Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Foto Video Infografis
“Capital Outflow"

Investor Mulai Cermati Dampak Resesi di "Emerging Market"

Foto : ISTIMEWA

SRI MULYANI Menteri Keuangan - Sentimen negatif yang terjadi akibat kondisi global menekan semua negara pasar berkembang atau emerging market dalam bentuk capital outflow.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyatakan jumlah modal asing yang keluar dari pasar keuangan dalam negeri hingga 22 November 2022 sudah mencapai net outflow sebesar 89,57 triliun rupiah selama tahun berjalan atau periode Januari-Novemver tahun ini.

Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani, di Jakarta, Kamis (24/11), mengakui kalau modal asing keluar itu sebagian besar ditempatkan di pasar Surat Berharga Negara (SBN) yakni sebesar, 167,45 triliun rupiah.

Dalam periode yang sama, terdapat aliran modal asing masuk di pasar saham senilai 77,88 triliun rupiah.

"Sentimen negatif yang terjadi akibat kondisi global menekan semua negara pasar berkembang atau emerging market dalam bentuk capital outflow," kata Menkeu dalam konferensi pers APBN KITA November 2022," katanya.

Khusus di negara pasar berkembang, modal asing yang keluar bersih di pasar SBN selama tahun 2022 mencapai 82,6 miliar dollar AS atau sekitar 17 persen dari Assets Under Management (AUM). Sementara di negara pasar maju mencapai sekitar 25 miliar dollar AS atau 2,6 persen dari AUM.

Meski terdapat aliran modal asing keluar cukup besar dari Indonesia, kondisi tersebut tidak menimbulkan guncangan di pasar keuangan Tanah Air maupun mempengaruhi imbal hasil (yield) SBN.

Kondisi tersebut terjadi karena kepemilikan SBN Indonesia oleh asing kini hanya 14,06 persen, menurun sejak akhir 2019 yang sebesar 38,57 persen.

Seiring dengan keluarnya asing dari pasar keuangan maka Bank Indonesia (BI), dan masyarakat saat ini mulai mendominasi kepemilikan SBN Indonesia. Tercatat porsi kepemilikan BI 25,74 persen, bank 24,74 persen, lainnya 18,58 persen, asuransi dan dana pensiun 16,88 persen, serta asing 14,06 persen.

"Guncangan bisa terjadi bergantung seberapa ketergantungan sebuah negara terhadap kepemilikan asing," kata Menkeu.

"Spread Margin" Menyempit

Ekonom Celios, Bhima Yudhistira, mengatakan keluarnya modal asing dari pasar keuangan dalam negeri menandakan investor mulai mencermati efek ancaman resesi di negara maju terhadap arus modal ke negara berkembang.

Imbas naiknya suku bunga juga berdampak pada selisih bunga surat utang di Amerika Serikat (AS) dengan Indonesia.

"Jika selisih bunga (spread margin) yang diberikan kepada pemegang SBN semakin menyempit dibanding instrumen aman seperti US Treasury, maka outflow akan menguat pada akhir tahun," kata Bhima.

Menurut dia, pasar keuangan global juga mulai berhati-hati terhadap skenario fiskal, meski sebelumnya Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) surplus, namun situasi akan berubah drastis di awal 2023.

Selain itu, defisit APBN, kata Bhima, juga kembali melebar, yang menandakan berarti pemerintah akan kembali gencar menerbitkan SBN. Hal itu menyebabkan beban bunga utang naik, tapi di satu sisi tingkat serapan asing menurun.

"Bisa terjadi missmatch antara tambahan utang dan minat investor membeli SBN, itu perlu diwaspadai," kata Bhima.

Dalam APBN tahun ini, per Oktober 2022 sudah tercatat defisit sebesar 169,5 triliun rupiah atau 0,91 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) per Oktober 2022.

"Realisasi defisit ini masih jauh dari target 840,2 triliun rupiah atau 4,5 persen PDB pada akhir tahun ini," kata Menkeu.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top