayakan.

Memang butuh waktu untuk mengubah kebiasaan orang untuk memakai transportasi umum. Demikian pula kebiasaan berjalan kaki. Harus dipersiapkan fasilitas pedestrian yang aman dan nyaman menuju tempat-tempat strategis. Setidaknya cukup berjalan selama 10 menit sampai dengan 15 menit bisa tiba di transportasi umum, pusat perbelanjaan, perkantoran atau hunian dan lain sebagainya. Di sinilah fungsi perencanaan dan penataan kota menjadi sangat penting.

Belum lama ini, ramai dibicarakan tentang Pemprov DKI menggodok Eletronic Road Pricing (ERP), menurut Anda apakah efektif mengurangi kemacetan?

Saya baca dan mendengar beritanya, kelihatannya diterapkan di kawasan ganjil-genap juga, jumlah dan tempatnya sama. Saya mempertanyakan kenapa ada regulasi yang dirasa double-double gitu ya. Apakah ganjil-genap mau dihapus, atau kedua aturan ini berjalan.

Misalnya, dia tanggal ganjil mobilnya ganjil, tapi masyarakat harus membayar. Karena saya lihat tempatnya sama dan kalau menurut saya harus dicoba terlebih dahulu, kemudian dievaluasi bagaiamana nanti masyarakat diberikan kesempatan untuk memilih. Jangan sampai masyarakat yang ekonominya menengah ke bawah merasa terbebani.

Apalagi masyarakat yang membawa motor juga dikenakan biaya, jadi harus di uji coba terlebih dahulu dan lebih baik dibatasi dulu kepada pengguna mobil. Karena pengguna mobil itu ukurannya kira-kira 2 meter lebarnya 3,5 total lebar mobil 7 meter persegi.

Di Ibu Kota Jakarta juga telah banyak dipasang kamera ETLE, penerapannya?

Kalau kamera itu teknologi, kita percaya di luar negeri sudah lama dilakukan. Tujuannya untuk mendisiplinkan pengguna jalan raya. Bagi yang melanggar akan dikenakan denda. Kamera itu sebenarnya sama dengan CCTV yang melihat kesalahan atau pelanggaran lalu lintas oleh pihak Kepolisian. Sebenarnya tetap sama, akan tetapi kamera untuk berbayar ini lebih panjang. Jadi, semua jalur itu kena dan kalau dia berbayar harus ada langganan, harus ada aplikasi, tapi di-tap di mobilnya sehingga lewat sudah langsung dipotong.

Jadi seperti di pintu tol, yang lewat doang, itu seperti di Taman Mini. Jadi kalau teknologi kami percaya. Karena sudah diterapkan di luar negeri, seperti Singapura sudah lama banget.

Terkait penanganan banjir yang menjadi masalah dari tahun ke tahun, bagaimana untuk mengatasi banjir di Jakarta?

Kalau banjir kita sama-sama tahu, sekarang ini ada pekerjaan untuk meneruskan Banjir Kanal Barat (BKB) dan Banjir Kanal Timur (BKT), untuk meneruskan itu supaya tidak berhenti. Dahulu sempat berhenti yang di bagian barat.

Sekarang ini sudah dibuatkan terowongan. Kalau dihitung-hitung, untuk debitnya, yang terbesar di Jakarta sudah dihitung yang masuk. Sekarang ini untuk mengatasi banjir tidak bisa tidak, harus segra dinormalisasi. Normalisasi sungai harus cepat dilakukan agar persoalan banjir ini bisa dikurangi secara maksimal.

Bagaimana mengatasi banjir kiriman dari kawasan Puncak?

Persoalan banjir kiriman dari kawasan Puncak ke depan kemungkinan sudah bisa diminimalisir. Karena sekarang pemerintah sudah membangun dua bendungan besar di Waduk Ciawi. Posisi Jakarta ini di tengah-tengah, ada banjir kiriman dari Puncak, lalu ada laut yang menimbulkan banjir rob. Jadi dikepung Kota Jakarta, khususnya di Jakarta Utara berada di 1 meter sampai dengan 1,5 meter di bawah permukaan laut.

Menurut saya, jalan satu-satunya adalah harus dibendung, baru di pompa. Mungkin orang-orang akan mengatakan itu dapat merusak lingkungan. Tetapi saya melihat dan membandingkan apa yang dilakukan negara Singapura. Di Dubai, mereka sukses serta lautnya semakin bersih.

Tapi, nanti dengan adanya bendung seperti di negara Belanda giant wall, jadi kalau itu sudah dibangun itu bisa dibikin jadi kawasan baru, lalu buat danau membuat penampungan air. Karena tinggal di sana laut itu menjadi bersih seperti di Singapura dan Dubai.

Pembuatan tanggul seberapa efektif?

Seperti yang saya katakan tadi, harus dilakukan untuk waktu jangka pendek, memang harus itu. Obatnya harus yang keras, jadi tidak bisa lagi natural. Jadi memang harus di normalkan setelah jadi normal semua baru dinaturalkan. Menurut saya, untuk waktu yang pendek normalisasi harus dilanjutkan.

Ganti pejabat, ganti kebijakan apakah dampak positif dan negatifnya?

Saya tidak mau menilai dua gubernur ini, saya melihat gubernur sekarang sangat singkat ya cuma 2 tahun. Kalau dia ingin sukses harus cepat bekerjanya. Harus dilakukan, penyakit parah itu obatnya harus keras. Nanti sudah normal baru dinaturalisasi.

Lalu, diperbanyaklah taman, kalau target 30 persen di ruang terbuka dimulai dari sekarang. Tapi, itu harus jangka panjang karena harus membeli lahan, pembebasan lahan dan sebagainya.

Selama ini Jakarta sering melakukan kerja sama dengan kota-kota maju, sister city, tapi tidak membawa banyak perubahan, menurut bapak?

Saya melihatnya sister city lebih ke politis, contohnya kayak Jalan Cassablanca itu sister city dari Cassablanca, tetapi kejadiannya bukan Cassablanca. Tetapi kalau kerja sama ini dilakukan lebih baik kepada fungsi. Kalau sister city itu hanya tidak banyak membuat perubahan, lebih baik seperti zaman Gubernur Bang Yos saat membuat busway di Purity Brazil.

Dia kerja sama dengan Wali Kota Purity Brazil untuk membangun busway di Jakarta. Kenapa dipilih di tengah jalur, bukan di pinggir. Karena itu hasil penelitiannya, lebih baik seperti itu. Demikian pula misalnya giant sea wall, kerja sama dengan Belanda untuk mengatasi banjir, lebih baik seperti itu.

Pemindahan Ibu Kota IKN membawa dampak apa bagi Kota Jakarta?

Pasti akan membawa dampak bagi kota Jakarta. Tadinya sekitar Monas itu, pusat pemerintahan pusat dan setelah ibu kota pindah pasti berubah. Bagaimana nasib gedung kantor-kantor pemerintah it ke depan, apakah nanti semacam perwakilan atau dikerjasamakan dengan pihak swasta.

Mungkin dalam jangka waktu 5-10 tahun yang tadinya mau pindah ke Jakarta mulai memikirkan karena Ibu Kota ke sana lebih baik pindah ke sana. Karena ibu kota baru ada pendidikan yang bagus, lalu ada pekerjaan baru, lalu tempat wisata yang baru. Jadi kemungkinan orang yang datang ke Jakarta itu tidak sebanyak dulu. Urbanisasi akan mengalami penurunan dan era teknologi saat ini sebenarnya dia bisa tetap di Jakarta, walaupun Ibu Kota di sana.

Apakah mengurangi kemacetan Ibu Kota pindah?

Pastinya akan mengurangi kemacetan di Jakarta, karena jumlah kegiatan pemerintah pusat akan berpindah ke IKN Nusantara. Paling tidak pergerakan pegawai pemerintah pusat akan banyak pindah ke ibu kota baru, sehingga kegiatan di Jakarta akan berkurang.

Setelah Jakarta tidak menjadi Ibu Kota Negara, idealnya Kota Jakarta berubah menjadi kota industri, bisnis, atau apa?

Industri dengan bisnis dekat-dekat, karena hasil industri harus dibisniskan, diperdagangkan, dijual, ditransaksikan. Kalau menurut saya, Jakarta menjadi kota bisnis dan industri, termasuk industri jasa keuangan dan lainnya. Jadi, industri yang berada di sekitar Jabotabek ini akan tetap hidup. Ditambah lagi infrastruktur sudah bagus, pelabuhan, airport, jalan tol, trans Jawa, trans Sumatera. Jadi, Kota Jakarta akan tetap memiliki magnet dan semakin mengalami banyak kemajuan ke depan sesuai tuntutan zaman.


Redaktur : Redaktur Pelaksana
Penulis : Yohanes Abimanyu

Komentar

Komentar
()

Top