Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Foto Video Infografis

Investor Panas Bumi Minta Aparat Ikut Jaga Iklim Investasi EBT

Foto : Istimewa.

Kuasa Hukum PT Bumigas Energi, Khresna Guntarto saat menggelar konferensi pers di Jakarta, Kamis (26/1)

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA-Investor energi baru dan terbarukan (EBT) meminta agar pemerintah menjaga iklim investasi energi hijau di tanah air. Karena itu aparat penegak hukum tidak boleh mengintervensi sengketa pengembangan panas bumi yang melibatkan perusahaan perusahaan di tanah air.

Hal ini disampaikan oleh PT Bumigas Energi melalui kuasa hukumnya Khresna Guntarto di hadapan media, di Jakarta, Kamis (26/1). Perusahaan itu bersengketa dengan PT Geo Dipa Energi (Persero) PLTP Dieng dan Patuha (5X60 MW). Sengketa ini membuat pengembangan panas bumi tidak bisa berjalan.

Kata Khresna, perbuatan Deputi Pencegahan dan Monitoring Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Pahala Nainggolan, yang diduga kuat diperintahkan mantan Pimpinan KPK Periode 2015-2019, dalam menerbitkan Surat Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK) kepada PT Geo Dipa Energi (Persero) Nomor B/ 6004/ LIT. 04/ 10 - 15/ 09/ 2017 tertanggal 19 September 2017, melanggar Pasal 12 Ayat (2) Huruf b UU No.19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.

Surat tersebut digunakan untuk menyingkirkan PT Bumigas Energi dalam pengelolaan panas bumi di Dieng dan Patuha melalui sengketa di Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) ke-2 (dua) kalinya. Padahal, Bumigas dengan Geo Dipa telah selesai bersengketa di BANI ke-1 dan memiliki kekuatan hukum tetap dengan putusan menghidupkan kembali kontrak kerja sama.

Melalui Surat KPK tersebut, Pahala Nainggolan menyatakan seakan-akan PT. Bumigas Energi tidak pernah membuka rekening di tahun 2005 di HSBC Hong Kong sebagai bukti ketersediaan dana first drawdown hingga akhirnya Bumigas Energi dikalahkan oleh Majelis Arbitrase BANI ke-2 dengan pertimbangan Surat KPK tersebut.

"Baik Pahala maupun Pimpinan KPK Periode 2015-2019, potensial melanggar UU KPK," kata Khresna Guntarto, Kuasa Hukum PT Bumigas Energi kepada media di Jakarta, Kamis (26/1).

Perbuatan Pahala menerbitkan Surat untuk Geo Dipa tersebut seakan terdapat permintaan informasi perbankan kepada HSBC Indonesia dari Penyidik KPK yang selanjutnya wajib diungkap serta merta oleh lembaga perbankan sehubungan proses penyidikan dugaan tindak pidana korupsi yang telah menetapkan tersangka.

Padahal, dalam hal ini tidak pernah sedikitpun PT Bumigas Energi diperiksa oleh Penyidik KPK apalagi sampai ditetapkan sebagai tersangka. Oleh karena itu, klaim sepihak Deputi Pencegahan KPK mengenai adanya permintaan informasi kepada HSBC Indonesia, menjadi patut dipertanyakan dan dipersoalkan.

Pasal 12 Ayat (2) Huruf b UU KPK berbunyi sebagai berikut: "Dalam melaksanakan tugas penyidikan, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang meminta keterangan kepada Bank atau lembaga keuangan lainnya tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa yang sedang diperiksa."

Jadi, penyidik KPK memang dapat meminta informasi perbankan dengan catatan proses Penyidikan dan yang diminta adalah sehubungan informasi perbankan tersangka. Namun, faktanya tidak pernah ada penyidikan ataupun tersangka dari pihak PT Bumigas Energi.

KPK juga berhak meminta informasi perbankan dalam situasi pelaporan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Pemberi laporan memberikan surat kuasa kepada KPK cq. Direktorat LHKPN untuk dapat membuka rekeningnya sewaktu dibutuhkan. Dengan demikian, jika bukan penyidikan ataupun penyelidikan dibutuhkan konsen persetujuan dari terperiksa.

Selain itu, jika Pahala berdalih permintaan informasi perbankan dilakukan dalam rangka penyelidikan haruslah dilakukan dengan bantuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Hal tersebut harus dilakukan dalam rangka fungsi intelijen dan informasinya masih bersifat rahasia, sehingga tidak sepatutnya diberikan begitu saja kepada PT Geo Dipa Energi.

"Karena tidak pro justitia. Sifatnya tidak matang dan tidak pasti. Dan hanya dilakukan untuk kepentingan internal penyelidik. Di luar itu, tidak ada alternatif yang diberikan oleh Undang-undang," ujar Khresna.

Lebih lanjut diungkapkan Khresna, sedikitnya terdapat tujuh fakta yang dapat menunjukkan bahwa Pahala Nainggolan diduga kuat salah dalam menerbitkan surat tersebut.

Salah satunya, bukan tugas pokok dan fungsi dari Deputi Pencegahan KPK. Surat Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia ("KPK") kepada PT. Geo Dipa Energi (Persero) Nomor B/ 6004/ LIT. 04/ 10 - 15/ 09/ 2017 tertanggal 19 September 2017 dibuat di luar kewenangan Pahala Nainggolan.

"Tidak ada dasar bagi KPK meminta informasi perbankan secara serta merta dari HSBC Indonesia ataupun HSBC Hong Kong. Fungsi permintaan informasi perbankan bersifat pro justitia yang merupakan kewenangan Penyidik KPK di bawah naungan Deputi Penindakan," ujar Khresna.

Juru Bicara Penindakan KPK, Ali Fikri sebelumnya mengatakan bahwa yang dilakukan Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan hanya menjalankan tugas dalam kapasitasnya sebagai Deputi Pencegahan KPK. Menurutnya, dalam tugasnya, Pahala menemukan ada potensi kerugian negara.

"Karena dalam salah satu proses negosiasi pada 2017 Bumi Gas menuntut proyek Patuha I yang telah berproduksi senilai 3-4 juta dollar AS per bulan diserahkan kepadanya," kata Ali beberapa waktu lalu.


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top